petak-petak sawah

Senang melihat beberapa petak sawah dibelakang kompleks rumah-ku itu mulai menghijau. Dulunya petak-petak sawah itu kering, tapi hujan yang tak bosan-bosan turun bulan ini, telah membawa kehidupan baru ditanah gersang itu. Ini adalah sedikit dari petak-petak sawah yang tersisa di sini, setelah hampir semuanya di jual warga pada developer perumahan, termasuk untuk pembangunan kompleks rumah tinggalku ini.
Hhmmm..sesuatu yang tragis menurutku, ketika para petani menjual sawah,lalu beramai-ramai menjadi buruh bangunan dari proyek-proyek perumahan yang semakin menjamur di daerah sini. Bagaimana bila masa pengerjaan proyek-proyek itu usai? kemana lagi para petani dengan sawah yang tergadai itu akan menambatkan biduk kehidupannya?.
Sebelum musim penghujan ini, ketika petak-petak sawah itu masih mengeras, saya kerap menemukan bongkahan-bongkahan kecil tanah yang mengotori dapur rumahku. Sepertinya anak-anak kecil dikampung belakang kerap melemparnya masuk, melalui celah pada lubang angin di tembok dapur. Barangkali mereka sedang bermain adu ketangkasan, siapa yang paling tepat melemparkan tanah melewati lubang angin itu..hehe..
Kalau sudah begitu, biasanya saya akan membersihkan dapur dari bongkahan tanah itu sambil senyum-senyum, saya hanya terkenang masa kecilku, saat melatih ketangkasan dengan menendang bola dari halaman rumah dan masuk melalui jendela kamar depan, uji ketangkasanku itu tentu saja menuai omelan orang-orang serumah..:D

******

Malam ini saya masih dikantor, belum berhasil pulang ke rumah. Ini hari terakhir di tahun 2009, tentu akan ada banyak berita diantara orang-orang yang bergegap menanti detik-detik pergantian tahun 2010.
Sayapun harus berjaga, meski sedari tadi, yang saya ingat adalah, bahwa hari ini usiamu bertambah. Saya tak ingin berhenti mendoakanmu.."semoga dipanjangkan usia jaman dalam selamat..semoga Allah selalu menjagamu..menjaga kita sampai tua dan renta, sampai nanti bila kita tiba di ujung waktu.."

Makassar, 31 Desember 2009 - 23.00 wita

rundown

Kertas rundown program berita kabar petang itu terulur panjang, sepertinya operator di kantor Jakarta mengirimnya berulang-ulang. Sudah sering seperti ini, bahkan sekali waktu rundown itu terus saja ter-print, padahal siaran telah usai. Jika melihat kertas-kertas rundown meluncur mulus tak putus-putus dari mulut mesin fax, saya selalu teringat dengan nasib pohon-pohon yang dibabat untuk produksi kertas itu.
Rundown itu semacam panduan bagi seluruh tim di meja redaksi agar proses siaran berjalan sesuai perencanaan, didalamnya terdapat list berita yang akan tayang, lengkap dengan format berita dan juga durasi. Ibarat perhitungan, rundown membuat kita akan berhitung dengan teratur, dimulai dari angka 1,2,3,4,5...dan seterusnya. Rundown menciptakan harmoni dalam kemasan sebuah program berita televisi.
Tapi terkadang, pertarungan berita dilayar kaca membuat para producer harus ber-akrobat dengan rundown, susunan berita akan berubah dalam hitungan detik, yang mestinya ditampilkan belakangan tiba-tiba ditayangkan lebih dulu, atau malah kadang-kadang berita tersebut tidak ditayangkan sama sekali. Bisa saja pertimbangannya adalah nilai sebuah berita, mentaktisi masalah teknis peralatan, atau karena over durasi dll."para producer harus teruji di meja rundown" begitu, seorang senior producer ditempat kerjaku yang dulu pernah mengatakan itu.
Lalu jika sudah mulai ber-akrobat seperti itu, tak ada lagi sebuah perhitungan yang teratur, bisa jadi tak dimulai dari angka 1, tapi menjadi 3,5,12,2,1,9..dan seterusnya. Tapi ketidak teraturan itulah yang kemudian menjadi sebuah harmoni, sebab seperti dalam sebuah pertunjukan musik, irama-irama itu tercipta dari naik turunnya nada, dari ketidak aturan yang teratur.
Hari ini, saat rundown siaran Kabar Petang ber-akrobat lagi, saya membaca berita yang tak ada dalam rundown. Kadang juga dari tiga berita yang ada di rundown, hanya satu berita yang bisa saya bacakan. Tapi itu masih bagus, sebab sering ketika para producer mulai ber-akrobat dengan rundown, saya dan teman-teman biro lainnya, malah tidak pernah membacakan berita sama sekali.

" Hmmm...jika itu adalah rundown berita...lalu bagaimana dengan rundown dalam hidupku?? "

Makassar, 14 Desember 2009 - 20.00

"tuhan"

beberapa hari ini berita seperti menjadi "tuhan", dan saya mulai masuk kedalam golongan orang-orang yang lupa....:(

Makassar,10 desember 2009-18.00

seberapa banyak

"November sudah usai..." begitu katamu cemas. Sebenarnya saya tak ingin mengatakan ini padamu, bahwa seperti setahun yang lalu, sayapun sedikit cemas menyambut hujan pada Desember kali ini.
Hhmm...barangkali kita tak perlu menghitung waktu, tapi yang mesti kita jumlahkan setiap hari adalah, seberapa banyak harapan yang bisa kita kumpul, dan juga seberapa banyak kecemasan yang telah kita izinkan singgah dalam pikiran-pikiran kita.

Makassar, 2 Desember 2009 - 17.30

berpikir baik

Pikiran-pikiran itu sebenarnya adalah doa yang tak terucapkan, setiap kali kita berpikir, maka setiap itu pula kita sebenarnya sedang melafalkan doa-doa kita kepada Allah sang penguasa seisi semesta. Jika setiap detik kita berpikir, maka setiap detik itu pula kita sedang berdoa. Karena itu, mari selalulah berpikir tentang harapan-harapan, dan juga tentang kebaikan-kebaikan....:)

Makassar, 20 November 2009 - 09.00 wita

donat mahal

Saya akhirnya membeli donat dengan merek terkenal itu, 3 kotak besar plus 1 kotak sedang. Semestinya saya harus membeli 4 kotak besar donat, tapi saya tak punya lagi uang cash, kecuali jika menunggu sampai besok untuk penarikan tunai di bank. Tapi tak ada waktu lagi, sebab besok pagi-pagi sekali Nana sudah pulang, dan donat-donat ini harus segera menjadi oleh-oleh buat orang rumah di Tidore.
Lalu dengan repot dan bercampur bahagia, saya membawa pulang kotak-kotak donat itu bersama si Freddy, motor semata wayangku. Empat kotak donat di tangan kiri, dan setir motor di tangan kanan, saya butuh energi dan juga konsentrasi lebih untuk sampai di rumah. "Ini donat mahal, enak sekali, dikirim sama Ko Budi dari Makassar" , begitu kira-kira saya membayangkan komentar ponakan-ponakanku itu.

*****
Ada sms dari adik-ku Nana, katanya kiriman donat sudah sampai di tujuan. Dengan penuh semangat sayapun menelpon mereka, dan berikut ini komentar mereka tentang oleh-oleh donat mahal itu...

Asil dan Hilya :
" manis sekali..ini dikasi apa diatasnya?? lebih enak donat bikinan Mama!!"
Uni Nini :
" makasih kirimannya, tapi coklat di donatnya terlalu banyak, Dzikra dan Asraf gak bisa kalau terlalu banyak coklat.."
Ayah :
" belum dimakan.., baru lihat donatmu saja, kolesterol Ayah langsung naik.."

Jadi begitulah, donat mahal yang menurutku punya cita rasa tinggi itu, ternyata "kalah enak dari donat bikinan Mama!" mengutip komentar dua ponakanku Asil dan Hilya. Dan bisa menjadi sumber penyakit dalam pandangan Ayah. Padahal, untuk orang-orang seperti saya, yang tinggal di kota besar dan dikepung dengan berbagai pencitraan semu dari iklan-iklan yang berseliweran, donat-donat dan juga produk-produk makanan lainnya, barangkali tidak lagi menjadi sekedar makanan belaka, tapi menikmatinya juga menjadi bagian dari gaya hidup.
Ah, semoga saja para ponakanku yang lucu dan menggemaskan itu, akan selalu lebih menyukai donat dan juga masakan Mama mereka sendiri, sebab itu jauh lebih baik, juga lebih sehat tentunya. Hhmmm...Saya jadi ingat komentarmu, saat saya putuskan membeli donat itu sebagai oleh-oleh. Katamu ketika itu :
" Mas...setahuku, itu adalah donat yang paling tinggi bahan pengawetnya...", dan saya dengan tololnya bilang : " Gak apa, kan tidak sering-sering mereka makan donat enak seperti ini..."

Makassar, 10 November 2009 - 08:00 wita

dua majikan

Kemana saja hari ini? hati-hati disana, semoga perjalananmu menyenangkan.
Oya, kalau pulang nanti, dan bila tak merepotkanmu, saya minta dibawakan oleh-oleh dua orang majikan Malaysia yang sering menyiksa para TKI. Akan saya sumbangkan mereka ke rumah sakit terdekat, untuk segera dijadikan pispot bagi para pasien....

Makassar, 30 Oktober 2009 - 23.20

para menteri

Obrolan di teras mesjid sekelompok bapak-bapak, tentang harapan mereka kepada para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II yang terpilih, telah sukses mengacaukan ke-khusyuan sholat magribku. Salah seorang diatara mereka berujar "...itu si Jasaraharja...dia juga masih terpilih sebagai menteri...". Dan sayapun nyaris saja tertawa di raka'at kedua, barangkali yang dimaksud si bapak itu : Hatta Rajasa, menteri kordinator bidang perekonomian, Kabinet Indonesia Bersatu II, yang baru dilantik siang ini oleh Presiden SBY. Nah kalau Jasaraharja itukan perusahan asuransi..hehehe...
Untuk mengingat nama-nama menteri di jaman sekarang ini, sepertinya tak semudah jaman saya kecil dulu, ketika nyaris semua menteri di kabinet pembangunan-nya Soeharto sudah dihafal luar kepala. Mulai dari Harmoko, Moerdiono, Habibie, Sudomo, Cosmas Batubara dan lain-lain. Dan bukan hanya menghafal nama, tapi juga mengingat ciri khas dari para menteri, seperti menteri penerangan Harmoko yang kalau bicara selallu ada kata " menurut petunjuk bapak presiden ", atau menteri sekretaris negara Moerdiono, yang kalau bicara selalu ada kata " Eee....Eeee...Eee...". dan membuat para wartawan harus sabar menunggu, apa inti komentar yang ia berikan.
Masa kanak-kanan saya, sekitar tahun 80-an hingga awal 90-an, semua nama-nama penting di kekuasaan selalu cepat diingat, apalagi bagi anak-anak sekolah dasar seperti saya, pada masa dimana hegemoni negara begitu kuat, maka selain menghafal butir-butir pancasila dan pembukaan UUD 45, menghafal nama-nama menteri di jaman Soeharto juga adalah "kewajiban" seluruh anak-anak Indonesia. Kadang bila dalam pelajaran di kelas, ada perasaan seperti dianggap tolol, jika tak bisa mengingat nama salah satu menteri yang ditanya oleh bapak-ibu guru.
Sekarang tentu sangat jauh berbeda, ketika reformasi menggedor-gedor setiap pintu kekuasaan, menghafal nama-nama orang berkuasa di negeri ini bukan lagi suatu kewajiban. Bila diharuskan menghafal, barangkali anak-anak sekolah dasar akan kerepotan, sebab buku pelajaran sekolah barangkali tak lagi mencantumkan nama-nama menteri seperti dulu, dan dinding-dinding kelas mulai jarang dihiasi foto-foto para menteri dengan jas dan kebaya yang rapi.

*****

Siang ini para menteri terhormat yang dipilih oleh Presiden SBY baru saja dilantik. Masyarakat akhirnya tahu, kepada siapa saja kelak mereka titipkan harapan-harapan yang kian menumpuk dalam lemari kepala mereka. Harapan tersedianya lapangan pekerjaan, harga-harga yang terjangkau, ataupun harapan tentang biaya sekolah dan rumah sakit yang bersahabat dengan mereka.
Obrolan-obrolan pinggiran sekelompok bapak-bapak di teras masjid itu barangkali hanya akan menjadi sekedar obrolan, segera akan hilang dibawa angin begitu mereka pulang kerumah masing-masing, dan yang tertinggal hanya sesuatu yang berbentuk kecemasan dalam kepala mereka. Tapi sesungguhnya obrolan-obrolan pinggiran seperti itu, adalah suara jujur yang tulus dari rakyat, suara yang berdendang tentang kerinduan, pada sesuatu bernama kesejahteraan untuk semua....

Makassar, 22 Oktober 2009 - 19.00 wita

Esmeralda

Selasa dan rabu. Dua hari itu, dalam setahun terakhir telah menjadi hari keramat bagi saya, tentunya tanpa bermaksud mengabaikan hari jumat...hehe...:D. Selasa-rabu itu libur kerja, karena itu ia menjadi hari yang selalu saya tunggu-tunggu setiap minggunya. Bila libur tiba, selalu saja menyenangkan, apalagi setelah saya memiliki sebuah tempat pulang dalam arti yang sebenarnya.
" Pulang ke Pak Semut dan Pak Laba-laba " begitu kau menyebut rumah kecilku itu. Memang mereka selalu menjadi tuan rumah sementara, bila saya pergi dan tak pulang berhari-hari. Bahkan dulu, kami selalu berebut lahan di dalam rumah. Tapi sekarang sepertinya antara saya dan mereka telah terbangun sebuah kesepahaman, tanpa perlu perundingan, apalagi harus dimediasi pihak-pihak tertentu.
Kini, mereka tak lagi membangun sarang di depan pintu kamarku, dan sayapun dengan senang hati meninggalkan sekerat roti di sudut ruangan untuk keluarga pak Semut dan teman-temannya bila saya akan pergi dalam waktu lama. Kecuali untuk Om Tikus, maaf, saya tak ingin membuka hubungan diplomatik dengan mereka, apalagi setelah cas HP dan juga sabun mandi-ku digerogoti hingga tersisa separoh.
Seingatku, mulai dari jaman kuliah sampe kerja, kamar kost atau rumah, lebih banyak berfungsi sebagai tempat penitipan barang. Makanya saya jarang mengoleksi benda-benda, atau sesuatu untuk disimpan dan dipajang di kamar, sebab saya tak punya banyak waktu untuk menjaganya.
Tapi kini saya selalu rindu rumah, hampir tiap hari saya pulang, senang rasanya melihat langit-langit kamar di rumah sendiri. Juga menata barang-barang yang selama ini hanya saya simpan didalam gardus dan lemari. Nanti...seperti yang pernah kita perbincangkan, pak Semut dan Pak Laba-laba akan disulap menjadi Esmeralda, persis seperti yang kita lihat pada gambar dibrosur perumahan itu. Hhmm...saya masih menyimpan denah-denahnya, berharap ia akan segera mewujud, dan kita tak perlu menunggu terlalu lama...:)

" selasa-rabu ini saya tak pulang kerumah...saya baru saja tiba di kota-mu. Sore ini, sambil menantimu pulang, saya akan singgah menonton senja ditaman kota, dekat sebuah patung gubernur yang berdiri gagah menghadap jalanan ramai......"


Surabaya, 13 Oktober 2009 - 16.00

bunga-bunga hujan...

September ini akan segera usai, dan barisan mimpi-mimpi itu masih menggantung di langit-langit rumah, ia seperti hiasan kertas warna-warni yang dipasang untuk perayaan ulang tahun seorang bocah. Ramai, ceria, penuh kejutan, tapi juga kadang pantulan warna-warnanya membuat pandangan menjadi silau, juga sekaligus diam-diam mengundang gerah bila ia dibiarkan lama-lama padahal pesta telah usai.
September ini saya lalui dengan sedikit banyak gundah, campur aduk seperti hiasan kertas warna-warni di langit-langit rumah itu, meski begitu, diam-diam rasa cemas itu tetap ku bungkus rapat-rapat, dan berharap kau tak akan pernah menemukannya dalam garis-garis wajahku. Kalaupun kau telah melihatnya dalam mataku, tak perlu ikut-ikutan cemas, biarkan saja ia menjadi milikku, sebab saya tak pernah ingin membagi sesuatu yang berbentuk "kecemasan" kepadamu, seberapa kecilpun itu.
Sebentar lagi September ini akan pergi, dan bulan-bulan berikutnya akan dipenuhi dengan bunga-bunga hujan yang tumbuh di halaman rumah. Saya berdoa...bila nanti ia merekah, semoga saja kita bisa selalu melihatnya dari jendela yang sama....

Makassar, 26 September 2009 - 11:00

satu waktu

Satu waktu lagi terlewati..
360 bulan, 10.950 hari, 262.800 jam dan 15.768.000 menit, dan 946.080.000 detik dari setiap tarikan nafas, dan juga nikmat hidup yang telah diberi.
Semoga saya tak pernah menjadi orang-orang yang lupa untuk terus bersyukur....

Makassar, 25 september 2009 - 00:00

bab menjaga hati

Pagi ini saya berupaya tidak tidur lagi setelah bangun subuh, masih dengan sisa-sisa kantuk yang tak mau pergi dari kelopak mata. Saya mencoba melewati detik demi detik jam tugas piket ini, sampai nanti berakhir usai siaran kabar petang.
Ramadhan ini memang membuat siklus tidur dan metabolisme tubuh melenceng jauh dari kebiasaan. Tapi bagusnya, hingga hari ke 23 ramadhan ini, saya selalu merasa baik, bahkan sangat baik, meski dengan garis-garis hitam terlukis norak pada dua kelopak mata, yang selalu membuatku kerepotan menghapusnya jelang tugas siaran berita.
Ini bulan baik, hanya datang setahun sekali, dan sebentar lagi akan segera pergi. Saya sedang menghitung ulang, seberapa besar rasa syukur yang saya punya, juga seberapa banyak noda hitam pada hati yang sudah saya bersihkan.
Rasanya bab "menjaga hati" ini selalu menjadi bagian yang paling sulit dalam kitab kehidupan setiap manusia. Saya percaya, bahwa segala kebaikan atau kejahatan, akan selalu bermula dari seberapa tekun kita merawat hati.
Sampai detik ini, dalam peperangan menjaga hati, saya merasa masih saja selalu kalah berkali-kali.Masih sering kurang ikhlas, masih suka berburuk sangka, masih suka membicarakan hal-hal yang tidak penting, masih membiarkan dendam tersimpan lama-lama, masih suka menghitung dan mengingat kebaikan sendiri.....

Makassar, 13 september 2009 - 09.00 wita

[ ....... ]

"....bila September ini usai...
dan kita nanti tak perlu sedu sedan lagi..."


Makassar, 5 September 2009 - 16.30

ramadhan ke 11

Sebentar lagi ramadhan, bulan yang sangat suci ini selalu menjadi alat ukur bagi saya dalam banyak hal. Tentang seberapa besar kadar kesholehan yang masih tersisa, tentang seberapa banyak noda-noda hati yang mesti saya bersihkan, dan juga tentang seberapa lama saya telah pergi meninggalkan rumah.
11 tahun yang lalu, seingatku itu terakhir kali saya bertemu ramadhan dirumah. Saya tak bisa lagi menyusun ingatan-ingatanku secara utuh, setidaknya tentang bagaimana rasanya sahur disatu meja bersama ayah dan juga almarhumah ibu. Sejak merantau ke Makassar, setiap malam pertama sahur, saya selalu rindu dengan suasana jelang imsak di ruang makan itu. Jarum jam yang dimajukan 10 menit supaya tidak terlambat sahur, ayah yang selalu memberi peringatan kalau imsak sudah dekat, dan sirene siaran radio RRI Ternate yang meraung-raung ribut jika imsak telah tiba.
Pengumuman resmi pemerintah menetapkan 1 ramadhan jatuh pada hari sabtu besok. Tapi hari ini saya sudah mulai berpuasa, bukan ingin mendahului para ulama, hanya saja ada satu hutang puasa ramadhan lalu yang belum saya lunasi.
Kepada semua orang yang ada di sekelilingku, dalam setahun ini pasti banyak salah dan lupa. Saya mohon dari hati yang paling dalam, semoga dibuka semua pintu maaf, biar hati kita kian bersih dan lapang melalui bulan yang penuh rahmat ini, marhaban ya ramadhan....

Makassar, 21 Agustus 2009 - 05.00 dini hari

ulang tahun

banyak doa kebaikan saya kirim hari ini...selamat ulang tahun...
yang ke 67 untuk ayah, dan yang 64 untuk republik ini...:)

Makassar, 17 Agustus 2009 - 07.00

purnama di pucuk siklop

Beberapa hari yang lalu, di Timika, saya melihat melihat seorang perempuan dan dua bocah laki-laki menangis diatas peti jenazah seorang prajurit brimob, yang tewas dalam operasi penumpasan kelompok kriminal bersenjata di PT. Freeport. Saya mengenal sosok dalam peti jenazah itu. Perempuan itu kehilangan suami, dua bocah itu kehilangan ayah, dan sayapun telah kehilangan seorang sahabat.
Kemarin siang, di sebuah rumah di Sentani Jayapura, saya juga melihat seorang laki-laki, bersama dua putrinya, bersimpuh didepan dua peti jenazah. Laki-laki itu kehilangan anak dan istri, dan dua bocah perempuan itu telah kehilangan ibu dan juga saudara.
Saya tak mengenal keluarga itu, tapi saya merasakan betapa kesedihan menyelimuti rumah itu. Mereka adalah salah satu dari keluarga korban jatuhnya pesawat merpati di pegunungan bintang Papua yang tengah berduka.
Pekerjaan ini sering membuat saya bertemu dengan banyak kesedihan, air mata dan juga amarah. Saya berdoa untuk mereka yang telah kehilangan ayah, ibu, saudara dan juga sahabat. Semoga Allah memberikan banyak ketabahan dan juga kekuatan pada mereka...amien..

" ...Dan malam ini, saya melihat purnama yang bertengger indah diatas pucuk gunung Siklop Sentani. Purnama dengan bulatan yang nyaris sempurna itu, sedikit menghapus penat 26 hari menjelajahi tanah Papua, juga membuat saya merasa dikepung rindu. Saya mengingatmu dalam-dalam, juga doa-doa yang selalu kita ucapkan di ujung malam. Semoga Allah selalu menjaga kita hingga tua dan renta, sampai kita tutup usia nanti..."

Sentani-Jayapura, 9 Agustus 2009 - 20.00

pesan yang tak pernah sampai

Malam itu ia menelponku, dengan semangat ia bercerita tentang baku tembak yang dialaminya, saat kelompok bersenjata tak dikenal menyerang rombongan patrolinya di mil 54 PT.Freeport beberapa hari lalu. "kau bayangkan mukaku yang hitam ini, menjadi putih saat mobilku diberondong senjata dari arah hutan..." katanya sambil tertawa. Sayapun tertawa, membayangkan kejadian menegangkan itu kok seperti sebuah cerita lucu baginya.
Sebelum menutup telpon ia berjanji, besok pagi jika sudah kembali berpatroli di kawasan pertambangan itu, ia akan mengirimkan kabar via SMS padaku, tentang perkembangan situasi keamanan di kawasan tersebut. Sebenarnya saya ingin menemuinya, tapi sepertinya ia terlampau sibuk dengan tugas pengamanan di perusahan tambang Amerika itu. Setelah dalam beberapa hari terakhir kawasan itu kerap di serang kelompok bersenjata tak dikenal.
Saya mengumpulkan sisa-sisa ingatan, coba menerka-nerka, seperti apa wajahnya sekarang, setelah 11 tahun tak pernah bertemu muka, apakah ia masih setambun dulu? saat berlalu-lalang di koridor sekolah dengan seragam polisi keamanan sekolah yang ia banggakan. Saya berharap bisa bertemu muka dengannya, dan membanding-bandingkan, antara seragam polisi keamanan sekolahnya dulu dan seragam Brimob yang sudah ia kenakan saat ini. Tentunya ia akan jauh lebih terlihat gagah.

*****

Kemarin pagi, begitu tiba di Polres Timika, saya mengrim SMS padanya, bertanya perkembangan terbaru di jalur rawan tersebut. Saya juga menanyakan kebenaran informasi kecelakaan mobil patroli di mil 45 PT.Freeport, yang menewaskan satu anggota Brimob. Tapi hingga siang hari SMS itu tak ada balasannya. Saya menunggu, mencoba menelpon, tapi tak bisa tersambung, barangkali ia terlampau sibuk berpatroli.
Tapi tak lama setelah itu, radio polisi di pos jaga Polres Timika mengirim kabar, meminta bantuan ambulans, juga melaporkan nama dan pangkat dari anggota Brimob detasemen B Timika Papua, yang tewas dalam kecelakaan di mil 45.
Laporan di radio polisi itu membuat saya lemas, tak bisa berkata apa-apa lagi, saya akhirnya mengerti, kenapa SMS-ku itu tak pernah ia balas....ah, gemetar jari-jari ini, saya benar-benar sedih, tak tahu,bagaimana caranya menulis berita tentang kematian teman sendiri....

Timika, 23 Juli 2009 - 10.00 wit

"....duka mendalam untuk Brigadir Ismail Toduho, yang meninggal dunia dalam kecelakaan mobil patroli di Mil 45 PT. Freeport, semoga Allah memberimu tempat terindah di nirwana. Saya akhirnya berhasil menemuimu di kota hujan ini, meski tak bisa sedikitpun melihat wajahmu, hingga pesawat pagi itu menerbangkanmu ke Tidore, ketempat peristirahatan terakhirmu...selamat jalan kawan...."

tentang senyuman

Saya tak pernah melihat senyuman seperti itu, ia tersenyum seperti seseorang yang sakit karena menjadi orang yang terlupakan, juga karena ditinggal pergi sahabat-sahabat yang berkhianat dalam perjuangan. Wajahnya murung, meski saat bicara ia selalu berusaha bersikap secara wajar. Sinar matanya terlihat lelah, juga menyimpan kekecewaan yang teramat dalam.
Saya menaruh hormat kepada laki-laki bugis itu, terlepas dari semua penilaian berbeda dari orang-orang yang melihat sosoknya dari sisi yang lain. Tapi saya menaruh harapan besar pada gagasan-gagasannya, juga pada komitmennya pada kemandirian dan bagaimana membangun jati diri bangsa yang jauh lebih bermartabat. Bukan sebuah pemerintahan yang suka mengemis pada ketiak bangsa asing.
Setidaknya seperti itulah pilihan politik saya, dan saya menghormati mereka yang punya pilihan berbeda, sekalipun pilihan politik saya menempatkan saya pada urutan paling minor dalam kalkulasi demokrasi. Toh, Tuhan juga tidak pernah melihat kebenaran berdasarkan suara terbanyak.
Kemarin ia bilang akan pulang kampung, mengurus sekolah, masjid dan juga perdamaian. Jika proses demokrasi ini tak membawanya pada tempat yang ia inginkan. Saya pikir niat seperti itu akan jauh lebih mulia nilainya. Pulanglah pak.., kami tunggu....:)

Makassar, 9 Juli 2009 - 13.30 wita

permintaan cerai

Tegar, bocah berusia empat tahun itu, terbaring lemas karena kaki kanannya baru diamputasi hingga mendekati lutut, oleh tim dokter RSUP Soedono Madiun. Sebelumnya, pada suatu siang yang sunyi di rumahnya di Mejayan Madiun Jawa Timur, tanpa sepengetahuan anggota keluarga yang lain, diam-diam Tegar di gendong ayah tirinya Puryanto, dan membawanya ke pinggiran rel kereta api.
Dibantaran rel kereta itu, Puryanto kemudian meletakkan kaki kanan bocah itu diatas rel, dan membiarkan kereta api Bangun Karta jurusan Jakarta Jombang yang lewat menggilas kaki bocah malang tersebut. Tegar, bocah itu se-tegar namanya, setelah peristiwa tragis itu, ia masih sanggup merangkak menuju rumah hingga ditolong oleh keluarganya yang lain.
Saya terhenyak membaca naskah berita Nur Salam, kontributor Madiun Jawa Timur di email korlip siang ini. Puryanto ayah tiri Tegar, melakukan tindakan biadab itu karena kesal setelah istrinya minta cerai. Arrgghh...saya tak habis pikir, ada apa dengan kita? ada apa dengan Puryanto?. Bisakah ia membayangkan bagimana sakitnya bila kaki dilindas kereta api?. Seberapa sakitkah luka hati Puryanto karena cintanya ditampik sang istri?.
Betapa sederhananya alasan Puryanto, sampai ia tega melakukan perbuatan se-keji itu, meletakkan kaki bocah empat tahun diatas rel hingga dilindas kereta api...hanya karena kesal diminta cerai sang istri?...gggrrrrr...

Makassar, 6 Juli 2009 - 14.30 wita

anak-anak muda tehran

Penghujung Juli 2007, disebuah kawasan perbelanjaan di kota Tehran Republik Islam Iran, sekelompok anak muda mencegatku, saya sedikit cemas, sepertinya ada gelagat yang kurang baik. dan saya mulai menyesali kenapa harus berpisah diam-diam dari rombongan.
Tapi kecemasanku segera mereda, rupanya mereka hanya ingin tahu dari mana saya berasal, dan kenapa saya membawa kamera. Lalu dengan bahasa inggrisku yang pas-pasan saya menjelaskan, bahwa saya dari Indonesia, negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, saya datang untuk meliput pagelaran delegasi kebudayaan Indonesia di Tehran.
Mereka bertanya lagi, apakah saya tahu Mahmoud Ahmadinejad?. Dan saya bilang, sebagian besar orang Indonesia suka Ahmadinejad. Presiden Iran itu, Ia adalah sosok sederhana, dan simbol perlawanan bagi keangkuhan negara adidaya seperti Amerika Serikat. Saya menyimpan foto Ahmadinejad, saat ia sholat diatas trotoar jalanan, juga ketika ia tertidur pulas diatas karpet dengan sebuah selimut sederhana. Tapi tanggapan anak muda itu justru terdengar aneh bagi saya, mereka tidak menyukai Ahmadinejad.
Pada seorang teman asal Makassar yang kuliah di Iran, saya ceritakan perbincangan saya dengan anak-anak muda itu. Saya ingin penjelasan, kenapa ketika saya dan jutaan orang di Indonesia begitu kagum dengan sosok Ahmadinejad, anak-anak muda Iran itu justru membenci Ahmadinejad. Menurut temanku itu, yang tidak menyukai Ahmadinejad adalah mereka yang tidak lagi tersentuh dengan semangat revolusi Islam Iran. Banyak diantara mereka adalah kaum muda Iran yang tinggal di wilyah perkotaan.
Saya mulai mengerti. Di kota Qum, kota suci kaum Syiah di Iran, sekitar dua jam perjalanan dari ibu kota Tehran, saya melihat orang-orang bersorban dan berkerudung panjang di jalan-jalan kota. Tapi di ibu kota Tehran, anak-anak mudanya, seperti anak-anak gaul kota besar pada umumnya, yang mungkin saja merindukan sebuah kehidupan baru yang jauh lebih liberal.

*****

Dua hari ini di kabar petang, topik utamanya adalah kisruh pemilu di Iran yang diwarnai gelombang demonstrasi besar kelompok oposisi yang kalah dalam pemilu. Unjuk rasa itu menewaskan sejumlah orang dan memicu bentrokan antara pendukung Ahmadinejad dengan pendukung calon presiden yang kalah, Mirhossein Mousavi.
Mahmoud Ahmadinejad, presiden yang sederhana dan bersahaja itu memenang mutlak dalam pemilu Iran. Para pemimpin spiritual di Iran seperti Ayatollah Khomeini telah menyatakan dukungannya pada Ahamdinejad, dan mengecam barat yang dianggap bermain dibalik kekisruhan pemilu Iran. Menurut berita, para penentang Ahmadinejad adalah kaum muda Iran, yang banyak berbasis di wilayah perkotaan. Media-media barat menyebut mereka sebagai kaum reformis.
Hhmmm...saya teringat perbincangan singkatku dengan anak-anak muda di Tehran itu. Ketika Amerika dan juga negara-negara barat yang tak pernah berani menentang Iran dengan perang terbuka seperti yang telah mereka lakukan di Iraq, saya rasa anak-anak muda inilah sasaran empuk mereka, sebuah perang baru dari barat yang lebih bersifat ideologis...

Makassar, 23 Juni 2009 - 20.40

di kota ini

Minggu siang ini sedikit lengang, belum ada yang lumayan menarik untuk ditawar di meja producer, supaya bisa lolos dirundown program berita, misalnya yang menyangkut dengan hajat hidup orang banyak. Sejak malam hingga jelang sore ini, yang ramai adalah perang antar kelompok warga disejumlah sudut kota.
Tawuran lagi, sudah tentu ada batu, busur dan juga badik yang menghunus. Dan saya tak ingin menceritakan kabar seperti ini lagi kepadamu, apalagi setelah kau bertanya : "apa yang membuatmu betah tinggal di kota yang selalu ramai dengan keributan warga?".
Kota ini tak seburuk yang engkau lihat di televisi. Saat pertama kali saya menjejakkan kaki disini, dengan setumpuk pakaian, dan berlembar-lembar foto copy ijazah SMA, sayapun berpikir sama denganmu, tentang banyak hal yang mesti saya cemaskan bila ingin menyambung nasib di kota ini. Tapi waktu kemudian membuat saya belajar banyak hal, juga memahami banyak hal, yang menurutku hanya akan kau mengerti bila kau tinggal disini.
Dulu 11 tahun yang lalu, saat pertama kali saya tiba disini, seseorang pernah bilang seperti ini : " ...tak perlu terlalu cemas,seperti inilah kami, disini kami membangun persaudaraan abadi dengan cinta dan juga sedikit keras kepala.... "

Makassar, 21 Juni 2009 - 17.00

[...radio polisi di sudut ruangan itu masih berteriak, minta perkuatan personil, tawuran antar kelompok pemuda di kawasan Rappocini yang berlasung dini hari tadi kembali pecah...]

kereta malam

Sebentar lagi kereta malam Sancaka ini, akan membawaku pulang ke kotamu. Dan seperti saat pertama kali menemuimu, saya masih saja tak punya cukup nyali untuk menatap lekat-lekat kedua mata indahmu.
Kau tak perlu menjemputku kali ini, istirahatlah, sebab besok masih banyak janji yang harus kita selesaikan, juga banyak kisah yang ingin saya ceritakan...

Kereta malam Sancaka Jogja-Surabaya, 13 Juni 2009 - 19.30

para pejalan

Sore itu, seorang laki-laki tua penjual kue keliling menurunkan pikulan dagangannya, diteras sebuah mesjid kecil dekat jalan pahlawan. Laki-laki tua itu sama seperti saya, kami adalah para pejalan kelelahan yang singgah beristirahat, juga sekaligus memenuhi panggilan sang pemilik kehidupan.
Tapi perbedaan paling mecolok dari saya dan laki-laki tua itu adalah, saya yang akhirnya terdampar di salah satu sudut kota buaya dan hiu ini, sebagai bagian dari niat menyusuri bumi Allah lainnya, yang dulu hanya bisa saya liat pada peta. Juga sebuah perjalanan untuk mencari sesuatu yang saya sebut sebagai pertanda bagi takdir saya sendiri. Perjalanan yang akhirnya bisa saya lakukan setelah saya merasa sedikit lapang untuk menjalani petualangan sederhana seperti ini. Sementa ia singgah karena kelelahan menyambung nasib sebagai penjual kue keliling.
Usai sholat ashar, laki-laki tua itu merebahkan diri di teras mesjid. Saya menawarkan sebatang rokok, dan ia menolaknya dengan santun. Sudah pasti ia kelelahan menyusuri sudut-sudut kota, mengikuti jalan takdirnya sebagai penjual kue keliling. Saya melihat kue-kue dagangannya belum juga habis, masih tersisa, dan saya membayangkan ada sejumlah orang yang menantinya pulang sore ini dengan uang jualan kue yang tak seberapa itu.
Saya menunduk hormat padanya, saya belajar tentang bagaimana seharusnya menjadi orang yang tak pernah putus bersyukur atas apa yang telah dimiliki, sesederhana apapun itu. Langit-langit kota ini mulai diselumuti cahaya senja yang jingga, saya akhirnya meninggalkan laki-laki tua itu tertidur lelah di teras mesjid.
Seperti kemarin, saya selalu bahagia melihat senja disini,karena saya tahu sebentar lagi kau akan pulang. Saya memilih jalan kaki saja. Saya akan menunggumu di tempat biasa, dimana kita selalu menundukkan kepala dalam-dalam, berdoa untuk potongan-potongan mimpi yang kita kumpul setiap hari.

Surabaya, 10 Juni 2009 - 18.00

manohara

Ia berpidato di televisi pagi ini, sebagai pemimpin tertinggi di negeri berpenduduk 200 juta, barangkali ia berpikir perlu angkat bicara tentang kasus penyiksaan model cantik asal Indonesia, Manohara Odelia Pinot, oleh mantan suaminya, seorang pangeran dari negera bagaian Kelantan Malaysia.
Sebentar lagi pemilihan presiden, tapi saya tak ingin mencurigai niat baiknya berkomentar tentang Manohara, mungkin saja ia berbicara atas nama harga diri kebangsaan yang sudah terlalu sering dilecehkan oleh negara tetangga itu. Apalagi kasus Manohara sedang ramai menjadi perhatian publik, dan media di Indonesia memberikan porsi yang lumayan istimewa tentang Manohara.
Pagi ini, saya teringat dengan ribuan perempuan TKI yang tengah mengadu nasib di Malaysia. Banyak diantara mereka yang mengalami perlakuan sangat sadis dari majikannya, lalu pulang dalam kondisi cacat atau dengan gangguan mental akibat trauma. Bahkan tak sedikit yang akhirnya pulang ke tanah air dalam keadaan terbungkus dalam peti mati.
Mereka bukan siapa-siapa, hanya perempuan-perempuan biasa yang nekat merantau demi kepulan asap dapur di kampung halaman. Kalaupun mereka dianiaya di perantauan, kepulangan mereka-pun nyaris tidak terdengar, tidak disambut dengan serangkain konferensi pers dan kilatan lampu para wartawan infotaiment. Juga tentunya dengan pidato khusus dari istana kepresidenan...

Makassar, 3 Juni 2009 - 07.00

jendela

Hari kesembilan, saya masih duduk manis dikursi panas ini. Teman sekantor ada yang cuti, jadinya memang harus begitu, harus siap untuk "konser tunggal" tanpa ada jeda komersial sedikitpun hehe.., memang sedikit melelahkan, tapi saya selalu menikmatinya. Setidaknya, dengan begini, saya bisa lebih sering menemuimu dari kotak kecil ajaib ini.
Siang ini saya menemukan beberapa catatan-catatan lama waktu kuliah dulu, salah satunya kuliah komunikasi antar pribadi, tentang empat jendela perilaku manusia . Luft dan Ingham menjelaskannya dalam sebuah teori yang mereka sebut dengan Johari Window. Secara sederhana mungkin bisa dijelaskan seperti ini, jika kita mengimajinasikan perilaku manusia ibarat sebuah rumah yang dilihat dari beberapa jendela :

Saya dan anda tahu rumah serta isinya (Terbuka)
Saya tak tahu dan anda tahu rumah serta isinya (Buta)
Saya tahu dan anda tidak tahu rumah serta isinya (Tertutup)
Saya dan anda tak tahu rumah serta isinya (Gelap)

Seperti rumah dengan banyak jendela diberbagai sisi, mungkin saja ada yang tidak terlihat oleh salah satu diantara kita, apalagi jika kita berdiri pada jendela yang berbeda, sudah tentu cara pandang kita melihat dunia dari rumah ini akan berbeda pula.
Tidak ada yang salah dari sisi manapun kita melihat. Saya selalu yakin, bahwa kebenaran hakiki hanya milik Allah, sedangkan kebenaran versi manusia, akan selalu memiliki banyak sisi. Itulah sebabnya kenapa kita harus selalu saling bicara, juga saling mendengar....

Makassar, 25 Mei 2009 - 15.00

malam

tidurlah...malam ini barangkali lebih lama dari yang kita kira
teruslah berdoa...sekalipun gundah itu masih menderu-deru

Makassar, 17 Mei 2009 - 02.00

subuh

Pesan pendekmu sudah saya terima, tepat saat malam mulai mendekati tepi pagi, dan semburat cahaya putih telah lurus tegak ke langit. Terima kasih, telah mengingatkanku, untuk segera mengemas sisa-sisa mimpi, dan meletakkannya diatas sajadah.
Subuh ini saya berdoa, semoga potongan-potongan mimpi yang selalu kita kumpul setiap hari, bisa secepatnya menjadi utuh. Maaf, bila selalu membuatmu terjaga, karena hampir separuh dari malam-malammu selalu kubawa singgah kerumahku...

Makassar, 9 Mei 2009 - 05.00 dini hari

hening...

"...tak perlu berkata apa-apa, tak harus tergesa-gesa
bukankah kita lebih suka, bila semuanya tetap menjadi doa dalam hening ?"

Makassar, 30 April 2009 - 03.20

pintu kemana saja...

Petang ini lumayan ngantuk, gara-gara film di HBO semalam, saya baru bisa tidur saat jam menunjukkan pukul 03.00 dini hari, dan bangun pagi-pagi sekali. Padahal sampai film itu berakhir, saya bahkan tak tahu apa judul filmnya, saat menontonnya ceritanya sudah berjalan separuh. Tentang beberapa orang yang terperangkap dalam badai salju berkepanjangan, dan dimangsa oleh sekelompok makhluk semacam drakula.
Sebenarnya tadi saya ingin rebahan barang sebentar, tapi jam siaran petang sudah dekat, sulit juga rasanya memejamkan mata. Hari ini belum ada berita yang terlalu ramai, selain pelaksanaan ujian akhir siswa SMP dan perkembangan terbaru rekapitulasi suara pemilu yang ricuh dimana-mana. Betapa pesta demokrasi ini, sungguh menguras banyak biaya dan juga tenaga.
Saya juga mulai bingung melihat perabotan lenong itu, kemarin pas siaran kabar siang, seorang sahabat nun jauh disana bilang : " blush on-nya gak rata mas...:D ". Waah,jangan bilang-bilang hehe.., sebenarnya saya sudah menyadari kalau ini gak rata, cuman sampai detik ini saya belum berhasil memperbaikinya, saya selalu kelimpungan setiap memulai ritual-ritual menjadi "bentjong" setiap jelang siaran.
Tadi juga di kabar siang, sepertinya news room Jakarta lagi banyak masalah, tiba-tiba saja tanpa aba-aba, saya disapa Tika dan Reza untuk bacakan berita Biro Makassar. " sori, rundown lagi akrobat neh..." kata Riki di panel Jakarta. Untung saja di depanku sudah ada naskah, kalau tidak, maka seperti biasa, saya harus ikhlas terlihat blo'on dilayar televisi.
Hhhfff..sebenarnya saya tak tahu harus menulis apa, jadi saya tulis apa saja yang terjadi sepanjang hari ini. Saya masih memikirkan perbincangan-perbincangan kita, dijendela maya ini, sepanjang siang tadi. Btw, seandainya ada Doraemon dengan kantong ajaibnya disini, usai siaran petang ini saya ingin ketempatmu, mecoba telur dadar gosong yang kau maksud..:)

Makassar, 27 April 2009 - 19.15

nomor cantik

dua sms masuk, dengan pesan yang sama, pada dua nomor berbeda di handphoneku siang ini, sebuah pesan yang sangat pendek :

" ini nomor hp ayah yang baru "

sender:
08134010xxxx
sent:
25-Apr-2009
13:04:09

Hhmm...ayah akhirnya mengganti nomor hanphone-nya, setelah kemaren mengeluh hapenya dipakai para ponakanku kirim sms-sms dukungan di acara tv. Ia kerepotan menerima balasan-balasan sms dari para operator seluler.
Saya sudah bilang sama ayah, tak perlu diganti nomornya, tinggal ketik UNREG, lalu kirim kembali ke seluruh operator-operator selular itu. Tapi sepertinya ia terlanjur bingung, barangkali matanya yang mulai kabur itu makin lelah membaca sms-sms yang selalu saja masuk.
Ah, mungkin ayah lupa, dulu, tak lama setelah ibu meninggal, dengan bangga ia pernah berkata padaku sambil memamerkan kartu perdana sebuah operator seluler..
" perhatikan nomor ayah ini, ini nomor cantik, budi tau apa artinya?, angka 07 dan 12 diujung nomor ini, itu melambangkan hari dan bulan kelahiran ibu...".
Awalnya saya bingung melihat kombinasi angka-angka pada kartu perdana itu, tapi saya telah mengerti, kenapa ayah menyebutnya dengan nomor cantik. Saya hanya tersenyum, tak bisa berkata apa-apa, sebab ada sesuatu yang tersekat ditenggorokanku...mataku berkaca-kaca, dan saya tak mau ayah melihatnya...

Makassar, 25 April 2009 - 14.00

tentang doa-doa

katamu :
" saya malu pada Allah, bila sholat, doaku selalu lebih khusyu daripada sholatku sendiri. Betapa egoisnya saya, selalu meminta macam-macam, padahal saya belum bisa menunaikan seluruh kewajiban-kewajibanku kepada-Nya."
kataku :
" jangan pernah berhenti berdoa, bukankah hanya kepada Allah kita pantas meminta , dan hanya kepada-Nya kita berserah diri. Sebab kita hanya setitik debu dari semesta yang maha luas ini."

[...ingatkah kau, beberapa hari ini, kita nyaris menghabiskan separuh malam, bercerita tentang Tuhan, tentang doa-doa yang selalu kita panjatkan, juga tentang rasa cemas yang kerap menari-nari di ujung hati...]

katamu :
" saya ingin punya rumah di dekat masjid "
Kataku :
" saya ingin sholat di rumah, sebagai imam, dan makmumnya adalah istri dan anak-anakku "

[...tahukah kau, bahwa kita tak pernah bertemu muka, bahkan tak pernah saling mendengar suara. Tapi saya merasa seperti telah lama mengenalmu...]

Makassar, 24 April 2009 - 22.00

handphone

Akhirnya saya berhasil menelponnya, hari senin, pukul 10:30 wita, setelah berhari hari handphonenya tak pernah aktif. Kadang hal seperti ini sering membuatku cemas, juga sedikit kesal. Sebab untuk bisa berbicara dengannya, sayapun nyaris mengabsen satu persatu orang dirumah yang punya handphone.
Biasanya ia suka meninggalkan handphonenya di atas meja kamar, lalu pergi jalan-jalan menengok cucu-cucu kesayangannya, atau pergi menghabiskan waktu di pasar dekat rumah. Padahal handphone itu, saya belikan supaya bisa melepas rindu padanya, sebab diantara kami berlima, hanya saya yang terpisah jauh dari rumah...
Lalu, pada pembicaraan ditelpon tadi, kami saling berlomba-lomba menanyakan kabar, "alhamduliah, ayah baik-baik saja,...hape-nya sengaja ayah matikan, soalnya cucu-cucu ini suka mengirim sms di acara tv, jadinya ayah pusing liat sms yang banyak masuk di hape..." begitu katanya.
Hehehe...lucu juga, pasti ponakan-ponakanku yang lucu-lucu itu, memakai handphone ayah untuk mengirim sms dukungan pada idola cilik mereka, atau sms-sms gaul lainnya yang selalu di iklankan di tv. Mereka pernah bilang ke saya, kalau handphone ayah itu banyak pulsanya, soalnya jarang di pakai :).
Sudah tentu ayah akan pusing dengan balasan sms yang bertubi-tubi dari para operator selular itu, apalagi setahuku ayah cukup kerepotan bila harus membaca huruf-huruf sms yang kecil.
Dulu...waktu almarhumah ibu masih ada, biasanya ia suka memprotes kami yang ingin membelikan handphone buat ayah. Alasan ibu, telpon rumah sudah cukup, tidak terlalu merepotkan pengoperasiannya. Tapi kata ayah, handphone itu penting, supaya ia bisa selalu dihubungi, kapan dan dimana saja. Meski pada kenyataannya, setelah memiliki handphone, ayah lebih sering meninggalkannya di meja kamar....

Makassar, 20 April 2009 - 12.00

kabar pemilu

Berikut beberapa berita pemilu yang dibawakan dari biro Makassar seminggu ini...:

parepare 14 april 2009
judul : sembilan rumah warga dibongkar caleg
rep/cam : rusli djafar
slug : pre_rd_bongkar rumah
gambar : terkirim 3 file via korlip@tvone/naskahdaerah

lead :
korban kemarahan caleg yang di duga gagal dalam pemilu terus bertambah di kota parepare/ sulawesi selatan// setelah caleg partai bulan bintang/ kini giliran tim sukses caleg dari partai keadilan sejahtera/ pks/ membongkar sembilan rumah warga// tim sukses caleg tersebut kesal karena warga yang menempati tanah mereka tidak memberikan suaranya pada pemilu lalu//

[shoot list]
1.suasana pembongkaran
2.rumah warga di bongkar
3.detail pembongkaran
4.stabilish salah satu pemilik rumah
5.warga membersihkan puing puing rumah
6.wawancara bidayani/ pemilik rumah
7.wawancara nur aida buraera/ caleg pks

============================================================

pinrang 18 april 2009
judul : tim sukses caleg mengamuk gusur rumah warga
rep/cam : rusli djafar
slug gambar : pre_rd_tim sukses mengamuk
gambar : terkirim 3 file lewat korlip@tvone/naskahdaerah

lead :
mengetahui suara caleg yang diusungnya tidak mencukupi target perhitungan di tingkat ppk/ tim sukses caleg dari partai demokrasi kebangsaan/ pdk/ mengusir dan memerintahkan membongkar dua rumah warga di desa lotang salo/ kecamatan suppa/ kabupaten pinrang/ sulawesi selatan// sebelum melakukan pembongkaran/ tim sukses tersebut meneror pemilik rumah dengan menebang pohon pohon disekitar rumah warga//

[shoot list]
1.warga desa membersihkan puing
2.detail pembersihan puing rumah
3.pohon pohon bertumbangan ditebang tim sukses
4.anak anak membershkan puing
5.wawancara ahmad/ pemilik rumah
6.wawanca ibu dali/ pemilik rumah
7.warga yang membantu pemindahan rumah
8.estabilish lokasi

============================================================

maros 19 april 2009
judul : tim sukses tutup sumur – karena kecewa calegnya tidak dipilih
rep / cam : abdullah mustamin
lokasi : kabaupaten maros / sulawesi selatan
gambar : camcast via biro makassar

lead :
seorang warga dusun bonto kamase/ kabupaten maros/ sulawesi selatan/ menutup sumurnya yang biasa ditempati warga mengambil air bersih//pemilik sumur kecewa karena warga tidak memilih caleg yang diusungnya // akibatnya warga terpaksa bergotong royong untuk membuat sumur baru di dusun mereka//

[shotlist]
1.establish
2.suasana warga gali sumur
3.warga menimba di sumur
4.sot fatmawati ( warga kecamatan simbang )
5.dll

===========================================================

Sebenarnya masih banyak lagi, seperti menutup jalan karena tidak terpilih, meminta kembali sumbangan karpet dan sarung yang sudah diberikan pada ibu-ibu majelis taklim, dan lain-lainnya (ini baru di sulawesi selatan, di daerah lain kabarnya lebih gawat lagi). Sayangnya halaman blog ini tak cukup untuk menampung semua kegilaan demokrasi tersebut.....

Makassar, 20 April 2009 - 07.00

keinginan

Saya selalu memperhatikan rumah kecil itu, sebuah rumah yang tak mampu lagi berdiri tegak. Setiap kali saya lewat, perasaanku mengatakan, rumah itu semakin hari semakin miring ke belakang. Kadang saya sengaja lewat jalan itu lagi, hanya untuk memastikan, apakah rumah itu masih berdiri, atau jangan-jangan telah roboh diterjang angin.
Dari jalanan, saya bisa melihat selintas, pada ruang tamu dengan luas sekitar 4 x 2 meter itu, selalu ramai dengan penghuninya. Luas total rumah itu mungkin sekitar 4x7 meter persegi. Terlampau kecil untuk menampung mereka dengan jumlah lumayan banyak. Rumah itu, supaya ia bisa tegak berdiri, mungkin membutuhkan segerombolan tim bedah rumah seperti yang sering saya nonton dalam acara reality show di sebuah stasiun televisi.
Sudah beberapa kali saya melihat orang-orang yang tinggal dirumah seperti itu, terkadang ruang tamu, ruang makan, kamar utama suami istri, juga dapur, semuanya numpuk dalam satu ruangan sempit. Dengan komposisi keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, tiga anak yang masih kecil, juga nenek atau kakek, ditambah anggota keluarga lain seperti keponakan dsb.
Saya selalu berpikir, bagaimana caranya mereka melewati hari-harinya di rumah itu. Barangkali Allah selalu memberikan energi lebih bagi orang-orang miskin untuk melewati setiap kesulitan. Dan orang-orang berduit hanya diberikan sedikit rasa sabar dan juga daya tahan tubuh yang lemah.
Mungkin itu yang membuat orang berduit biasanya cepat kena penyakit macam-macam, hingga mereka harus merogoh kocek dalam-dalam untuk berobat kesana-kemari. Coba bandingkan dengan tukang becak depan rumah itu, yang selalu terlihat segar bugar, sekalipun siang malam ia tidur diatas becaknya.

*****

Sekali waktu, cobalah susuri jalan Banta bantaeng. Disisi kiri jalan, ada sebuah rumah kecil berdinding seng yang tak lagi tegak berdiri. Berdesak-desakan diantara pemukiman padat.
Saya sedang berpikir, tentang saya, yang belakangan ini menjadi orang yang tak pintar bersyukur, juga pribadi tolol yang tidak bisa membedakan yang mana keinginan dan mana yang namanya kebutuhan...

Makassar, 17 April 2009 - 16.30

hijrah

Dengar-dengar, tak lama lagi, kantor akan membuka biro baru di pulau Kalimantan dan Papua. Hmm..kapan yah?. Saya tiba-tiba, merasa ingin melakukan sebuah perjalanan hijrah, sekalipun masih diantara yakin dan tak yakin.
Jika saya jadi melakukannya, barangkali dengan begitu, pembuatan kotak lupa itu juga bisa lebih cepat diselesaikan, biar semua ingatan-ingatan yang tak perlu ini sesegera mungkin di kemas.
Nanti, jika saya akhirnya memutuskan untuk berangkat, mungkin seperti iklan pertamina, sayapun akan mengatakan hal yang serupa : " kita mulai dari nol yaaa..."

Makassar, 11 April 2009 - 22.00

resonansi

Tidore malam itu :

Dulu, di dekat rumahku, ada seorang tua yang sering berkeliling sepanjang malam sambil memainkan biolanya, kami memanggilnya Om Baka. Jika siang hari, ia kerap lewat dengan sekarung hasil kebun diatas pundaknya. Lalu pada malamnya, sayup-sayup suara biolanya akan terdengar disepanjang jalan yang dilalui. Suara biolanya syahdu, tapi lebih sering gesekan dawai-dawainya justru terdengar lirih , seperti sebuah nyanyian sunyi seorang tua.
Kadang saya memintanya singgah, berharap ia mau memainkan biolanya untukku. Biasanya sambil bermain biola, kami juga berbincang banyak hal, meski hanya obrolan ngalor ngidul, yang melompat dari satu topik ke topik yang lain.
Seingatku, yang paling sering ia ributkan, adalah perilaku anak-anak disekitar rumahku yang sering mengganggunya, menurutnya mereka tidak punya sopan santun, dan rasa hormat kepada orang yang lebih tua. Barangkali nnak-anak itu berpikir, bahwa Om Baka adalah seorang tua yang sedikit terganggu pikirannya...

Makassar malam ini :

pemain biola yang berdiri di sudut warung makan sederhana ini, ia memainkan sebuah lagu lama yang memantik rindu. Suaranya syahdu, membuat saya bertahan sedikit lebih lama , menunggu hingga ia menyelesaikan lagunya. Ia telah memainkan alat musik itu dengan baik, suara biolanya seperti menimbulkan resonansi, bergetar jauh hingga pada sisi paling dalam dari diriku. Ia telah menghiburku, juga sekaligus membuatku rindu rumah, dan merasa sudah pergi terlalu jauh...

Makassar, 10 April 2009 - 22:00

hujan

Come on Fredd..!!, kita harus bergegas, sebab wangi aspal basah itu mulai menusuk-nusuk hidung, dan butir-butir air dari langit telah mematuk-matuk kepala. Pasti kau tahu, bila hujan mulai turun, jalanan selalu menjadi arena, dimana para pengendara motor saling berlomba, menjadi mahluk paling egois untuk sampai di tujuan.
Barangkali masih terasa sakitnya padamu, bagaimana sepasang mahasiswa itu menyeruduk kita dari belakang, atau pria di depan itu, yang membuat wajah kita selalu basah oleh cipratan air dari roda belakang motornya.
Tapi sudahlah, kita maafkan saja mereka. Barangkali mereka terburu-buru, sama seperti kita, takut basah. Mungkin seperti itulah jalanan, kita harus banyak bersabar, sebab terkadang jalanan sering membuat orang-orang menjadi keras seperti batu.
Kita mesti lebih cepat lagi, cobalah menyelinap diantara mobil-mobil itu, tetap waspada dan hati-hati, jangan dekat-dekat genangan air pada jalan yang berlubang. Sebab mereka sering lupa kalau kita telah basah akibat terciprat genangan yang mereka lindas. Maaf, bila saya terlalu memaksamu, hingga membuat bodymu bergetar-getar saat melaju diantara aspal berlubang.

*****

Mereka sering menyarankan, supaya saya menggantimu dengan yang lebih baru. Katanya kau sudah terlampau tua dan ringkih, sudah tak segesit dulu. Bahkan sebagian diantara mereka menghubung-hubungkan antara kau dan pekerjaanku, katanya sudah tak relevan lagi.
Saya bisa saja menjualmu, lalu menggantimu, dengan yang lebih baru, lebih gesit, lebih kokoh, dan lebih keren barangkali. Tapi selalu kubuang jauh-jauh pikiran seperti itu. Alasannya sederhana, karena saya tak perlu bertanya lagi tentang arti kesetiaan padamu.
Bertahun-tahun kau menemaniku, saat bekerja, pulang kerumah, atau saat kita mengantarnya kemana-mana. Tentu kau ingat, dari kaca spionmu yang tinggal satu itu, kita diam-diam selalu mencuri-curi pandang padanya, melihatnya duduk disadel belakang, dan membiarkannya menyanyi sesuka hatinya...

Makassar, 7 April 2009 - 17.15

"thanks to Freddy, motor semata wayangku...maaf bila sampai detik ini tali spidometermu belum sempat kuperbaiki, tapi saya janji, besok pagi-pagi, kita akan mandi dengan air PDAM setelah sekian lama kita bertahan dengan air sumur bor hehe..."

iklan koran pagi ini...

Pilih saya...*****..: wajah baru, dengan harapan baru
Pilih saya...*****..: figur muda dan bersahabat, berjuang untuk rakyat
Pilih saya...*****..: bersih, cerdas, insya Allah amanah
Pilih saya...*****..: energi baru untuk harapan baru
Pilih saya...*****..: untuk DPR bersih
Pilih saya...*****..: menuju legislatif sesungguhnya
Pilih saya...*****..: siap mengabdi untuk nusa dan bangsa, mohon doa restunya
Pilih saya...*****..: berjuang demi rakyat, untuk kemajuan bangsa
Pilih saya...*****..: pengemban amanah rakyat, berjuang dengan hati nurani
Pilih saya...*****..: jangan salah pilih, pilih yang terbukti berpengalaman
Pilih saya...*****..: mendengar, melihat dan berbuat
Pilih saya...*****..: amanah, peduli, sederhana, anti korupsi
Pilih saya...*****..: cucu dan keturunan langsung...***###^^^...
Pilih saya...*****..: membangun generasi beriman dan berilmu pengetahuan

Berhari-hari sudah, janji-janji seperti ini selalu datang tiap pagi, berlomba-lomba dengan secangkir teh yang saya buat. Saya lelah membacanya, apalagi mengingatnya. Sudah semakin dekat, semoga mereka amanah jika terpilih nanti, dan tidak depresi bila ternyata gagal...
btw, dua minggu masa kampanye, kerap diwarnai ricuh para simpatisan partai. Masalahnya sederhana, kebanyakan akibat bersenggolan saat berjoget dangdut di lokasi kampanye..hehehe...

Makassar, 4 April 2009 - 08.00

lupa...

Tentu saja, tidak satupun diantara kita yang bisa merubah masa lalu, yang bisa kita lakukan adalah merubah masa depan, sesuatu yang mestinya sudah kita mulai dari detik ini, tapi belum juga bisa kita wujudkan dengan baik.
Barangkali kita membutuhkan sebuah kotak yang bernama lupa. Tempat untuk menyimpan ingatan-ingatan kita yang tidak perlu. Sederhana sepertinya, meski untuk membuat kotak seperti itu, rupanya tak semudah kita belajar membuat kupu-kupu dari lipatan kertas.
Tentang lupa, sama artinya dengan menghapus catatan-catatan dalam kepala kita masing-masing. Sesuatu yang tak mungkin pikirku, kecuali bila kita tak punya lagi ingatan. Hhmm..tentu saja kau masih ingat, bahwa kita dipertemukan, hingga kemudian kita sama-sama pergi, juga adalah akibat dari pencarian kita tentang lupa?
Entahlah, siapa diantara kita yang kelak lebih dulu menyelesaikan pembuatan kotak lupa itu. Supaya sesegera mungkin, ingatan-ingatan yang tak perlu ini bisa kita simpan, lalu dikubur dalam-dalam. Tiap saat saya mencobanya, tapi saya masih saja menemukanmu pada sisa tidurku...

Makassar, 3 April 2009 - 09.10

tentang kehilangan

katanya... jika kita kehilangan sesuatu
lalu kita ikhlas, itu berarti Allah akan menggantikannya,
dengan sesuatu yang lebih baik lagi dari itu....

Makassar, 28 Maret 2009 - 20.30

kertas-kertas tissue

Berlembar-lembar kertas tissue itu memenuhi tempat sampah di sudut ruangan, sudah tiga hari ini saya harus berjibaku melawan serangan flu, ruangan ber-AC di kantor membuat virus flu menyebar dengan cepat. Hanya dalam tempo 3 hari , hampir separuh anak-anak di kantor ini kompak pilek secara berjamaah.
Entah sudah beberapa lusin tissue yang kami habiskan, mulai dari urusan lap tangan, menghapus tulisan di papan karena penghapusnya hilang, dan kini untuk menutup hidung dari bersin yang tak kunjung berhenti.
Tentang kertas-kertas tissue ini, saya selalu teringat denganmu...dulu, kau pernah bilang, "sumbangsih terbesar dari kerusakan hutan di bumi adalah produksi kertas, salah satunya adalah kertas-kertas tissue "
Lalu beberapa hari setelah obrolan kita itu, kau membeli dua sapu tangan, satu berwarna hijau, dan satu berwarna putih, yang hijau untukku, dan yang putih untukmu. katamu ketika itu,
"pakailah ini, mulailah dari hal-hal kecil untuk menyelamatkan bumi, setiap kali kita mengurangi pemakaian kertas, maka semakin banyak pula pohon yang kita selamatkan...tahukah kau, akibat eksploitasi, setiap hari hutan kita rusak seluas enam kali lapangan sepak bola..?? ".
Ketika itu, kau begitu bersemangat, jika kita berbicara tentang masalah-masalah lingkungan, apalagi sejak kau bergabung dengan sebuah organisasi pencinta alam dunia. Saya selalu mendukungmu, sebab sayapun merasakannya, betapa panasnya jalanan setiap kali memboncengmu, mengantarmu kemana-mana . Sama sepertimu, sayapun merindukan lebih banyak pohon di sisi-sisi jalan, daripada deretan-deretan ruko yang membuat kota ini seperti belantara beton yang kian gerah.
Hmmm.....lama kita tak bersua, saya dengar kini kau sedang menantikan kehadiran seorang malaikat baru di rumahmu, semoga kelak ia sepertimu, seseorang yang mencintai pepohonan, juga titik-titik embun pada rerumputan di pagi hari.....
Makassar, 21 Maret 2009 - 08.45

going home...

Dari depan pintu Ia menatapku, matanya berkaca-kaca saat saya mencium tangannya. Ia memelukku, juga menciumku, dan saya merasakan ada haru yang bergemuruh diantara tarikan nafasnya yang mulai lelah itu, betapa ia memelukku seperti ayah menemukan anaknya yang telah hilang bertahun-tahun.
Saya memang tak pernah bilang kalau mau pulang, saya rindu, tak pernah bertemu ayah hampir dua tahun ini. Saya rela menunda rencana tour de java dan menghabiskan cuti tahunan ini untuk pulang ke rumah...
Setiap kali saya pulang, saya selalu mencari-cari, adakah sesuatu yang berubah di rumah ini selama saya pergi? . Hhmm...rasa-rasanya tak banyak, kecuali ayah yang terlihat semakin tua, dan sebuah kursi tamu baru yang masih segar wangi toko meubel. Selebihnya yang selalu abadi adalah, sejauh apapun kami berlima pergi, selalu kan ada jalan pulang, sebab setiap kami selalu menyimpan rindu disini...

*****

Malam ini saya sudah di Makassar lagi, mulai lagi berjibaku. Saya menyenangi pekerjaan ini, meski ia membuat saya pergi terlalu jauh. Besok hari terakhir cuti, saya ingin menghabiskannya di rumah saja.
Tadi juga sempat mampir ke taman bungannya bang John, usai bertemu seorang sahabat. Seperti biasa, bang John, dia selalu menawariku bunga-bunga. Kali ini dia menawari bibit antorium gelombang cinta. Tapi saya menolaknya, nantilah bang....akan tiba saatnya jika rumah kecil itu telah saya benahi dengan baik.
Dan tentang bunga itu, saya hanya tiba-tiba ingat seseorang, yang dulu pernah bilang ke saya, bahwa dia tak begitu suka dengan antorium gelombang cinta yang ditanam istrinya, sederhana saja alasannya. Karena Ia tak menyukai cinta yang bergelombang, yang naik turunnya tergantung cuaca.....:)

Makassar, 03 Maret 2009 - 01:00

brownies...

Beberapa waktu lalu, seorang sahabat mengirimkan saya email, sebuah cerita, tentang cinta seorang Sir Thomas Stanford Raffles, seorang letnan gubernur Inggris di Pulau Jawa (1811-1816), yang mendirikan monumen kenangan bagi istrinya Lady Olivia Marianne, yang meninggal pada tahun 1814 di Kebun Raya Bogor. Ada bagian yang paling saya suka dari kisah itu...:

"........Saya hanya bisa merasakan sebegitu besarnya cinta Raffles pada perempuan itu. Barangkali cinta memang butuh aktualitas atau jejak material. Barangkali cinta butuh monumen untuk kelak diawetkan dan tak lekang oleh waktu. Saya bisa memahami kenapa ia tak menuliskan secara detail tentang cintanya pada Olivia. Mungkin ia sengaja tidak menuliskan secara utuh, tentang sejauh mana gejolak cintanya.......

........Kalaupun cinta dikisahkan, apakah kata-kata akan sanggup merangkum semua dimensi rasa yang indah dalam diri seseorang?. Saya kira tidak. Kata-kata itu terlalu miskin untuk mengisahkan cinta. Pada titik ini saya mulai mengerti, barangkali Raffles berpikir bahwa cinta adalah sesuatu yang sangat personal, sesuatu yang hanya bisa dimaknai secara pribadi. Bagi Raffles, cinta hanya untuk dikenang, bukan untuk dikisahkan......".

*****

Belakangan ini, orang-orang selalu memintaku bercerita tentang kenangan, kata mereka, " ceritakanlah...sekalipun ia tak utuh, meski ia hanyalah sepotong kenangan...". Bagi mereka, sepotong kenangan itu seperti brownies, selalu lezat, meski saat disajikan hanya dalam sebuah potongan kecil. Saya boleh sependapat dengan itu, hanya saja, saya sedang tak ingin membahasnya. Tentang kenangan, seberapa baik ataupun buruknya ia, biarkan saja ia menjelma menjadi doa-doa kebaikan.....

Makassar, 16 Februari 2009 - 12:00

sederhana...

Apa kabarmu? hhhmm....semoga suatu hari nanti kau singgah disini, sekalipun saya sedang tak ada. Saya mencarimu, rindu..., lama rasanya kita tak pernah bercerita, meski itu hanya untuk hal-hal yang sederhana. Tentang rencana-rencana kecil kita, seperti menikmati semangkuk bubur ayam di minggu pagi, atau menemanimu belanja saat libur kerja......
Oya, nanti...bila tiba waktunya, saya ingin mengajakmu melihat pagi, juga menemanimu melewati senja, tentu saja dengan setangkai asa yang selalu kuselipkan diantara kerudungmu...

Makassar, 14 Februari 2009 - 09:00

"hari ini valentine, saya tak pernah ingin mengajakmu merayakannya....bukankah tak pernah ada batas untuk sesuatu yang bernama kasih sayang..?"

semut-semut dan lukisan kulit kayu

Kangen rumah, ingin cepat-cepat pulang. Sejak liputan gempa di Manokwari, sudah seminggu ditinggal tanpa penghuni, pasti pada lubang-lubang kecil disela sela tegel itu, sudah penuh dengan semut-semut yang membangun sarang, barangkali hujan membuat mereka lebih suka tinggal didalam sini...
Kadang saya ingin membasmi mereka dengan sekali siraman minyak tanah, atau semprotan racun serangga, tapi sering jadi gak tega juga, apalagi kalau melihat mereka tengah bersusah payah menggotong sekerat roti. Ah, kenapa kalian tak mencari tempat lain saja? diteras depan juga boleh, tepat disisi tiang itu, kita bisa berkompromi, saya tentu dengan senang hati menyisakan sejengkal lahan untuk kalian membangun keluarga disini. Dan kalian tak perlu menggangguku dengan proyek pembangunan sarang didepan pintu kamar ini...
Bila pulang nanti, saya juga ingin segera membingkai dua lukisan kulit kayu dari Papua itu, dan memajangnya di salah satu sudut ruangan. Saya membelinya disebuah toko souvenir di pasar Wosi Manokwari.
Hhmmm...lukisan-lukisan itu akan lebih indah, bila disandingkan dengan dua koteka hitam, yang saya beli saat liputan bentrok berdarah di Universitas Cenderawasih Jayapura tahun 2006 lalu.
Saya sedapat mungkin selalu ingin menciptakan suasana tenang dan nyaman, sebab saya ingin memulai segala sesuatu yang disebut sebagai kebaikan itu dari sini, dari rumah kecil ini....

***

Akhir-akhir ini saya merasa menjadi seperti orang yang semakin keras hati, jadi kurang peka terhadap hal-hal disekelilingku. Saya juga merasa makin jauh dari Allah. Ah, terkadang untuk hal yang satu ini, saya sering kalah berkali-kali. Saat ini saya hanya ingin bersujud dengan lebih lama lagi...tidak seperti kemarin-kemarin, selalu tergesa-gesa....

Makassar, 12 Januari 2009 - 10 : 20

820

Sudah mendekati seribu jiwa, hanya dalam tempo 15 hari ini
820 warga sipil Palestina di Jalur Gaza tewas akibat serangan Israel,
ratusan diantaranya anak-anak tak berdosa...
Mari kita kirim doa keselamatan untuk mereka, para pejuang Palestina di Jalur Gaza, juga kepada anak-anak Palestina yang kehilangan orang tua, dan para ibu yang kehilangan putra-putri mereka...
Perang, oleh siapapun, dan atas nama apapun, akan selalu menyisakan air mata,
juga rasa kehilangan yang sangat menyakitkan...

Makassar, 11 Januari 2009 - 20:00

kembang api di Manokwari

Padahal saya baru tiba dari propinsi termuda di Papua itu, setelah live tahun baru dari Manokwari...Malam ini saya disuruh lagi balik ke sana, setelah tadi pagi gempa dengan kekuatan 7,5 pada skala richter mengguncang Manokwari. Informasi terakhir yang saya terima malam ini, sudah 7 orang yang tewas, salah satunya adalah bocah sepuluh tahun yang tertimpa reruntuhan bangunan. Sementara puluhan lainnya luka-luka.
Saya masih ingat, dimalam pergantian tahun itu, langit kota Manokwari penuh cahaya kembang api, jalan-jalan berkabut asap petasan dan orang-orang yang tumpah ruah dijalan-jalan kota. Malam itu, pak Max, kepala bagian Humas pemprof Papua Barat itu bilang sama saya dengan bangganya :
" saya keluarin duit 100 juta untuk pesta kembang api malam ini..".
Ahh..100 juta, jumlah yang terlalu besar menurutku, untuk beli petasan ditahun baru bagi kota sekecil Manokwari.
Dan malam ini, setelah gempa meruntuhkan rumah-rumah, hilang sudah hiruk pikuk malam pergantian tahun, kembang-kembang api yang berpijar di langit selama dua malam berturut-turut juga redup ditelan gelap, jalan-jalan sepanjang Sanggeng juga sepi, dan mereka kini bersembunyi di bukit-bukit, ketakutan dengan gempa susulan dan issue tsunami. Entahlah, apalagi yang akan dikatakan pak Max, bila ketemu saya di Manokwari nanti, saya tak yakin jika dia masih bercerita tentang harga kembang api di malam tahun baru kemarin....
Hmm...sudah hampir jam 11 malam, saya harus segera bergegas, berjudi di bandara, semoga masih ada tiket tersisa untuk pesawat terakhir ke Manokwari malam ini. Saya harus bisa bertemu Rakhman di Manokwari besok pagi, cameraperson Jakarta yang malam ini ikut rombongan menteri.

Makassar, 4 Januari 2009 - 23:30