mereka dan kita...

Saya hanya sedang berpikir tentang isi kepala para petinggi negara itu, bagaimana bisa mereka mengkalkulasikan semua itu?, metode hitungan seperti apa yang mereka pakai?. Tak mengertilah orang awam macam saya ini, untuk memahami kalkulasi-kalkulasi ekonomi versi pemerintah, dengan segala teori tentang bagaimana mengurangi beban negara, tapi ujung-ujungnya malah membebani rakyat sendiri.
Tahukan kau, bahwa mereka berencana mencabutan subsidi BBM, mereka juga akan melarang pengguna sepeda motor memakai BBM premium, dan harus menggunakan pertamax. Apakah mereka lupa, bahwa harga pertamax jauh lebih mahal, sementara sebagian besar rakyat dengan ekonomi pas pasan menggunakan sepeda motor?
Saya hanya merasa tak adil saja diperlakukan sebagai warga negara, mereka korupsi berjamaah uang rakyat triliunan rupiah, lalu sekarang mereka mau mencabut subsidi untuk hal-hal yang berhubungan langsung dengan kebutuhan dasar rakyat. Ahh...tak mengertilah saya dengan jalan pikiran mereka.
Mungkin petang ini kau sedang tak menonton berita, sebab yang kutahu kau lebih menyukai tayangan-tayangan sederhana tentang hidup, bukan berita-berita yang melulu berisi perdebatan para pemimpin negara yang meributkan kebijakan yang mereka buat sendiri. Liat saja mereka berteriak-teriak atas nama rakyat, seolah-olah rakyat adalah sebuah komunitas yang rumit dan banyak maunya.
Mereka lupa barangkali, kalau yang diinginkan rakyat sebetulnya sederhana. Bisa makan tiga kali sehari, bisa sekolah dengan baik supaya tidak ditipu dan diinjak-injak harkat dan martabatnya, serta bisa berobat dengan murah bila sakit.
Oya, soal berobat ini, saya ingat cerita tentang puskesmas, yang selalu memberikan obat gratis, "sungguh puskesmas yang baik dan demokratis, karena setiap pasien dengan kondisi apapun akan selalu diberikan obat yang sama" begitu kata penyair Wiji Tukul, seorang penyair rakyat yang hilang diculik penguasa orde baru.
Sebentar lagi jam kerja akan berakhir, saya ingin segera pulang. Saya selalu menyukai saat-saat seperti ini, ketika pulang kerumah dengan penat yang membungkus, dan menemukanmu tersenyum, berdiri menantiku didepan pintu. Biasanya setelah itu kau akan bertanya tentang apa saja yang terjadi hari ini, dan tentu saja saya akan segera menceritakan kabar ini kepadamu, kabar tentang cara aneh segelintir orang-orang pintar dipemerintahan yang memikirkan nasib rakyat banyak.
Tapi sudahlah, tak perlu risau dengan itu, hari ini genap sudah dua bulan, kita melalui sedikit dari jalan panjang kehidupan kita yang "baru". Saya tak punya banyak kata untukmu, selain ingin mengatakan bahwa sampai detik ini saya selalu bahagia berada didekatmu, sama bahagianya seperti ketika pertama kali melihatmu, disuatu pagi yang riuh didekat pintu kedatangan terminal bandara.
Dan tentang mereka, biar saja mereka membuat kalkulasi-kalkulasi tentang kita, tapi kita akan punya kalkulasi untuk kehidupan kita sendiri. Kita akan terus berjuang, bukan hanya untuk kita, tapi juga untuk malaikat kecil kita, yang tengah terlelap damai dalam rahimmu itu.

Makassar, 27 Mei 2010- 21.00