telegram duka

saya ingin mengirimkan telegram duka ini ke Jakarta
sebagai tanda belasungkawa atas dipecatnya seorang kawan jurnalis,
baru-baru ini kawan saya dipecat atau dipaksa mengundurkan diri
dari stasiun TV tempatnya bekerja,
karena permintaan seorang jenderal polisi berbintang dua yang tak tahan dikritik...

Makassar, 26 Juni 2008 - 19:30 wita

pasir

saya hanya merasa seperti menggenggam pasir...
semakin erat digenggam...
semakin membuatnya mudah terlepas...

Makassar, 14 Juni 2008 - 22:00 wita

diluar hujan masih rintik-rintik

Diluar hujan masih menyisakan rintik-rintik….aahh..lapar banget, ingin secepatnya melesat keluar cari makan, hanya saja saya masih sedikit paranoid dengan hujan dan dingin. Sebab dua hari ini masih harus berperang melawan flu…..apalagi malam ini masih giliran piket begadang di kantor.
Saya lapar..tapi saya rindu masakan rumah, rasanya dalam 10 tahun terakhir hidup bergerilya di Makassar, sangat jarang bisa mencicipi masakan rumahan. Semuanya instant dari warung ke warung, …tiap hari, saya seperti melakukan safari kuliner, dari warung yang satu ke warung yang lainnya. Sekedar mencari alternative untuk menekan rasa eneg di tenggorokan.
Bagi orang yang hidup seperti saya, ketika semuanya dilakukan dengan cara membeli, maka untuk makan setiap hari, ada beberapa hal yang mesti jadi pertimbangan. Pertama : Tempat makannya tidak terlalu jauh dari kantor, apalagi malam-malam dingin kayak begini. Kedua : Harga harus bisa terjangkau dikantong. Ketiga : Bersih, memenuhi standar kesehatan dan rasa yang tidak mengecewakan, setidaknya cocoklah dengan lidah kampungku ini...
Biasanya kalau siang, saya makan di Ibu Ety, tempat makan langganan di dekat Metro TV, agak jauh seh dari kantor yang sekarang. Tapi saya selalu berusaha bisa makan disitu, setidaknya untuk sementara hanya warung sederhana milik Ibu Ety yang merepresentasikan masakan rumahan, bukan masakan warung yang memang bermazhab kolektivisme, satu rasa untuk semua, semua untuk satu rasa, dan selalu hanya itu-itu saja. Sayangnya warung kecil milik Ibu Ety hanya buka sampai sore.
Dan malam ini, saya mau kemana lagi? makan di tenda sari laut lagi? atau nasi goreng lagi ? atau rumah makan padang lagi?. Perasaan kemarin dan kemarinnya, sari laut, juga nasi goreng, dan juga warung padang…Ah, sama saja…sama-sama berminyak dan berpeluang menumpuk kolesterol. Malam ini, selain coto, saya benar-benar ingin makanan yang berkuah…yang panas dan pedas, biar flu ini bisa terbang tak kembali.
Kalau sudah bingung cari makan kayak gini, saya jadi ingat rumah, ingat almarhumah Ibu, rindu dengan masakannya, karena selalu saja terasa beda enaknya kalau Ibu yang masak. Meski hanya dengan lauk seadanya. Tapi itu dulu, empat tahun yang lalu, saat ibu masih ada....ah, saya merasa sudah terlalu lama meninggalkan rumah…..

Makassar, 11 Juni 2008 – 00:00 wita

"Oya...terima kasih untuk segelas teh dan sebotol you-C nya hari ini..
dari tadi handphone ini tak berhenti berbunyi...tapi hanya listingan berita..."

hari ini

Planingnya hari ini semuanya bisa terjadwal seperti dibawah ini :

Bisa bangun lebih cepat, kalau bisa subuhnya gak bolong-bolong lagi..pukul 05:30 wita..paling telat bisa bangun jam segitulah..
Terus pergi berenang di kolam renangnya Kodam VII pukul 07:00 – 09:00 wita..
Habis itu sarapan yang banyak di Ibu Ety, karena pasti lapar banget setelah berenang..pukul 09:00-10:00 wita
Lalu pukul 10:00 wita, pulang mandi, terus menyelesaikan beberapa rencana kecil, juga janji-janji, sebelum akhirnya masuk lagi untuk shift begadang mulai pukul 18:00 wita nanti...

Tapi rupanya meleset jauh, jadinya malah seperti berikut ini….:

Bangun pukul 09:00 wita, dengan kepala yang terasa berat, tenggorokan yang tersekat, perih, hidung yang mampet…juga badan yang panas dingin gak karuan….hhaahh..sepertinya ini pertanda buruk..saya rasa ini salah satu dampak dari kondisi yang drop disertai komplikasi jatah shift begadang semalam....
Akhirnya baru berhasil mandi setelah meneguk air putih banyak-banyak…pukul 10:00 wita. Saya juga sempat mengalami sedikit amnesia, karena nyaris tak bisa membedakan dua handuk biru yang tergantung di kamar belakang, hmm..punyaku yang mana yahh...??
Sebungkus nasi dari warung padang dan sebotol You-C 1000 sebagai ajian penangkal serangan.….juga vicks VapoRub di tenggorokan…semoga bisa membantu….Dan sekarang pukul 11:30 wita…saya berharap semuanya akan segera jadi lebih baik seterusnya….

Makassar, 9 Juni 2008 - 11:30 wita

dalet dan seperangkat alat make-up

Satu jam lebih saya duduk dikursi “panas” ini, setelah sebelumnya menjalani ritual yang tak begitu menarik, seolah-olah udah siap diperhadapkan di depan penghulu. Sebab didepanku ada seperangkat alat make-up milik Vero yang saya tak tahu bagaimana harus menggunakannya…karena demi Tuhan, tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa saya harus berurusan dengan seperangkat perabotan lenong ini.
“ Kok..jadi kayak srimulat bud..hehe..” kata nak-anak dikantor yang tiba-tiba jadi kayak orang kesurupan melihatku. Saya nyengir aja, asem rasanya mendengar celoteh-celoteh iseng anak-anak. Tapi sebenarnya saya pusing juga, kalau dulu di Metro TV, saya terbiasa live report dari lapangan, jadi tak perlu ritual yang macam-macam, ditepoki bedak dikit udah cukup, yang penting muka berminyak ini bisa sedikit ternetralisir.
Tapi sekarang sejak di TV One, dengan format siaran studio, saya jadi kalang kabut. Apalagi disini tidak ada orang khusus yang menangani make-up, padahal setahuku di Biro Medan dan Surabaya ada orang khusus untuk urusan-urusan kayak begini
Sebenarnya meski semua kerepotan itu harus dijalani, akan bisa termaafkan, jika siaran live berlangsung aman. Tapi ini malah jadi menyebalkan, gara-gara dalet sialan. Saya hanya bisa duduk bengong kayak sapi ompong dikursi pesakitan presenter, selama satu jam lebih, hingga siaran tutup, tanpa sekalipun nongol, adalah ending yang menyebalkan.
Dalet, kabarnya adalah sebuah peralatan canggih terbaru yang hanya dipakai satu-satunya TV dimuka bumi ini, yaitu TV One. Secara teori, perangkat teknologi ini bisa membuat pekerjaan produksi berita televisi jauh lebih mudah dan cepat, sebab semuanya dilakukan langsung disini, mulai dari pengeditan, dubbing, hingga on air. Saya sendiri belum pernah melihat peralatannya seperti apa, tapi perasaan selama tujuh bulan saya bekerja disini, kenyataannya adalah… selalu saja dalet ini mermasalah..!!
Sudah terlalu sering, para presenter jadi seperti orang bego di layar televisi gara-gara paket-paket berita yang telah tersimpan di dalet tidak bisa diputar, atau terhapus dan hilang entah dimana.
Seperti malam senin kemarin, saya harus menunggu selama sejam dengan setelan jas lengkap di kursi siaran, dan endingnya tak pernah muncul-muncul biar hanya sekali. Sementara Divi dan Shinta di studio Jakarta teriak-teriak minta ampun gara-gara disuruh memperpanjang wawancara yang sebenarnya sudah terlalu panjang dan dengan pertanyaan-pertanyaan yang mulai terkesan dipaksakan.
Entahlah, seberapa rumit sih peralatan canggih itu, yang dari semua stasiun TV diatas bumi ini, kabarnya hanya TV One yang menggunakannya. Hampir setahun, tapi masalahnya selalu sama…saya hanya tak mau lagi duduk bengong kayak sapi ompong seperti kemarin malam..


Makassar, 02 Juni 2008 - 16 : 30 wita