rumah

Sepi….hanya Ayah yang menyambut kedatanganku siang itu. Memang sepeninggal Ibu tiga tahun yang lalu, banyak hal yang telah berubah dirumah ini. Dalam kenanganku ketika itu, biasanya jika kami pulang saat libur kuliah, selalu saja ada masakan istimewa yang dimasak ibu, menyambut kedatangan kami….ah, barangkali Ibu berpikir, selama kuliah dirantau dan jadi anak kost, selain makan yang gak teratur, anak-anaknya mungkin jarang makan yang enak-enak.
Sekarang keadaannya benar-benar berbeda, dari kami berlima, yang tersisa dirumah menemani Ayah hanya si bungsu Nana dan abang On. Kesibukan mereka bekerja membuat mereka harus menyewa orang untuk memasak dan membersihkan rumah.
Secara fisik, rumah juga telah banyak berubah, akhirnya rumah kami benar-benar “utuh” sebagai sebuah rumah, tentunya setelah kami semua selesai kuliah dan mendapatkan pekerjaan yang baik. Sejak dulu, merampungkan pembangunan rumah ini selalu menjadi proritas yang kesekian dari Ayah dan Ibu, sebab mereka perlu memastikan terlebih dahulu, bahwa kami berlima bisa kuliah dengan baik…..
Sebelum pulang ke Tidore, suatu sore, pada obrolan rutin kami di kafe itu, seorang sahabat pernah bilang padaku ” Kita memang terkadang harus pergi Bud…, karena hanya dengan pergi kita dapat menakar arti pulang”.
Entahlah, seberapa besar aku bisa mengukur arti pulang dan juga pergiku saat ini, tapi senang rasanya bisa melihat rumah kembali, dan menemukan jejak-jejak waktu yang mengendap abadi disetiap sudut-sudutnya…


Makassar, 5 Mei 2007


“Sehari setelah aku sampai di Makassar…ada sms dari Abang On,
Ayah masuk rumah sakit lagi.., pusing dan terjatuh di kamar mandi…….”