ziarah

Hari ini orang-orang ramai berziarah, sebuah tradisi jelang ramadhan yang belum bisa saya lakukan dalam beberapa tahun terakhir. Dari tanah rantau ini saya berziarah batin saja, mengirim banyak doa untuk almarhumah ibu saya, perempuan lembut hati yang telah mencurahkan seluruh cinta untuk anak-anaknya, yang kini terbaring damai, jauh disana,dikampung halaman....

"rabbiqfirlii..waliwalidayya..warhamhumaa..kamarabbayani shogira.."

Makassar, 31 Juli 2011 - 12.00

surat dari ayah

Pagi-pagi saya menelpon ayah, tiba-tiba baru ingat rupanya dalam dua bulan terakhir ini ayah yang lebih banyak menelpon saya, menanyakan kabar atau hanya sekedar ingin ngobrol. Terkadang ayah menelpon diwaktu-waktu yang kurang tepat, seperti saat saya sedang ribet-ribetnya dengan banyak urusan peliputan. Apalagi kalau ayah tahu saya sedang tugas liputan keluar kota, dan liputannya sedikit bernuansa bahaya.
Saya menanyakan kabarnya, sehari jelang ramadhan tahun ini. Kali ini akan menjadi ramadhan ke 13 dan mungkin saja menjadi lebaran ke 13, saya tak pernah merayakannya bersama ayah. Wah,sepertinya saya sudah mengalahkan bang Toyyib haha.., kalau bang Toyyib tak pulang dua lebaran, saya malah 13 lebaran.
Obrolan kami biasa-biasa saja. Saya lebih suka bila ayah yang banyak bercerita, supaya saya mendengar banyak kabar dari kampung, dan ayah adalah seorang pencerita yang baik. Biasanya yang jadi bahan obrolan bermacam-macam, tapi yang paling sering adalah nasehat supaya saya menjaga kesehatan. Untuk yang satu ini, menurutku ayah kadang sudah seperti dokter benaran.
Tempo hari, ketika saya baru keluar opname di rumah sakit karena thypus, ayah mengirim surat. Ada sebuah amplop putih yang dibawa Wisnu, adik ipar saya dari Tidore. Kata Wisnu : "Ada kiriman dari ayah, tidak tau apa isinya".
Masa surat sih? bukannya ayah sudah punya handphone, kan tinggal telpon atau sms bila ada yang perlu untuk disampaikan, kenapa harus pake surat?. Atau mungkin ayah kirim duit untuk membeli stik pengukur asam urat yang pernah dia pesan?. Tapi setahuku ayah tak pernah kirim duit pake amplop. Penasaran, saya menerka-nerka apa isi dalam amplop itu.
Amplop itu lumayan tebal, saya membukanya, isinya jauh diluar perkiraan saya, sama sekali bukan surat, tapi sebuah potongan koran Malut Post rubrik kesehatan dengan judul yang lumayan besar " Thypus, terinfeksi oleh Bakteri Salmonella Typhosa. Hindari Makan Tak Higienis". Lengkap dengan tulisan pendukung tentang obat-obat herbal untuk melawan penyakit thypus.
Saya merasa lucu tapi juga terharu. Informasi dalam potongan koran itu bukan sesuatu yang sulit saya dapatkan, saya bisa saja mencarinya hanya dengan dua tiga kali klik di internet. Tapi ayah jauh-jauh dari Tidore mengirim potongan koran itu untuk saya.
Kiriman potongan koran dari ayah, membuat saya paham, bahwa para orang tua mungkin akan selalu begitu, mereka akan selalu mencemaskan anak-anaknya, termasuk untuk urusan-urusan yang sederhana sekalipun. Mereka mungkin akan menganggap kami sebagai anak-anak abadi. Sekalipun kami telah memberikan mereka cucu-cucu yang lucu dan mengemaskan.

Makassar, 31 Juli 2011 - 07.00

[my lovely Zee...suatu hari nanti, mungkin saja ayah akan melakukan hal-hal yang kau anggap lucu atau berlebihan, seperti cerita potongan koran yang dikirim kakekmu untuk ayah. Tapi percayalah putriku, hal-hal konyol seperti itu bukan bermaksud apa-apa, itu semata-semata karena satu kata yang selalu kami jaga untukmu, kata itu bernama "cinta"].

Haji Mukhtar

Saya nyaris tak pernah ke pasar Sentral dalam beberapa tahun ini, menurutku pasar ini adalah salah satu pasar yang perlu dihindari. Saya punya kenangan buruk, dulu pernah sekelompok pria menghalang-halangiku saat turun melalui sebuah tangga eskalator yang sempit, mereka sepertinya sengaja membuat saya terpisah beberapa meter dengan seorang teman kuliahku yang ada di depan.
Lalu setelah kami tiba dibawah, saya menemukan tas milik temanku terbuka resletingnya, dan sekelompok laki-laki itu dengan cepat menghilang entah dimana. Untung saja, tak ada barang berharga yang hilang, karena memang anak-anak kuliahan seperti kami tak punya apa-apa untuk dicuri, apalagi kalau tanggal-tanggal tua seperti saat itu.
Pernah juga menjelang lebaran, saat yang sangat saya nanti-nantikan, karena disitu saya berkesempatan mendapat baju dan celana jeans baru, kegembiraan setahun sekali bagi para mahasiswa yang mengandalkan uang kiriman hehe...
Ketika itu, ditengah keramaian disekitaran pasar itu, saya merasa ada yang membuka tas ranselku, saya menoleh cepat kebelakang, ada seorang anak muda yang juga dengan cepat berpura-pura memilih-milih pakaian tepat dibelakangku, saya tahu dia berpura-pura, karena dari jauh sekelompok temannya juga terlihat memantau saya dan juga anak muda itu.
Dua pengalamanku, ditambah dengan banyak cerita orang kecopetan atau dijambret dan para pedagang yang kerap memaksa pembeli dipasar itu, sudah cukup membuatku tak berniat berbelanja sesuatupun di pasar itu. Saya memang tak pernah lagi ke pasar Sentral, hingga hari itu, ketika kantor menelpon dipagi buta minta segera geser mobil SNG untuk live,karena sedikitnya 2500 kios dipasar Sentral hangus terbakar.

******

Kantor meminta kami kembali ke pasa Sentral, live di program Kabar Pagi tentang perkembangan terbaru pasca kebakaran pasar. Saya bertemu kembali dengannya, haji Mukhtar, seorang pria tua yang sangat sederhana, dengan tampilan khas sarung dan peci di kepalanya. Tapi siapa sangka ia pedagang besar dengan banyak kios pakaian di dalam pasar Sentral. Bagi sebagian pedagang ataupun orang-orang yang mencari hidup di pasar Sentral, haji Mukhtar bukanlah sosok yang asing, ia adalah sesepuh, karena telah berdagang puluhan tahun dipasar tersebut.
Saya jadi ingat saat wawancara live ketika kebakaran terjadi, haji Muktar bercerita tentang 126 kios miliknya yang hangus terbakar, tak ada yang tersisa. Ia berbicara dengan tenang, lalu ketika saya bertanya "kira-kira berapa besar kerugian dan apa yang akan bapak lakukan??".
Haji mukhtar hanya menjawab : " Kerugian memang banyak nak, tapi innalilaahi wainna ilaihi raajiun, semua itu milik Allah, dan Allah sedang memintanya kembali, tak perlu stress atau bersusah hati".
Sebuah jawaban yang tak pernah saya duga, saya sempat terdiam beberapa saat sebelum melanjutkan kembali wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Jawaban haji Mukhtar itu terasa menyejukkan, ditengah-tengah suasana kacau balau pedagang yang mengevakuasi barang dagangan, serta hiruk pikuk sirene mobil pemadam kebakaran yang hilir mudik dilokasi kebakaran.
Lalu saat pertemuan saya yang kedua kalinya dengan haji Mukhtar, saya juga bertanya tentang perkembangan terbaru dari musibah terbakarnya pasar terbesar di Sulawesi selatan itu. Dan haji Mukhtar menjawab " Ini ujian dari Allah kepada pemerintah dan para pemimpin, seberapa besar tanggung jawabnya kepada rakyat, juga ujian kepada para pedagang, seberap ikhlas mereka melepaskan harta titipan yang telah diambil kembali oleh Allah sang Pemilik Segala Sesuatu".
Bertemu dengan haji Mukhtar, telah membuat semua kesan buruk tentang pasar Sentral yang sekian lama bercokol dalam benak saya hilang seketika. Saya menemukan kebijaksaanaan ditengah kerasnya pertarungan hidup dipasar itu. Haji Mukhtar juga telah memberikan saya sebuah prespektif baru dalam memandang kehidupan...

Makassar, 8 Juli 2011 - 17.15

yang paling berharga

Siapa yang paling kaya di dunia ini?
" Kata orang-orang bijak, yang paling kaya adalah mereka yang selalu bersyukur dengan apa yang telah dimiliki"

Apa yang paling berharga dalam kehidupan ini?
"Kata orang-orang bijak, yang paling berharga adalah keimanan, lalu hati yang lapang, kemudian pikiran yang jernih"

Makassar, 7 Juli 2011 - 23.00