Haji Mukhtar

Saya nyaris tak pernah ke pasar Sentral dalam beberapa tahun ini, menurutku pasar ini adalah salah satu pasar yang perlu dihindari. Saya punya kenangan buruk, dulu pernah sekelompok pria menghalang-halangiku saat turun melalui sebuah tangga eskalator yang sempit, mereka sepertinya sengaja membuat saya terpisah beberapa meter dengan seorang teman kuliahku yang ada di depan.
Lalu setelah kami tiba dibawah, saya menemukan tas milik temanku terbuka resletingnya, dan sekelompok laki-laki itu dengan cepat menghilang entah dimana. Untung saja, tak ada barang berharga yang hilang, karena memang anak-anak kuliahan seperti kami tak punya apa-apa untuk dicuri, apalagi kalau tanggal-tanggal tua seperti saat itu.
Pernah juga menjelang lebaran, saat yang sangat saya nanti-nantikan, karena disitu saya berkesempatan mendapat baju dan celana jeans baru, kegembiraan setahun sekali bagi para mahasiswa yang mengandalkan uang kiriman hehe...
Ketika itu, ditengah keramaian disekitaran pasar itu, saya merasa ada yang membuka tas ranselku, saya menoleh cepat kebelakang, ada seorang anak muda yang juga dengan cepat berpura-pura memilih-milih pakaian tepat dibelakangku, saya tahu dia berpura-pura, karena dari jauh sekelompok temannya juga terlihat memantau saya dan juga anak muda itu.
Dua pengalamanku, ditambah dengan banyak cerita orang kecopetan atau dijambret dan para pedagang yang kerap memaksa pembeli dipasar itu, sudah cukup membuatku tak berniat berbelanja sesuatupun di pasar itu. Saya memang tak pernah lagi ke pasar Sentral, hingga hari itu, ketika kantor menelpon dipagi buta minta segera geser mobil SNG untuk live,karena sedikitnya 2500 kios dipasar Sentral hangus terbakar.

******

Kantor meminta kami kembali ke pasa Sentral, live di program Kabar Pagi tentang perkembangan terbaru pasca kebakaran pasar. Saya bertemu kembali dengannya, haji Mukhtar, seorang pria tua yang sangat sederhana, dengan tampilan khas sarung dan peci di kepalanya. Tapi siapa sangka ia pedagang besar dengan banyak kios pakaian di dalam pasar Sentral. Bagi sebagian pedagang ataupun orang-orang yang mencari hidup di pasar Sentral, haji Mukhtar bukanlah sosok yang asing, ia adalah sesepuh, karena telah berdagang puluhan tahun dipasar tersebut.
Saya jadi ingat saat wawancara live ketika kebakaran terjadi, haji Muktar bercerita tentang 126 kios miliknya yang hangus terbakar, tak ada yang tersisa. Ia berbicara dengan tenang, lalu ketika saya bertanya "kira-kira berapa besar kerugian dan apa yang akan bapak lakukan??".
Haji mukhtar hanya menjawab : " Kerugian memang banyak nak, tapi innalilaahi wainna ilaihi raajiun, semua itu milik Allah, dan Allah sedang memintanya kembali, tak perlu stress atau bersusah hati".
Sebuah jawaban yang tak pernah saya duga, saya sempat terdiam beberapa saat sebelum melanjutkan kembali wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Jawaban haji Mukhtar itu terasa menyejukkan, ditengah-tengah suasana kacau balau pedagang yang mengevakuasi barang dagangan, serta hiruk pikuk sirene mobil pemadam kebakaran yang hilir mudik dilokasi kebakaran.
Lalu saat pertemuan saya yang kedua kalinya dengan haji Mukhtar, saya juga bertanya tentang perkembangan terbaru dari musibah terbakarnya pasar terbesar di Sulawesi selatan itu. Dan haji Mukhtar menjawab " Ini ujian dari Allah kepada pemerintah dan para pemimpin, seberapa besar tanggung jawabnya kepada rakyat, juga ujian kepada para pedagang, seberap ikhlas mereka melepaskan harta titipan yang telah diambil kembali oleh Allah sang Pemilik Segala Sesuatu".
Bertemu dengan haji Mukhtar, telah membuat semua kesan buruk tentang pasar Sentral yang sekian lama bercokol dalam benak saya hilang seketika. Saya menemukan kebijaksaanaan ditengah kerasnya pertarungan hidup dipasar itu. Haji Mukhtar juga telah memberikan saya sebuah prespektif baru dalam memandang kehidupan...

Makassar, 8 Juli 2011 - 17.15

No comments: