mengejar separatis di negeri Aboru

Sekitar satu jam, kami terus dihempas gelombang. Orang-orang di pulau Haruku menyebut kawasan ini dengan perairan Batu Kapal, yang terletak antara Oma dan Wasu. Kawasan perairan ini memang terkenal dengan gelombang lautnya, mungkin karena berhadapan langsung dengan laut Banda.
Saya harus berpegang erat pada tiang atap speedboat, jika tidak ingin kepala menghantam atap. Saya kerap didera kecemasan, berpikir tentang keselamatan kami, juga dengan peralatan yang kami bawa. Apalagi beberapa kali, speedboat kami mengalami mati mesin ditengah perjalanan. Sedangkan Abo, kulihat sepertinya ia mulai lelah berulangkali dihempaskan di dalam speedboat, makanya dia memilih berdiri disisi kemudi, berpegangan pada besi-besi diatas atap speedboat.
Jhoni Salakore, sosok yang basah oleh hempasan ombak dibalik kemudi speedboat kecil ini, adalah anak muda asli pulau Haruku yang telah bertahun-tahun melintasi kawasan perairan ini. Saya mencoba menepis rasa khawatir, atau setidaknya, saya menaruh kepercayaan pada kelihaian Jhoni, mengendalikan speedboat yang menari-nari diatas gelombang.
Kami akhirnya berhasil merapat di pesisir pantai Aboru, sebuah desa kecil di pulau Haruku, yang mencuat namanya seiring maraknya aksi kelompok separatis Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku. Aboru adalah salah satu dari sekian banyak desa adapt di Maluku, yang disebut sebagai negeri Aboru.
Pada bulan Juni 2007 silam, puluhan anak-anak muda dari negeri Aboru ini, telah menyusup sebagai penari cakalele dalam peringatan hari keluarga nasional yang dihadiri oleh presiden SBY, dalam penyusupan tersebut, mereka telah membentangkan bendera benang raja RMS. Selain itu, dari beberapa data yang saya kumpulkan, pada ulang tahun RMS 25 April 2002 silam, sedikitnya 220 bendera benang raja telah berkibar di negeri kecil yang hanya dihuni oleh 700 KK tersebut.
Saya telah banyak mendengar cerita, tentang perilaku orang-orang negeri Aboru yang kabarnya tidak bersahabat dengan pendatang asing, apalagi aparat keamanan. Tapi saat menginjakkan kaki di negeri tersebut, semuanya jauh dari yang pernah saya bayangkan. Saya bertemu dengan warga yang membalas senyuman. Dan juga ratusan aparat keamanan yang bekerja membangun jalan dan jembatan.Raja negeri Aboru, Semol Leuheru, menolak jika negeri mereka di identikkan dengan RMS. Menurut Semol, mereka tetap cinta pada NKRI, kalaupun ada yang ikut serta dalam gerakan separatis RMS, itu hanya segelintir orang yang tidak paham dan telah termakan issu-issu menyesatkan.
Aboru, adalah sebuah negeri adat yang indah dan tersebunyi di teluk pulau Haruku. Permasalahan di Aboru, memang bukanlah masalah ideologis, atau sebuah keinginan kuat untuk berpisah dari NKRI. Orang-orang di negeri Aboru, hanya meminta sedikit keadilan dari pemerintah daerah Maluku. Mereka butuh perhatian untuk masalah-masalah yang sangat sederhana, seperti jalur transportasi yang mudah dan tidak berbiaya tinggi, juga tentang kebutuhan pokok sehari-hari yang bisa mereka dapatkan dengan lebih mudah.
Saya sebenarnya masih ingin berlama-lama di negeri adat kecil yang fenomenal ini, hanya saja kami harus segera pulang, sebelum hari beranjak sore, dan ombak di laut Banda semakin membesar.

Ambon, 23 April 2008

No comments: