operator lift

Di dalam ruangan sempit lift sebuah pusat perbelanjaan, laki-laki muda itu bertanya pada kami "lantai berapa ?" suaranya datar, tak menoleh sedikitpun, ia duduk dikursi plastik kecil, dengan posisi badan yang menghadap pada deretan angka-angka lift. Ada yang menjawab lantai 2, lantai 1, lantai 4, sementara sebagian besar memilih diam, termasuk saya. Barangkali sudah merasa terwakili dengan jawaban dari penghuni lift yang lain.
Laki-laki itu, seorang operator lift, dengan tugas utama memenjet tombol-tobol angka penanda lantai tempat tujuan lift, membuka dan menutup pintu lift, memastikan lift tidak over kapasitas, bekerja dalam ruangan sempit 1,5 x 1,5 meter persegi, itupun harus berbagi dengan sedikitnya sepuluh orang penumpang lift yang berdesak-desak-desakan. Lalu naik turun..naik turun..naik turun..selama beberapa jam.
Sebetulnya setiap kali saya ke tempat itu, saya selalu ingin berbincang dengan si operator lift, tapi saya tak punya moment yang tepat. Saya ingin mendengar ceritanya, tentang suka duka bekerja dalam kotak kecil penuh sesak yang terus bergerak naik turun setiap saat, mengapa ia memilih pekerjaan itu?, berapa jam ia bekerja dalam sehari?, apakah gajinya sebanding?, bagaimana dia mengusir kebosanan dalam lift yang sumpek?, dan banyak lagi yang kalau saya tanyakan semuanya, mungkin bisa membuat saya dituduh "mau tahuuu aja urusan orang lain..!!"
Saya sering mendengar orang-orang mengeluh dan jenuh dengan pekerjaan, sesuatu yang juga kerap saya alami, padahal banyak yang bilang bekerja sebagai jurnalis televisi adalah hal yang menyenangkan, karena ini adalah jenis pekerjaan yang dinamis, yang bisa membawa kita ke tempat-tempat "ajaib" yang tak semua orang berkesempatan mendatanginya, seperti itupun kejenuhan kadang masih datang mendera, dan saya masih kerap mengeluh. Lalu bagaimana jika pekerjaan saya adalah seorang operator lift???.
Saya pernah membaca sebuah tulisan yang sangat inspiratif dari seorang jurnalis televisi senior, tulisan dengan judul "lentara jiwa", sebuah catatan kecil tentang bagaimana seseorang bisa mencintai pekerjaannya, apapun jenis pekerjaan itu. Orang-orang yang bisa bekerja dengan bahagia, adalah mereka yang telah menemukan lentera jiwanya.
Hhmm...apakah saya bahagia dengan pekerjaan yang sudah saya jalani selama enam tahun ini? jawabannya iya, bahkan sangat bahagia. Lalu apakah pekerjaan ini telah menjadi lentera jiwa saya? jawabannya mungkin iya...mungkin juga belum....Saya ingin seperti yang ditulis kahlil gibran, bahwa "kerja adalah cinta yang mengejawantah", ketika saya bisa bekerja dengan hati, dengan cinta, dengan segenap rasa syukur......

Makassar, 21 November 2010 - 13.15 wita

[...........]

Hmmm...baiklah, nanti kita lanjutkan lagi obrolan ini, kalau nanti bangun subuh, ajaklah ia jalan-jalan, biar kalian berdua selalu sehat dan terlindungi.
Salam sayang untukmu, juga untuknya, malaikat kecil kita yang damai di dalam rahimmu. Sampaikan padanya bahwa aku rindu..benar-benar rindu...

Makassar, 14 November 2010

delay

Saya masih diliputi perasaan bersalah, apalagi saat membayangkan bagaimana ia berlari dari gate 3 ke gate 5 ruang tunggu pemberangkatan pesawat, ia berlari dengan kaki yang terpincang-pincang akibat penyakit asam urat yang menggerus usianya yang semakin senja. Bagian lari dengan kaki yang pincang, dengan tiga barang bawaan ditangannya ini tak pernah ia ceritakan padaku, ia hanya menceritakannya pada istriku, " Alhamdulilah, untung Allah masih melindungi kaki ayah " begitu ceritanya.
Kepadaku ayah hanya bilang " Ayah ketinggalan pesawat, ayah tak dengar pengumuman saat pintu pemberangkatan di pindahkan dari pintu 3 ke pintu 5" . Ketika itu saya lemas, seandainya ada pintu kemana saja punya si Doraemon, detik itu juga saya akan berangkat dari bandara Juanda Surabaya menuju ke bandara Makassar. Saya panik, memikirkan ayah yang sendirian di bandara tanpa ada satupun keluarga yang mendampingi. Belakangan saya juga baru tahu dari istriku, bahwa ayah tak dengar panggilan bagi para penumpang, karena sedang sholat dhuhur di musholla bandara.
Ditelepon, suara saya serak karena marah-marah kepada petugas maskapai penerbangan Express Air, saya marah karena pesawat mereka delay terlalu lama hingga saya harus terbang lebih dulu dari Ayah, saya marah karena selama beberapa jam delay, mereka mengacuhkan para penumpang, saya marah karena mereka juga memindahkan ruang keberangkatan dari gate 3 ke gate 5, hingga ayah ketinggalan pesawat, sebab dulu, saya juga punya pengalaman seperti ini, nyaris ketinggalan pesawat karena pihak Express Air memindahkan pintu pemberangkatan penumpang. Saya marah pada seorang kenalan dari Tidore, yang sebelumnya telah berjanji akan mendampingi ayah hingga naik diatas pesawat tapi kemudian ingkar janji. Saya juga marah pada diri sendiri karena tidak disana, saat ayah sendirian dalam situasi seperti itu.
Saya menelpon semua orang yang bisa saya harapkan bantuannya, beruntung teman-teman dikantor berbaik hati menjemput ayah di bandara, mengantar ayah pulang ke rumah, memastikan tiketnya tidak hangus dan bisa ikut dalam penerbangan berikut. Terima kasih untuk Abo dan Ancu atas bantuannya hari itu.

******

Ayah sudah di rumah Tidore, saya menelponnya, menanyakan kabarnya, juga menyampaikan kabar bahwa dokter mengatakan kalau cucunya yang akan lahir nanti, adalah seorang perempuan. Saya memohon doanya, agar cucunya yang ke 7 ini bisa terlahir dalam keadaan sehat lahir batin, dan Allah memberikan keselamatan untuknya dan ibunya.
Kata ayah ia baik-baik saja, ia juga mendoakan keselamatan untuk keluarga kecilku ini. Ayah juga masih bercerita tentang pengalaman ketinggalan pesawat itu, tapi tak pernah ada nada marah, bahkan ia tak pernah marah sejak tertinggal pesawat hari itu. Malah dengan bangga ayah bercerita tentang dirinya yang kemudian sangat dikenal oleh para pagawai Express Air usai peristiwa itu. Kata ayah mereka menyimpan nomor telponnya, juga mengantarkan makan siang diruang tunggu saat ia berangkat di hari kedua.

Makassar, 10 November 2010 - 13.30 wita

sebentar lagi...

November sudah tiba, lalu saya semakin senang memelukmu, sembari meletakkan telapak tangan diatas perutmu yang semakin membesar, dan merasakan gerakan-gerakan kecil dari dalamnya, " hari ini dia banyak bergerak...barangkali lagi asyik bermain ", katamu. Biasanya saya akan segera mendekatkan telinga diperutmu, mencoba mendengar detak jantungnya, dan memanjatkan banyak doa, moga Allah memberi kekuatan, juga kesehatan dan keselamatan bagi kalian berdua.
Sebentar lagi, saya harus segera membawamu pulang ke kota kelahiranmu. Biasanya bagi perempuan yang akan melahirkan anak pertama, selain suami, mereka juga ingin berada didekat ibu mereka, seseorang yang akan membuat mereka merasa lebih lapang saat melalui proses penting itu, sebuah proses yang disebut Rasulullah setara dengan jihad dijalan Allah.
Sedikit banyak, saya sebetulnya mencemaskan sejumlah hal, mungkin saja ini efek psikologis bagi seorang calon ayah. Tapi saya selalu yakin, bahwa Allah telah menyiapkan banyak kebaikan utuk keluarga kecil kita ini. Asalkan kita tak berhenti berdoa, juga tak putus segala usaha. Semoga kita selalu menjadi keluarga yang di ridhai dan dirahmati.

Makassar, 2 November 2010 - 14.00 wita