Bukan Sekedar Hari di Ujung Tahun

Ini bukan sekedar hari di penghujung tahun 2011....
tapi juga hari untukmu istriku...
Selamat ulang  tahun my lovely Mezayu,
terima kasih telah menjadi bunda nomor satu di dunia untuk saya dan Zee...

Makassar, 31 Desember 2011 -  19:23 wita

Catatan Desember

## Prajurit di Batas negara

Siang itu kami diantar Mayor Iman, Wakil Komandan Batalyon 141 Aneka Yudha Jaya Prakosa yang bertugas menjaga perbatasan Indonesia - Papua Nugini menuju ke distrik Waris Kabupaten Keerom Papua. Butuh perjalanan sekitar dua jam dari pusat komando utama di daerah Arso menuju ke distrik Waris.
Dalam sejarah, distrik Waris ini adalah lokasi pertama kalinya terjadi pemberontakan kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM), pada tanggal 1 Juli 1971. Ketika itu para pemberontak yang terdesak oleh TNI kemudian melarikan diri ke Papua Nugini melalu distrik Waris.
Memang dalam beberapa tahun terakhir, situasi keamanan di kabupaten Keerom ini jauh lebih kondusif, menurut informasi, peristiwa terakhir penyerangan kelompok bersenjata itu sekitar tahun 2006 yang dipimpim tokok OPM di wilayah Arso Lamberq Peukikir disebuah kantor perkebunan kelapa sawit di Arso. Lalu bila situasi cenderung kondusif, apa musuh terbesar para prajurit ini selama bertugas??

"Musuh terbesar kami adalah rasa rindu kepada keluarga, dan juga serangan nyamuk malaria Papua yang terkenal ganas. Sinyal handphone susah disini, untuk menelpon keluarga, kami harus berjalan kaki beberapa kilo meter ke arah bukit-bukit disekitar pos penjagaan." cerita seorang prajurit.

Kata Wadanyon 141 AYJP Mayor Iman, ada banyak peraturan yang mengikat para prajurit yang dikirim tugas seperti ini, diantaranya tak boleh dijenguk keluarga atau menjenguk keluarga. Boleh pulang menjenguk keluarga dengan catatan harus dengan alasan yang kuat. Contoh alasan yang kuat adalah, bila istri atau anak prajurit yang bersangkutan meninggal dunia. Selain itu tidak diperbolehkan, hal ini demi menjaga konsentrasi dan fokus prajurit selama masa tugas.

"Anak-anak kami sudah bosan menanyakan kapan ayahnya pulang, dan kamipun sudah bingung mencari lagi alasan kenapa belum pulang-pulang juga hehehe... " kata Mayor Iman sambil tertawa.

[Melihat langsung kehidupan para parajurit di tapal batas menjadi pengalaman baru bagi saya. Mendengar paera prajurit itu bercerita tentang rindu pada keluarga, hal pertama yang langsung melintas dibenakku adalah wajah putriku Azeeta Sasmaya. Hmm..maafkan ayah, dua bulan terakhir ini sering pergi meninggalkanmu dan bunda. Jangan sedih, tetap semangat, makan yang banyak biar kuat dan sehat. Suatu hari nanti ayah akan mengajakmu melintasi garis demi garis pada peta, biar kau paham bahwa ada banyak dunia yang lain, diluar dunia dalah hidup keseharian kita.]


*******

## Aples Tecuari dan Rocky Putiray

Kami mencari kampung Berap distrik Nimbrokang kabupaten Jayapura. Menyusuri hutan-hutan yang sepi tanpa pemukiman warga dengan stok bensin yang kian menipis, dan tersesat beberapa kali membuat kami sedikit cemas. Tapi tanggung bila harus kembali ke kota, perjalanan sudah terlalu jauh, tak boleh pulang sebelum misi berhasil.
Malam itu kamis dini hari tanggal 1 Desember 2011, bertepatan dengan perayan HUT Organisasi Papua Merdeka (OPM), dua anggota polisi diserang warga di kampung Berap, satu berhasil selamat, dan satunya lagi Brigadir Ridwan Napitupulu akhirnya meninggal dunia setelah sempat dirawat beberapa hari di rumah sakit Bhayangkara Kota Raja Abepura.
Kekerasan bernuansa politik yang terjadi di tanah Papua itu telah merenggut banyak korban jiwa, rakyat dan juga aparat. Papua seperti "mainan" bagi banyak pihak dengan berkedok separatis dan proyek keamanan untuk tujuan-tujuan ekonomi. Lalu siapakah yang meraup untung dari kekacauan di tanah Papua?? hmm...tanyakan pada rumput yang begoyang dan juga kepada Negara !!.
Ada hal menarik dari perjalanan mencari kampung Berap ini, ketika kami nyaris putus asa karena tersesat dan kehabisan bensin, kami terselamatkan setelah bertemu seorang babinsa TNI di kampung Genyem distrik Nimbrokang. Saya tak ingat pangkat pak babinsa itu, karena saya lebih tertarik dengan tulisan huruf kapital di papan namanya,A. Tecuari.
"Lho? jangan-jangan bapak babinsa masih keluarga dengan mantan pemain bola timnas Indonesia awal tahun 2000-an, Aples Tecuari" Tanya saya penasaran.
Dan jawabannya mengejutkan !! " Benar, saya kaka kandung dari Aples Tecuari, sekarang Aples sedang kursus pelatih, rencana dalam waktu dekat ini akan ke luar negeri" kata pak Babinsa Tecuari penuh bersemangat.

Rupanya disiinilah seorang Aples Tecuari berasal,di perkampungan sepi di tengah-tengah rimba Papua ini telah lahir seorang pemain sepak bola berbakat, banyangan saya terbang ke masa lalu, mencari-cari dimanakah lokasi Aples kecil mulai berlatih sepak bola di tengah hutan seperti ini?. Saya juga teringat dengan PSSI yang menurutku bego-nya segede stadion. Justru organisasi inilah yang merusak sepak bola Indonesia, membunuh semangat dan benih-benih pe-sepak bola unggul yang mungkin saja akan lahir kembali dari kampung-kampung terpencil seperti ini.
Menemukan pak babinsa Tecuari ini, juga mengingatkan saya ketika liputan di Ambon tahun 2008 silam. Saya bertemu dengan Doni Putiray, seorang sopir mobil rental, yang ternyata adalah kaka kandung dari Rocky Putiray, mantan striker timnas Indonesia sejaman dengan Aples. Saya masih ingat, bagaimana abang Dony itu dengan dialeg Ambon yang khas dan cepat, bercerita tentang Rocky Putiray yang pernah dua kali menjebol gawang klub raksasa Italy AC. Milan.
Ah, ini yang saya suka dari jenis pekerjaan seperti ini, secara materi mungkin tak ada apa-apanya, tapi saya selalu merasa kaya dari sisi yang lain. Bisa sampai di tempat-tempat ajaib di penjuru nusantara dan bertemu orang-orang yang tak terduga adalah sesuatu yang sangat berharga.

*******

## Gamalama

Kalau bukan liputan ke Ternate, mungkin saya tak akan se-bersemangat ini, perjalanan panjang dari Papua ke Makassar masih terasa letihnya, saya belum sempat istirahat, karena langsung masuk kantor untuk live kasus tembok rubuh itu.  Saat itu tanggal 4 Desember 2011, tembok sebuah perumahan elit yang dibangun tanpa prosedur yang semestinya rubuh saat hujan deras mengguyur, dan menimpa pemukiman warga miskin di bantaran kanal. Ada delapan warga yang tewas tertimpa pagar, sementara sebagian lainnya luka-luka.
Saya bahkan belum sempat pulang ke rumah sejak tiba dari papua, karena langsung live dua hari berturut-turut di kasus tembok rubuh itu, lalu ada perintah mendadak segera berangkat ke Ternate Maluku Utara, gunung Gamalama kembali meletus pada 5 Desember 2011, ada lebih dari dua ribu warga yang mengungsi akibat erupsi dan banjir lahar dingin.
Saya bersemangat, liputan ke Ternate bukan sekedar perjalanan biasa, tapi sekaligus bonus pulang kampung gratis untuk saya. Semburan debu vulkanik Gamalama membuat bandara di Ternate ditutup untuk sementara. Kami harus terbang ke Ambon, lalu menumpang kapal laut KM. Lambelu satu hari pelayaran menuju Ternate.
Menuju ke Ternate dengan kapal laut membuat saya terkenang masa-masa kuliah dulu, saat mudik berdesak-desakan di kelas ekonomi dengan barang yang menumpuk. Rasanya tak ada yang berubah, terakhir 10 tahun yang lalu saya menumpang kapal pelni mudik ke Tidore, dan sekarang masih sama saja seperti dulu, angkutan rakyat ini menurutku tetap tak ramah bagi para penumpangnya.

Hmm...13 hari di Ternate, saya hanya bisa menengok rumah di Tidore dua kali, dengan total waktu sekitar 2 jam. Meski begitu, bertemu ayah dan keluarga tercinta telah cukup menghapus rindu hampir tiga tahun tak pernah pulang.
Selama di Ternate saya juga berjumpa dengan banyak sahabat lama, sahabat semasa sekolah di pesantren atau semasa tinggal di asrama saat kuliah. Nanti saya akan datang lagi kesini, tentu saja bersama Bunda dan Zee....mereka harus melihat sepotong surga di belahan utara jazirah Maluku Kie Raha ini...:)


Makassar, 31 Desember 2011

......

Ya Allah...
Berikanlah kami lebih banyak kesabaran...
lebih banyak rasa syukur...
lebih banyak rasa ikhlas...
juga lebih banyak semangat untuk berusaha dan tak berputus asa...

Makassar, 26 Desember 2011 - 18.00

Sekali...

Sekali dalam hidup...seseorang harus bisa menentukan sikap
Jika tidak...maka ia tak akan menjadi apa-apa...[Pramoedya Ananta Toer)

Makassar, 21 Desember 2011

"My lovely Zee...Ayah rindu..."

bahagia

Dimanakah kebahagiaan itu berada?
"kebahagia itu ada pada hati yang lapang dan pikiran yang jernih"

Bagaimana kita bisa memiliki hati yang lapang dan pikiran yang jernih?
"keikhlasan, hanya orang-orang yang ikhlas yang memiliki hati yang lapang dan pikiran yang jernih"

Bagaimana caranya menjadi orang yang ikhlas?
"Bersyukur dengan semua yang sudah dimiliki. Hanya orang-orang yang pandai bersukur yang bisa menemukan keihklasan dalam hidup"

Makassar, 14 November 2011 - 16.41

tanah ulayat

Delapan belas hari, setidaknya dengan waktu liputan selama itu membuat saya sedikit banyak memahami apa yang sedang berkecamuk didalam dada orang-orang yang tinggal di kota kecil itu. Ini adalah kali ketiga saya datang ke Timika, kota kecil di ujung timur yang penuh gelora.
Disana ada ribuan pekerja tambang PT. Freeport yang mogok kerja, mereka menuntut kenaikan upah yang layak sesuai dengan resiko perkerjaan. Para pekerja di PT. Freeport itu, hanyalah salah satu dari sekian banyak contoh kisah tragis para pekerja, yang diperas oleh perusahan kapitalis.
Dalam sebuah obrolan dengan para pekerja, saya mendengarkan banyak cerita, tentang duka bekerja di tambang bawah tanah. " Di tambang underground itu, kalau meludah, air ludah kami berwarna coklat dan berpasir, meski kami telah memakai masker yang standar. Ada teman kami yang langsung meninggal dunia setelah pensiun karena tubuh yang rapuh dimakan zat-zat beracun didalam tambang" begitu kata seorang diantara mereka.
Ada juga kisah lain tentang bonus yang dipotong bila mereka sakit dua hari saja, atau tentang menu ayam berenang tanpa rasa yang tak membawa selera. Makanya sebagian mereka kadang lebih suka makan mie rebus, daripada menyantap menu catering perusahan.
Selain pekerja tambang yang mogok, kawasan pertambangan tembaga dan emas itu juga rawan dengan penyerangan kelompok kriminal bersenjata. Selama saya disana, kurang dari dua pekan, sudah enam nyawa melayang, tewas ditembak para pelaku teror. Kekerasan di areal pertambangan PT. Freeport ini sudah berlangsung lama dan terus berulang, tanpa satupun pelaku teror yang berhasil ditangkap aparat.
Dalam kurun waktu Juli 2009 hingga Oktober 2011 ini, sudah lebih dari empat puluh kali insiden penembakan terjadi, sudah belasan nyawa melayang, salah satu korbannya adalah sahabat saya, seorang anggota brimob polda Papua. Ia tewas pada Juli 2009, mobil patrolinya terbalik saat mengejar kelompok kriminal bersenjata. Ia meninggalkan dua orang putra yang masih balita. Semoga Allah melindungi keluarga itu, segala doa saya panjatkan untuk mereka.
Bercerita tentang Freeport, sebetulnya sama saja dengan berbicara tentang nestapa masyarakat Papua, terutama warga tujuh suku pemegang hak ulayat di Timika tersebut. Jutaan dollar dikeruk setiap hari dari perut bumi Papua,lalu kemanakah para pribumi?. Para pemilik tanah itu, mereka bisa dijumpai di sungai-sungai keruh, dengan wajah penuh keringat bercampur lumpur, menggoyang wajan untuk mengais sisa-sisa konsentrat emas buangan pabrik.
Memang banyak juga diantara mereka yang dipekerjakan di perusahan tersebut, tapi sebagai apa?, toh kebanyakan dari mereka adalah pegawai rendahan, karena keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan. Lebih banyak lagi dari mereka hidup terbelakang dan miskin.

Makassar, 31 Oktober 2011 - 18.00

[ Siang itu hujan menghapus panasnya jalanan, kau dan bunda menjemputku. Saya memandangmu lekat-lekat, wajah yang lembut dengan bulu mata yang lentik. Belasan hari meninggalkanmu membuat saya dikepung rindu. Hmmm...putri ayah yang cantik, bangunlah nak, lihatlah Ayah sudah pulang hari ini. Tak usah terkejut, memang ayah jauh lebih hitam, wajah yang lebih kusut, dan rambut yang acak-acakan. Pasti kau tak nyaman bila ayah memeluk dan menciummu, apalagi dengan jenggot dan kumis yang belum dicukur...:D ]

stethoscope

Kami menuntunmu perlahan-lahan, meniti satu demi satu deretan nasi ketan tujuh warna, kemudian menaiki tangga warna warni yang terbuat dari batang tebu, lalu turun dan menginjak sekumpulan tanah yang telah disediakan dari wadah keramik tanah liat. Prosesi ini bermakna agar kelak setelah dewasa kau selalu ingat tanah tumpah darahmu, juga agar kelak kau bisa meraih kehidupan yang sukses dan dinamis tahap demi tahap.
Pada prosesi selanjutnya kau dimandikan dengan air kembang, mengganti baju dengan yang baru, kemudian digendong satu persatu oleh kami sekeluarga, mulai dari eyang putri, eyang buyut, paman, hingga ayah dan bunda. Prosesi ini bermakna supaya kau terlihat lebih segar dan cantik ketika kami menyambutmu saat kau memasuki tahap baru dalam kehidupanmu.
Lalu setelah itu, didalam kurungan bambu yang di isi dengan berbagai macam benda yang menjadi simbol masa depanmu itu, tanpa ragu kau mengambil sebuah stethoscope dokter, yang diletakkan diantara benda-benda lainnya seperti laptop, buku, pulpen, uang, perhiasan, dan juga sejumlah alat kosmetik. Serentak kami semua yang ada disitu tertawa bahagia melihatmu.."Zee mau jadi dokter kalau sudah besar nanti", begitu kata orang-orang.
Bukan hanya ayah dan bunda yang bahagia putriku, lihatlah eyang putrimu itu, dia seorang dokter, dan ayah melihat senyum bahagia di wajahnya menyaksikan engkau menggigit-gigit ujung stethoscope yang tak kau lepaskan dari gengamanmu.
Upacara sederhana dalam tradisi Jawa ini disebut dengan tedak siti, yaitu upacara memperkenalkan anak untuk pertama kalinya pada bumi, dengan tujuan kelak anak tersebut mampu berdiri sendiri dalam menempuh kehidupan. Upacara ini digelar apabila seorang anak sudah berumur tujuh lapan (7 x 35 hari).
Azeeta Sasmaya putriku, upacara adat ini adalah simbol atau bentuk lain dari doa-doa kami untuk masa depanmu. Bagi ayah dan bunda, kelak kau boleh menjadi apa saja sesuai dengan kata hatimu, meskipun itu bukan seorang dokter. Asalkan pilihanmu itu tetap membuatmu terjaga dijalan kebaikan.
Kalaupun nanti bila kau benar menjadi seorang dokter seperti pada cerminan pilihanmu saat ini, pesan kami, jadilah dokter yang baik putriku, jadilah dokter yang lebih mengedepankan semangat menolong sesama daripada sekedar mencari keuntungan ekonomi atas profesimu. Pada profesi apapun itu, nilai menolong sesama itu jauh lebih mulia dibanding nilai ekonomis yang kau dapat dari profesi tersebut...

Makassar, 4 Oktober 2011 - 12.20 wita

[ My lovely Zee, ayah baru sempat menulis ini setelah pulang ke Makassar. Upacara tedak siti ini digelar di rumah eyang putri di Surabaya, tanggal 25 September 2011 yang lalu, bertepatan dengan hari ulang tahun ayah yang ke 32. Oya, sebentar lagi kau dan bunda akan datang, kita akan menetap disini, tak sabar ayah menanti kalian, kita akan menonton pagi bersama dari teras rumah mungil kita ini ].

jalan panjang...

Dulu dimasa kecilku hingga remaja, saya punya banyak sahabat, mereka adalah anak-anak tetangga sekitar rumah di Tidore. Sebut saja beberapa, ada Ucin, Inal, Nyong, Oni, Melky, Berce, Annete dll. Entah dimana mereka sekarang, sebagian diantaranya masih ada, tapi sebagian lagi tak jelas ada dimana. Banyak diantara mereka yang tiba-tiba pergi ketika kerusuhan bernuansa SARA pecah di tanah Maluku.
Saya memang tak ada disana pada masa-masa kerusuhan antar warga tahun 1999 itu, karena sudah kuliah di Makassar. Saya baru pulang ke Tidore tiga tahun kemudian, dan menemukan puing-puing rumah tetangga yang terbakar, juga banyak cerita tentang hal ikhwal kerusuhan di Maluku dan Maluku Utara itu terjadi.
Ketika pulang saat itu, saya merasa telah kehilangan banyak hal, bukan hanya suasana sekitar rumah yang terasa aneh dengan pemandangan sisa-sia kebakaran, tapi saya juga telah kehilangan sebagian dari kenangan masa kecilku. Sebagian dari teman-teman sepermainanku itu entah dimana, kabarnya ada yang pindah ke Halmahera, ada juga yang mengungsi ke Bitung.
Belakangan, kemajuan teknologi kemudian mempertemukan saya dengan sebagian dari mereka melalui situs jejaring sosial, ada rasa yang berbeda, kami saling menanyakan kabar. Meski hanya di dunia maya, tapi saya bahagia menemukan kembali sahabat juga tetangga-tetangga rumah, orang-orang yang telah memberikan warna tersendiri dalam beberapa fase hidup yang pernah saya lalui.

******

Hari senin siang, tanggal 12 September, hampir tiga jam, saya menunggu dengan sabar di bandara Pattimura Ambon, tak ada kendaraan yang bersedia mengantar saya memasuki kota. Para sopir masih khawatir, kabarnya masih banyak jalan yang di blokir warga, dan orang-orang masih diliputi kecemasan serta rasa curiga yang tinggi.
Sekitar jam 5 sore saya baru bisa masuk kota Ambon, setelah menempuh jalur alternatif, menyeberang laut dengan mencarter speedboat dari Wayame ke Tantui. Saya lelah, atau tepatnya lapar karena belum makan seharian, sementara kantor terus menelpon menanyakan di mana posisi terakhir, dan apakah saya sudah bertemu dengan Fahmi atau belum, teman cameraperson Jakarta yang lebih dahulu tiba tadi pagi.
Saya berterima kasih kepada seorang kenalan anggota Brimob Polda Maluku, yang telah menemani saya sejak dari bandara, hingga mengantar saya ke Mako Brimob, dan mencarikan tumpangan di mobil pasukan yang di drop masuk kota.
Sehari sebelum saya tiba di Ambon, dua kelompok warga kembali terlibat bentrokan, pemicu bentrokan setelah seorang tukang ojek tewas dan diyakini warga akibat dibunuh, bukan karena kecelakaan lalulintas seperti yang disampaikan polisi. Dalam insiden itu, 8 orang warga tewas, 200 rumah musnah terbakar, dan sedikitnya 7000 warga mengungsi.
Selama liputan di Ambon, saya bertemu dan berbicara dengan banyak orang. Masyarakat di Maluku sadar, konflik dengan latar belakangan apapun itu, tak membawa keuntungan bagi mereka, justru membuat mereka kian terbelakangan, dan tak bisa menatap masa depan yang lebih baik. Meski sebetulnya, tak bisa dipungkiri, masih ada luka yang belum bisa disembuhkan. Karena itu apabila ada hal-hal yang memicu ingatan tentang konflik Ambon, luka itu bisa kembali terkoyak, lalu berubah menjadi amarah.
Dibeberapa lokasi pengungsian warga, saya melihat anak-anak, kaum perempuan dan lansia yang bertahan dengan kondisi seadanya. Mereka menyimpan trauma, juga sorot mata lelah menatap jalan panjang menuju kehidupan yang rukun dan damai.
Sejarah kerusuhan SARA di Maluku 1999,2004,2006 dan 2011 adalah jejak kelam yang masih terus membekas dan coba mereka hapus ingatannya hingga saat ini. Maka terkutuklah orang-orang yang mencoba bermain di air keruh untuk kepentingan politik dan ekonomi dengan jalan merusak kehidupan damai yang sudah dibangun masyarakat Maluku.

Ambon, 18 September 2011 - 22:00

"Kepada mereka yang telah pergi entah dimana, sahabat-sahabat masa kecil hingga remaja, tetangga-tetangga rumahku di Tidore yang baik hati, kelak angin akan mempertemukan kita. Tak ada yang bisa menghapus kenangan, bahkan perang sekalipun..."

keluarga

Sejak pertama kali datang ke tanah Makassar ini, selain keluarga, ada banyak orang yang membuat saya merasa tak pernah sendiri melalui banyak hal, melewati setiap waktu suka ataupun duka. Mereka bukan keluarga sesungguhnya, tapi dalam makna yang lain, mereka juga telah menjadi "keluarga" bagi saya.
" Zee putriku, kali ini ayah ingin bercerita kepadamu, tentang sesuatu yang bernama "keluarga", hmm..barangkali ini topik baru yang belum pernah ayah sampaikan kepadamu sebelum ini".
Makna yang lebih mendalam tentang keluarga, tidak sekedar berarti adanya pertalian darah atau hubungan genetika antara individu yang satu dengan yang lainnya. Tapi keluarga juga bisa bermakna lebih luas, yaitu semua tempat dimana kita menemukan orang-orang yang memberikan banyak kebaikan untuk kita.
Di belahan bumi manapun kita berpijak, kita akan merasakan sesuatu yang bernama keluarga, ketika kita disambut dengan penuh kebaikan dari orang-orang yang ada ditempat itu. " Karena itu putriku, berbuat baiklah kepada setiap orang, maka seisi dunia ini akan menjadi keluargamu "
Suatu hari nanti putriku, saat engkau mulai tumbuh dewasa dan hidup dalam dunia lain diluar rumahmu, dunia diluar kami keluarga genetikmu, kau akan bertemu dengan banyak orang, tapi dari banyak orang itu, barangkali hanya sedikit diantara mereka yang memiliki arti spesial dalam hidupmu.
Bersama mereka, kelak kau akan menemukan sudut pandang lain tentang bagaimana melihat kehidupan. Kalian barangkali akan belajar bersama tentang kebijaksanaan dengan cara yang berbeda, solidaritas dengan rasa yang unik, atau belajar tentang cinta dengan cara yang tak lazim. Mereka juga bisa menjadi "keluarga" dalam makna yang berbeda.
Barangkali banyak hal yang engkau lalui bersama mereka akan berbeda dengan apa yang ayah dan bunda ajarkan kepadamu di rumah. Tapi tak ada yang salah putriku, asalkan kau tetap berjalan di garis kebaikan, maka kehidupan nantinya akan mengajarimu banyak hal tentang cinta dan kebijaksanaan.

*****

Putriku, sepanjang hidup ayah ini, ada banyak orang yang telah menjadi "keluarga" bagi ayah. Sebab mereka bisa memberikan sesuatu yang lebih berarti dari sekedar teman atau sahabat. Sebagian diantara mereka masih bisa ayah temui, sebagiannya lagi tak pernah sama sekali, karena jarak dan waktu yang terbentang jauh. Mereka orang-orang baik putriku.
Beberapa hari lalu, ayah mendapat kabar duka, salah satu dari mereka yang telah menjadi "keluarga" bagi ayah, meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan lalu lintas di Merauke Papua. Namanya Suwardi, kami lebih akrab menyapanya dengan "kak Igor". Seorang laki-laki baik hati dengan pembawaan yang tenang, cenderung tak banyak bicara, tapi sangat perhatian kepada kami sahabat-sahabatnya.
Ada banyak kenangan yang membuat ayah menjadi sangat sedih mendengar kabar ini, apalagi mengetahui dia meninggalkan seorang istri yang tengah mengandung tiga bulan.
Mari kita berdoa, semoga Allah memberikan tempat yang terbaik untuk almarhum kak Igor, dan keluarganya diberikan banyak kekuatan dan ketabahan...amien..

Makassar, 10 September 2011 - 23.30

sisa usia

Petang itu kami tiba tergesa-gesa di Parepare, setelah menempuh sekitar empat jam perjalanan dari Makassar. "harus bisa live di segmen satu kabar petang !!" begitu teriak para jenderal di news room. Dan para prajurit seperti kami yang mengabdi pada pekerjaan semacam ini tak punya pilihan lain, kecuali menekan gas mobil liputan lebih dalam sambil cemas menghitung mundur waktu deadline. Tak peduli belum makan seharian, atau rasa lelah karena pikiran mulai tidak konek dengan tubuh.
Akhirnya last minute setelah kebut-kebutan dan grasak-grusuk di lokasi panti jompo, setelah diganjal berita satu segmen, akhirnya kami bisa menyiarkan laporan langsung itu dengan tergesa-gesa. Saya mencoba menunjukkan ruangan demi ruangan panti jompo , memang kasur-kasur kumuh tak terlihat lagi disana, peralatan-peralatan makan yang berdebu dan kotor juga tak ada, semua sudah dibersihkan dengan cepat.
Tapi secara kebetulan dalam live petang itu, saya menemukan setumpuk pakaian, kain sarung, dan bantal tidur, juga peralatan makan yang kotor dan berdebu, dengan bau busuk yang sangat menyengat. Barang itu milik para lansia panti jompo, disimpan dalam sebuah lemari rusak.
Sebelum ini, kawan kami Rusli Djafar kontributor tvone Parepare, menemukan para lansia dipanti itu tengah risau menanti hidangan lebaran tersaji di meja makan panti, biasanya hari kemenangan selalu dipenuhi dengan keceriaan, tapi itu tak berlaku bagi puluhan lansia penghuni panti jompo binaan Dinas Sosial Propinsi Sulwesi Selatan. Usai sholat ied, mereka hanya duduk di ruang tengah yang kotor, saling menatap satu sama lain, menatap meja makan yang hanya berisi piring dan mangkok plastik yang kosong, menatap ruangan yang sepi, menatap kesunyian usia senja karena terbuang dari keluarga dan diabaikan pemerintah yang tidak amanah.
Kawan kami bukan hanya menemukan meja makan yang sepi hidangan, dengan peralatan makan berbahan plastik yang kosong dan berjamur, tapi ruangan kamar tempat para lansia itu dirawat juga sangat memprihatinkan. Kasur tanpa seprei yang kotor dan jorok, bantal-bantal tidur yang kumuh dan berbau, serta lantai ruangan yang jauh dari kata bersih dan sehat. Wajah-wajah lansia penghuni panti, wajah-wajah pasrah melalui sisa waktu.
Kemarin, saat kami tiba, suasana di panti jompo itu ramai dengan orang-orang pemerintah yang sibuk membenahi banyak hal. Mereka baru tergesa-gesa datang menengok panti jompo ini setelah berita kebobrokan mereka tersebar ke seantero negeri.
Si kepala panti itu, dia menyelewengkan banyak dana sumbangan masyarakat, juga dana alokasi pemerintah untuk mengurus para penghuni panti. Anehnya, ini sudah berlangsung lama, dan orang-orang di pemerintah provinsi mengaku baru tahu kabarnya setelah tvone menayangkan berita panti jompo itu.
Ahh..malas saya mendenga retorika orang-orang pemerintahan ini, kemana saja mereka selama ini? kepala panti itu kan sudah 12 tahun menjabat disitu. Waktu yang terlalu lama untuk membuat para lansia itu hidup dengan segala keprihatinan. Dan satu lagi, kasur-kasur tidur yang tiba-tiba diganti dengan yang baru ketika kami datang, rupanya selama ini kasur itu sengaja disimpan di gudang, tak pernah dikeluarkan, sementara kasur yang dipakai tidur para lansia jorok dan berjamur.
Menatap wajah-wajah lansia ini, saya tiba-tiba rindu ayah, membayangkan wajah ayah yang semakin tua dengan rambut yang memutih. Saya merasa belum melakukan apa-apa untuk ayah. Padahal sekarang hanya ada ayah yang tersisa, setelah ibu lebih dahulu menghadap Sang Pemilik Kehidupan tujuh tahun silam.

Parepare, 1 September 2011 - 22.00

"Terima kasih kepada kawan Rusli Djafar, kontributor tvone Parepare. Liputan kisah tragis para lansia yang merayakan lebaran di Panti Jompo Kresna Werda Mappakasunggu Parepare itu, telah menyentak nurani kita semua. Para lansia itu, terbuang dari anak dan keluarganya, dan menghabiskan sisa usianya dengan tinggal di sebuah panti sosial milik pemerintah yang buruk, kumuh dan tak berperi kemanusiaan."

menanti september

Tak lama lagi Agustus ini akan usai, lalu september datang diantara kemeriahan orang-orang menyambut lebaran tahun ini. Saya juga akan menyambut september ini dengan bahagia, sama seperti sepotong lagu lawas "september ceria" yang dulu dipopulerkan penyanyi Vina Panduwinata. Hmm..pasti kau sedikit bingung dengan nama itu, tak perlu mengernyitkan kening putriku, Vina Panduwinata itu penyanyi era 1980-an, pada masa kecil ayah dulu. Nanti suatu hari kau bisa mencarinya di situs google yang maha tahu itu hehe....
September nanti, ayah akan menjemputmu dan bunda, kita akan menetap di Makassar. Rasanya kau telah cukup kuat untuk diajak pergi melintasi lautan, sebab September nanti usiamu sudah 8 bulan. Beberapa bulan ini, dirumah mungil kita itu, ayah berusaha membereskan banyak hal, mulai dari merenovasi dapur, mengecat ulang tembok-temboknya, hingga menambal sela-sela tegel yang biasa menjadi sarang semut. Ayah ingin semuanya telah siap saat kau dan bunda tiba disini.
Zee putriku , barangkali nanti ada banyak orang yang sedih bila ayah membawamu ke Makassar, diantaranya eyang putri dan eyang buyut, mereka tentu merasa sangat kehilangan. Tapi tak perlu khawatir, meski tinggal di Makassar, kita tetap akan sering mengunjungi mereka di Surabaya :).
Lebaran ini ayah tak bisa merayakannya bersama-mu dan bunda, ini sudah bagian dari resiko perkerjaan putriku. Begitulah perkerjaan para jurnalis seperti ayah ini, kami terkadang tak bisa libur lebaran, karena sibuk memberitakan orang-orang yang menikmati libur dan mudik . Memberikan informasi tentang segala sesuatu yang bisa membuat mereka mudik dan berlebaran dengan aman dan nyaman bersama keluarganya.
Karena itupula, pada pertengahan puasa kemarin, ayah buru-buru menjengukmu dan bunda di Surabaya, biar bisa merasakan sehari dua hari menikmati puasa ramadhan bersama kalian. Waktu ayah datang tempo hari, kau dan bunda yang menjemput ayah di bandara. Hmm..kau tahu betapa bahagianya ayah melihatmu yang tertidur pulas di kursi depan, ayah mengganggumu hingga kau terbangun, dan kau menatap ayah dengan tatapan penuh protes haha...

Makassar, 24 Agustus 2011 - 11.30

ziarah

Hari ini orang-orang ramai berziarah, sebuah tradisi jelang ramadhan yang belum bisa saya lakukan dalam beberapa tahun terakhir. Dari tanah rantau ini saya berziarah batin saja, mengirim banyak doa untuk almarhumah ibu saya, perempuan lembut hati yang telah mencurahkan seluruh cinta untuk anak-anaknya, yang kini terbaring damai, jauh disana,dikampung halaman....

"rabbiqfirlii..waliwalidayya..warhamhumaa..kamarabbayani shogira.."

Makassar, 31 Juli 2011 - 12.00

surat dari ayah

Pagi-pagi saya menelpon ayah, tiba-tiba baru ingat rupanya dalam dua bulan terakhir ini ayah yang lebih banyak menelpon saya, menanyakan kabar atau hanya sekedar ingin ngobrol. Terkadang ayah menelpon diwaktu-waktu yang kurang tepat, seperti saat saya sedang ribet-ribetnya dengan banyak urusan peliputan. Apalagi kalau ayah tahu saya sedang tugas liputan keluar kota, dan liputannya sedikit bernuansa bahaya.
Saya menanyakan kabarnya, sehari jelang ramadhan tahun ini. Kali ini akan menjadi ramadhan ke 13 dan mungkin saja menjadi lebaran ke 13, saya tak pernah merayakannya bersama ayah. Wah,sepertinya saya sudah mengalahkan bang Toyyib haha.., kalau bang Toyyib tak pulang dua lebaran, saya malah 13 lebaran.
Obrolan kami biasa-biasa saja. Saya lebih suka bila ayah yang banyak bercerita, supaya saya mendengar banyak kabar dari kampung, dan ayah adalah seorang pencerita yang baik. Biasanya yang jadi bahan obrolan bermacam-macam, tapi yang paling sering adalah nasehat supaya saya menjaga kesehatan. Untuk yang satu ini, menurutku ayah kadang sudah seperti dokter benaran.
Tempo hari, ketika saya baru keluar opname di rumah sakit karena thypus, ayah mengirim surat. Ada sebuah amplop putih yang dibawa Wisnu, adik ipar saya dari Tidore. Kata Wisnu : "Ada kiriman dari ayah, tidak tau apa isinya".
Masa surat sih? bukannya ayah sudah punya handphone, kan tinggal telpon atau sms bila ada yang perlu untuk disampaikan, kenapa harus pake surat?. Atau mungkin ayah kirim duit untuk membeli stik pengukur asam urat yang pernah dia pesan?. Tapi setahuku ayah tak pernah kirim duit pake amplop. Penasaran, saya menerka-nerka apa isi dalam amplop itu.
Amplop itu lumayan tebal, saya membukanya, isinya jauh diluar perkiraan saya, sama sekali bukan surat, tapi sebuah potongan koran Malut Post rubrik kesehatan dengan judul yang lumayan besar " Thypus, terinfeksi oleh Bakteri Salmonella Typhosa. Hindari Makan Tak Higienis". Lengkap dengan tulisan pendukung tentang obat-obat herbal untuk melawan penyakit thypus.
Saya merasa lucu tapi juga terharu. Informasi dalam potongan koran itu bukan sesuatu yang sulit saya dapatkan, saya bisa saja mencarinya hanya dengan dua tiga kali klik di internet. Tapi ayah jauh-jauh dari Tidore mengirim potongan koran itu untuk saya.
Kiriman potongan koran dari ayah, membuat saya paham, bahwa para orang tua mungkin akan selalu begitu, mereka akan selalu mencemaskan anak-anaknya, termasuk untuk urusan-urusan yang sederhana sekalipun. Mereka mungkin akan menganggap kami sebagai anak-anak abadi. Sekalipun kami telah memberikan mereka cucu-cucu yang lucu dan mengemaskan.

Makassar, 31 Juli 2011 - 07.00

[my lovely Zee...suatu hari nanti, mungkin saja ayah akan melakukan hal-hal yang kau anggap lucu atau berlebihan, seperti cerita potongan koran yang dikirim kakekmu untuk ayah. Tapi percayalah putriku, hal-hal konyol seperti itu bukan bermaksud apa-apa, itu semata-semata karena satu kata yang selalu kami jaga untukmu, kata itu bernama "cinta"].

Haji Mukhtar

Saya nyaris tak pernah ke pasar Sentral dalam beberapa tahun ini, menurutku pasar ini adalah salah satu pasar yang perlu dihindari. Saya punya kenangan buruk, dulu pernah sekelompok pria menghalang-halangiku saat turun melalui sebuah tangga eskalator yang sempit, mereka sepertinya sengaja membuat saya terpisah beberapa meter dengan seorang teman kuliahku yang ada di depan.
Lalu setelah kami tiba dibawah, saya menemukan tas milik temanku terbuka resletingnya, dan sekelompok laki-laki itu dengan cepat menghilang entah dimana. Untung saja, tak ada barang berharga yang hilang, karena memang anak-anak kuliahan seperti kami tak punya apa-apa untuk dicuri, apalagi kalau tanggal-tanggal tua seperti saat itu.
Pernah juga menjelang lebaran, saat yang sangat saya nanti-nantikan, karena disitu saya berkesempatan mendapat baju dan celana jeans baru, kegembiraan setahun sekali bagi para mahasiswa yang mengandalkan uang kiriman hehe...
Ketika itu, ditengah keramaian disekitaran pasar itu, saya merasa ada yang membuka tas ranselku, saya menoleh cepat kebelakang, ada seorang anak muda yang juga dengan cepat berpura-pura memilih-milih pakaian tepat dibelakangku, saya tahu dia berpura-pura, karena dari jauh sekelompok temannya juga terlihat memantau saya dan juga anak muda itu.
Dua pengalamanku, ditambah dengan banyak cerita orang kecopetan atau dijambret dan para pedagang yang kerap memaksa pembeli dipasar itu, sudah cukup membuatku tak berniat berbelanja sesuatupun di pasar itu. Saya memang tak pernah lagi ke pasar Sentral, hingga hari itu, ketika kantor menelpon dipagi buta minta segera geser mobil SNG untuk live,karena sedikitnya 2500 kios dipasar Sentral hangus terbakar.

******

Kantor meminta kami kembali ke pasa Sentral, live di program Kabar Pagi tentang perkembangan terbaru pasca kebakaran pasar. Saya bertemu kembali dengannya, haji Mukhtar, seorang pria tua yang sangat sederhana, dengan tampilan khas sarung dan peci di kepalanya. Tapi siapa sangka ia pedagang besar dengan banyak kios pakaian di dalam pasar Sentral. Bagi sebagian pedagang ataupun orang-orang yang mencari hidup di pasar Sentral, haji Mukhtar bukanlah sosok yang asing, ia adalah sesepuh, karena telah berdagang puluhan tahun dipasar tersebut.
Saya jadi ingat saat wawancara live ketika kebakaran terjadi, haji Muktar bercerita tentang 126 kios miliknya yang hangus terbakar, tak ada yang tersisa. Ia berbicara dengan tenang, lalu ketika saya bertanya "kira-kira berapa besar kerugian dan apa yang akan bapak lakukan??".
Haji mukhtar hanya menjawab : " Kerugian memang banyak nak, tapi innalilaahi wainna ilaihi raajiun, semua itu milik Allah, dan Allah sedang memintanya kembali, tak perlu stress atau bersusah hati".
Sebuah jawaban yang tak pernah saya duga, saya sempat terdiam beberapa saat sebelum melanjutkan kembali wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Jawaban haji Mukhtar itu terasa menyejukkan, ditengah-tengah suasana kacau balau pedagang yang mengevakuasi barang dagangan, serta hiruk pikuk sirene mobil pemadam kebakaran yang hilir mudik dilokasi kebakaran.
Lalu saat pertemuan saya yang kedua kalinya dengan haji Mukhtar, saya juga bertanya tentang perkembangan terbaru dari musibah terbakarnya pasar terbesar di Sulawesi selatan itu. Dan haji Mukhtar menjawab " Ini ujian dari Allah kepada pemerintah dan para pemimpin, seberapa besar tanggung jawabnya kepada rakyat, juga ujian kepada para pedagang, seberap ikhlas mereka melepaskan harta titipan yang telah diambil kembali oleh Allah sang Pemilik Segala Sesuatu".
Bertemu dengan haji Mukhtar, telah membuat semua kesan buruk tentang pasar Sentral yang sekian lama bercokol dalam benak saya hilang seketika. Saya menemukan kebijaksaanaan ditengah kerasnya pertarungan hidup dipasar itu. Haji Mukhtar juga telah memberikan saya sebuah prespektif baru dalam memandang kehidupan...

Makassar, 8 Juli 2011 - 17.15

yang paling berharga

Siapa yang paling kaya di dunia ini?
" Kata orang-orang bijak, yang paling kaya adalah mereka yang selalu bersyukur dengan apa yang telah dimiliki"

Apa yang paling berharga dalam kehidupan ini?
"Kata orang-orang bijak, yang paling berharga adalah keimanan, lalu hati yang lapang, kemudian pikiran yang jernih"

Makassar, 7 Juli 2011 - 23.00

ekspresi

Hari sudah terlalu siang, kau sudah terlambat, tapi eyang putri berhasil mendapatkan nomor untukmu, " Zee dapat nomor 17 ayah.." kata bunda memberi kabar. Hehe...ayo semangat nak, jangan ragu, tunjukkan ekspresi terbaikmu, seperti yang sering kau lakukan di rumah bila di foto sama bunda. Siang itu kau datang dengan baju andalan yang baru dibelikan bunda, baju berwarna pink dengan topi berbentuk kepala ayam, lengkap dengan cenggernya.
Kalau ada pintu kemana saja punya si Doraemon, rasanya ayah ingin menghilang dalam sekejap dari kantor ini, terbang melintasi lautan menuju Surabaya untuk memberikan dukungan langsung kepadamu yang mengkuti lomba foto ekspresi bayi. Soalnya ayah sedih melihat fotomu yang dikirim bunda, kau seperti tak nyaman, bete, dan juga sedih. " Zee nangis ayah, kayaknya kaget dan tidak nyaman dengan suasana hiruk pikuk, " kata bunda menceritakan peristiwa hari itu.
Kemarin sudah diumumkan para pemenang lomba foto itu, bunda juga mengirim hasil fotomu, tengkurap dan menoleh kesamping diantara boneka-boneka lucu yang diletakkan panitia. Tapi ekspresimu tak bersemangat, tak seperti saat kau dirumah dan duduk di kursi goyang kebesaranmu. Kata bunda "Zee tak juara ayah, yang menang itu bayi-bayi yang sukses nyengir dan senyum".
Hhmm...sejujurnya ayah sedih mendengar kabar kau tak juara dalam lomba foto ekspresi itu. Ayah sedari kemaren berharap kau akan menang, dan ayah akan mengabarkan kepada dunia bahwa putri ayah yang cantik ini menang lomba foto ekspresi bayi. Tapi kau tak menang, dan ayah sedih, meski ayah yakin kau tentu saja tak peduli menang atau kalah dalam lomba itu, karena bagimu yang penting bisa bermain dengan riang, dan ada bunda didekatmu saat kau merasa haus dan ingin menyusui.
Zee putriku, sekarang ini ayah baru paham, mengapa dulu waktu ayah masih duduk disekolah dasar dan beberapa kali menjadi juara lomba, betapa kakekmu sangat gembira, dengan semangat ia menggendong ayah di sekolah, dan tak lupa bercerita kemana-mana sampai membuat ayah sendiri malu mendengarnya hehe..
Begitulah para orang tua anakku, mereka selalu punya pengharapan yang luar biasa kepada anak-anaknya. Meski terkadang sebagian orang tua lupa, hingga pengharapan yang luar bisa itu membuat mereka terjebak untuk memaksakan kehendaknya kepada anak-anaknya.
Beruntunglah bagi ayah dan bundamu ini, karena kami tidak dibesarkan dari keluarga yang suka memaksakan keinginan-keinginan mereka kepada anak-anaknya. Dan tentu saja putriku, meski kami punya banyak mimpi dan pengharapan untumu, biarkan saja itu menjadi sebatas doa-doa kebaikan untukmu. Kami mencintaimu, karena itu kau boleh mengejar mimpi-mimpimu sendiri...:)

Makassar, 26 Juni 2011 - 10.26

Mantra Pak Dayak

"...patmaraga sukmaraga..warahuda warahudi..
sang yang salami asita..salami asindau..aku minta kekuatan...."


Begitu mantra-mantra itu dirapalkan dihadapan puluhan orang yang berdiri mengelilinginya, membentuk barisan lingkaran yang tertib. Sesekali ia meniup microphone yang ia pegang hingga menimbulkan suara desis yang khas.
Laki-laki itu memperkenalkan diri "Orang-orang memanggil saya Pak Dayak.." katanya meyakinkan. Ia kemudian bercerita panjang lebar tentang asal-usulnya, datang dari Kutai Barat Kalimantan Timur, saudara kandung dari Panglima Api, salah satu pemuka adat di tanah Dayak, dan sudah melanglang buana ke berbagai penjuru Indonesia, membagi "pengetahuan" dari tanah kelahirnannya.
Seperti biasa, ia juga menyampaikan salam persahabatan kepada semua orang, menegaskan bahwa ia datang hanya untuk menghibur dan membantu sesama, bukan untuk pamer ilmu atau kekuatan. Pak Dayak berbicara dengan retorika yang meyakinkan, percaya tidak percaya dengan apa yang dia katakan, gaya retorika yang khas itu sanggup membuat para penonton rela berlama-lama dalam barisan lingkaran itu.
Selain kemapuan retorika, pak Dayak juga memperagakan sejumlah kebolehannya, seperti kebal senjata setelah memakai kalung keramat, melepaskan diri setelah dikurung dalam karung goni yang telah dijahit, dan atraksi sanggup menjadi penawar racun. Tentu saja, usai semua pertunjukan ini, akan ada penawaran sejumlah obat-obat murah dengan jaminan khasiat yang sangat mumpuni, lalu para penonton akan mengancungkan lembaran-lembaran recehan seribu rupiah untuk mendapatkan obat atau jimat tersebut.
Saya tiba-tiba memustuskan mampir ke tempat itu usai pulang kantor, didepan deretan ruko-ruko di jalan Andi Pangeran Pettarani Makassar, dan ikut serta mengambil posisi diantara para penonton yang membentuk lingkaran. Saya mampir bukan untuk membeli obat, apalagi karena panggilan mantra patmaraga sukmaraga , saya mampir karena kenangan masa kecil yang sekonyong-konyong datang memanggil, untuk menyaksikan lagi atraksi murah meriah dan menghibur itu.
Rasanya sudah bertahun-tahun saya tak pernah menonton atraksi penjual obat. Jaman sekolah dulu di Tidore, para penjual obat ini biasanya ramai pada hari-hari pasar, seperti Selasa dan Jumat. Di pasar Sarimalaha Tidore, saya nyaris tak pernah melewatkan atraksi mereka usai pulang sekolah, biasanya saya akan bertahan diantara rasa penasaran menunggu atraksi ular peliharaan sang penjual obat yang disimpan dalam peti, dan perasaan cemas ingin segera pulang, karena takut dimarahi ayah dan ibu bila terlambat ke masjid untuk sholat Jumat hahaha...
Entahlah sekarang, saya lama tak pulang kampung ke Tidore. Apakah para penjual obat masih bisa ditemui di pasar-pasar? apakah mereka masih tetap menghibur dengan gaya retorika yang khas? entahlah...apalagi setahu saya pasar kenangan itu telah rata dengan tanah akibat kebakaran hebat setahun silam.

Makassar, 13 Juni 2011 - 16.30

Kenalkan...Ini Ayah Nak..!

Kau menatapku dengan tatapan penuh tanda tanya, sambil sesekali menoleh ke arah bunda yang tersenyum geli melihat tingkahmu. Mungkin kau ingin meminta penjelasan bunda, "siapa sih pria dengan wajah penuh kumis dan jenggot tipis yang mencium-ku sedari tadi?? membuat gatal kulit lembutku, juga membuatku kaget karena terbangun dan menemukannya tidur disampingku ??".
" kenalkan..ini ayah nak..hehe.." begitu kataku, sedikit getir rasanya mengucapkan itu, tapi saya terus memeluk dan menciummu, tak peduli itu mengganggu kenyamananmu pagi ini yang sedang asik menghisap jari-jari kecilmu. Wajahku mungkin terasa asing bagimu putriku, sebab ayah tak ada bersamamu ketika kau mulai melihat dunia dengan dua mata indahmu.
Ayah datang ini nak...meski hanya empat hari, kita berterima kasih kepada teman-teman ayah dikantor yang telah berbaik hati dan mau bertukar jadwal libur dengan ayah. Tentu saja empat hari ini akan terasa sangat singkat, tak cukup untuk mengobati rindu tiga bulan berpisah denganmu. Tapi tak apalah, setidaknya ayah bisa menemuimu dan bunda, memelukmu, mendegar langsung tawa dan tangismu, bukan lagi melalui video-video pendek yang selalu dikirimkan bunda.
Hmmm..benar kata bunda, kau makin gede, makin berat kalau digendong hehe..., tapi menggendongmu dan menyanyikan beberapa bait lagu hingga kau tertidur adalah hal yang menyenangkan. Meski ayah tak pintar bernyanyi, dengan kualitas vokal yang pas-pasan, lagu yang dinyanyikan juga hanya itu-itu saja, bahkan dengan bait-bait lagu yang tak pernah lengkap. Setidaknya ayah telah berusaha sebaik mungkin untuk menghiburmu.
Pagi ini, kita berdua diruang tengah, kau menemani ayah menulis di blog ini, tidur rebahan disamping ayah. Nanti bila kau sudah pintar membaca, ayah akan tunjukkan padamu, bagaimana membuka blog ini dan menemukan banyak catatan-catatan tentang kita putriku...:)

Surabaya, 30 Mei 2011 - 09.00

sakit

Rasanya saya mulai kelelahan, sudah jauh sekali mendorong si Freddy, tapi belum ada satupun tukang tambal ban yang terlihat, sementara sudah tiga tempat tambal ban yang dilewati semuanya tutup. Untungnya ini malam, jadi tak terlampau panas, tapi tetap bikin keringetan. Pesan dokter minggu lalu itu langsung terngiang-ngiang di telinga, sepertinya saya sudah melanggar nasehatnya dengan berolah raga malam tanpa sengaja ini.
" ingat, ini typus, jangan terlalu capek, jangan dulu olah raga " begitu kata dokter sepuh itu saat memutuskan saya sudah boleh meninggalkan rumah sakit setelah dirawat selama seminggu.
Saya terus mendorong Freddy dengan perasaan sedikit kesal, tapi tetap menghibur diri supaya sabar. Sementara dibelakang, kulihat Dilla, sepupuku yang kecil berjalan lemas, ketinggalan jauh dari saya. Dilla tak mau naik becak duluan pulang kerumah, lebih memilih menemaniku jalan kaki sambil mendorong Freddy. Jarang-jarang si Freddy rewel macam begini, ban belakangnya bocor di dua tempat, saat saya menjemput Dilla dirumahnya tante Beby.
Saya sedikit mencemaskan kondisi kesehatan, setelah minggu lalu di opname tujuh hari gara-gara typus. Seumur-umur ini pertama kalinya kena typus, saya juga ingat mas Kabul, mantan atasan di Metrotv dulu, yang selalu bilang "kayaknya belum lengkap jadi wartawan kalau belum kena typus bud, gua sudah dua kali masuk rumah sakit". Akhirnya kali ini saya opname karena typus, ini opname yang kedua kalinya sejak bekerja sebagai jurnalis televisi, pertama tahun 2006 gara-gara maag, dan sekarang yang kedua gara-gara typus, semuanya penyakit yang berhubungan dengan lambung.
Hari ini memang sedikit melelahkan, sebelum acara mendorong Freddy ini, tadi seharian live report dari dua lokasi wisata ditempat berbeda, kabar siang di Taman Nasioanal Bantimurung Kabupaten Maros, dan kabar petang di pantai Tanjung Bayang kota Makassar. Yah, begitulah pekerjaan ini, saya menyukainya, meski lucu juga rasanya, kami tak bisa ikut menikmati masa libur panjang empat hari dihari kejepit nasional, karena sibuk bekerja untuk meliput orang-orang yang sedang menikmati liburan bersama keluarganya hehe...

Makassar, 16 Mei 2011 - 10.00

"Bunda dan zee...doakan ayah bisa benar-benar sehat 100 persen, biar rencana mengunjungi kalian bulan ini tak tertunda lagi. Salam rindu buat kalian berdua..:)"

sekolah

Kau duduk di kursi goyang kecil itu,dengan rupa-rupa macam ekspresi di wajahmu. Dari video berdurasi pendek yang dikirim bunda, ayah menyimpulkan itu adalah ekspresi kenyamanan yang luar biasa. Kata bunda, " ayah !, ini kok seperti ekspresi juragan beras yaa " ujar bundamu bercanda sambil tertawa renyah. Hahaha..kau boleh berekspresi sesukamu, yang jelas kau terlihat bahagia putriku, dan itu membuat ayah dan bunda semakin bersemangat mengarungi waktu bersamamu.
Kursi goyang khusus bayi itu dibelikan eyang putri untukmu, karena kereta bayi yang biasa kau pakai bersantai terasa semakin sempit, apalagi bila tangan dan kaki mungilmu itu mulai menari saat kau direbahkan diatas kereta. Oya, bukan hanya kursi goyang, rupanya bunda juga membelikanmu sebuah kursi mandi !.
Wah seperti apa yah kursi mandi? ayah tak pernah melihatnya nak, maklumlah, ayahmu ini pada masa kecilnya dulu lebih akrab dengan ember besar, dengan model dudukan mirip belahan pantat disalah satu sisinya, bila tak salah ingat, ember mandi ayah itu berwarna pink,hehe.., ember dengan bentuk memanjang itu kalau tak salah juga diwariskan kepada Nana, adik ayah yang bungsu.
Bunda bercerita, kau semakin gede, makin lincah bergerak, hingga membuat bunda nyaris tak kuat menggendongmu, apalagi saat memandikanmu di dalam ember itu, terlalu berat menopang tubuhmu hanya dengan satu tangan. Bunda juga mengirim foto-fotomu saat pertama kali mandi dikursi itu, kau tertawa renyah, dengan kepala yang penuh busa sabun. Fotomu itu membuat ayah semakin rindu kepadamu dan bunda.
Kemarin, ayah dan bunda bercerita tentang masa depan pendidikanmu. Kami ingin kau mendapatkan sekolah yang baik dan berkualitas, yang tidak hanya mengajarkan bagaimana cara mendapatkan ilmu yang mensejahterakan dirimu, tapi juga sekolah yang mengajarkanmu bagaimana peduli kepada sesama. Sekolah yang tidak hanya mengasah akal pikiranmu, tapi juga sekaligus mengasah hati nuranimu.
Zee putriku, hari ini 2 Mei, hari pendidikan nasional. Di jalanan banyak orang berunjuk rasa menuntut pemerintah mewujudkan pendidikan yang merata dan berkeadilan untuk seluruh lapisan rakyat. Mereka protes, karena untuk sekolah yang baik, biayanya semakin mahal dan hanya bisa dijangkau oleh orang-orang yang berada. Sementara orang miskin boleh menikmati sekolah, tapi jangan banyak berharap dengan kualitas pendidikan yang baik.
Di negara kita ini, masih banyak anak-anak yang harus menyeberang sungai deras untuk sampai ke sekolah, dan lebih banyak lagi yang bernaung disekolah rusak dengan atap bocor dan rapuh, bahkan ada juga yang terpaksa belajar dibekas kandang bebek. Ironisnya para pejabat kita makin tak malu melakukan korupsi, lebih suka plesiran ke luar negeri menghabiskan uang negara, atau membuat bangunan-bangunan megah yang mubazir daripada memperbaiki sekolah-sekolah rusak untuk anak-anak penerus bangsa ini.
Semoga nanti bila kau dewasa, keadaan sudah jauh lebih baik dari hari ini. Tapi kau tak perlu khawatir, seperti apapun keadaannya, ayah dan bunda akan bekerja keras untuk masa depanmu, kita akan membangun masa depan dengan tangan kita sendiri. Jangan pedulikan para pejabat yang tak amanah itu, sebab ayah yakin, tak lama lagi mereka segera mendapat balasan yang setimpal.

Makassar, 2 Mei 2011 - 12.00

Perantau

Saya masih ingat moment itu, suatu hari di bulan Juni 1998. Ketika itu hari mendekati sore, saya sempat menoleh sebentar ke belakang sebelum naik keatas angkot. Disana ada ayah dan ibu yang berdiri diteras rumah, menatap punggung putra bungsunya yang baru lulus SMA dan bersiap pergi menuntut ilmu ke tempat yang jauh. Makassar menjadi tujuan saya, sebuah kota yang belum pernah saya datangi sebelumnya.
Ada perasaan yang aneh ketika itu, bercampur-campur antara sedih, cemas, galau, juga perasaan gentar untuk pergi meninggalkan rumah. Sudah siapkah saya? hhmmm...tak ada lagi waktu untuk mempertanyakan kembali kesiapan, Bismillah!!, sayapun berangkat, tak menoleh lagi kebelakang, karena saya tahu diteras rumah ada ibu yang menatapku dengan mata sembab, dan ayah yang pura-pura tegar melihat anak laki-lakinya pergi merantau.
Ketika itu ada semacam ikrar di dalam hati , setiap anak yang keluar dari rumah, merantau untuk sebuah niat yang baik, maka ia harus kuat, pokoknya kuat segala-galanya, harus kuat berusaha, kuat belajar, kuat bertarung, biar bisa mandiri, tak bergantung pada siapapun dan tak lagi menyusahkan orang lain, tapi sebaliknya menjadi pribadi yang membawa kebaikan bagi orang-orang disekitarnya.
Sudah cukup lama, cerita itu kurang lebih 13 tahun yang lalu. Sekarang saya sudah menetap di Makassar, tinggal disebuah rumah kecil yang sederhana di pinggiran kota, menikah denganmu, dan telah diberi karunia seorang putri yang cantik. Sungguh, saya selalu syukuri semua itu. Alhamdulilah, semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang pandai mensyukuri semua nikmat Allah.

******

Sekarang kita sama-sama perantau di kota ini, jauh dari keluarga inti kita masing-masing. Kau tentu masih ingat, ketika pertama kali setelah menikah kita pamit dan berangkat ke Makassar, ada mama dan eyang yang melepaskanmu dengan mata berkaca-kaca. Saya menangkap cemas dalam mata mereka, tentang kau yang akan berangkat untuk memulai kehidupan baru. Meski cemas, mereka tetap melepaskan kita dengan banyak doa kebaikan.
Sekarang kita membangun keluarga sendiri, tapi kita hidup jauh dari rumpun keluarga masing-masing, terpisah lautan dan juga hitungan waktu. Saya datang dari kepulauan Maluku di timur, kau dari pulau Jawa di bagian barat, lalu kita hidup di Makassar pulau Sulawesi, yang berada ditengah-tengah Indonesia.Tapi yang jelas, perantauan kita ini membawa kita pada sesuatu yang saya sebut sebagai "meng-Indonesia" hehe..
Malam ini, kita berdikusi, boleh dibilang sedikit banyak berdebat, tentang kita yang jauh dari rumpun keluarga masing-masing. Kau bercerita tentang kerinduan pada tanah kelahiran, dan saya yang menanggapinya dengan sedikit tegang, apalagi obrolan itu tak maksimal karena hanya melalui blackberry messenger.
Tapi akhirnya kita punya kesimpulan sederhana, bahwa dimana bumi dipijak, maka disitu langit dijunjung, bahwa kita akan bersatu padu, bahwa kita akan melalui semuanya dengan penuh semangat, bahwa kita akan terus berjuang sampai tua dan renta, sampai nanti ketika kita pikun dan lupa mengingat nama cucu-cucu kita hehe...

Makassar, 18 April 2011 - 01.30 dini hari

tentang cinta

Beberapa malam lalu dalam perjalanan pulang ke rumah, saat jalanan masih basah oleh sisa hujan, saya nyaris tak melihat sepasang ayah dan anak yang mengayuh pelan sepedanya di jalanan gelap. Hampir saja mereka diseggol si Freddy, maklum...lampunya Freddy sudah mulai rabun, ditambah saya yang selalu mengantuk setiap pulang larut kadang membuat konsentrasi tidak terfokus pada suasana jalan.
Saya akhirnya melewati mereka dengan pelan, seorang ayah yang mengayuh sepeda dengan seorang bocah perempuan yang duduk diboncengannya. Sudah sangat larut, sang ayah, ia membiarkan tubuhnya diterpa angin dingin yang basah, hanya dengan dada yang terbungkus kaos tanpa jaket. Sementara bocah perempuan diboncengannya itu, tetap duduk diam, dengan mantel hujan yang membungkusnya rapat-rapat. Sang ayah merelakan mantelnya dipakai putrinya, dan membiarkan tubuhnya menjadi tameng dingin. untuk anaknya.
Zee..putriku,Ayah tiba-tiba mengingatmu. Jika saja kau ada bersama ayah malam itu, akan ayah tunjukkan padamu satu pelajaran lagi dari sekolah kehidupan, pelajaran tentang cinta seorang ayah. Terkadang, para ayah kepada anaknya, mereka kerap terlihat seperti tak romantis, kaku, ataupun mungkin seolah-olah tak peduli. Tapi percayalah, setiap ayah yang baik, mereka akan melakukan apa saja untuk memastikan orang-orang yang mereka cintai selalu terlindungi.
Hari ini putriku, usiamu tepat 3 bulan, kata bunda sekarang beratmu 6,5 kg dengan tinggi 60 cm. Senang melihatmu tumbuh dengan sehat. Rasanya baru kemarin kita berdua melihat pagi dari teras rumah. Saat itu usiamu baru tujuh hari, dengan garis-garis kuning yang masih berbekas di matamu dan sisa tali pusar yang belum terlepas dari perut mungilmu.
Selamat ulang bulan yang ke tiga putriku, lekaslah besar, dan jadilah apa saja sesuai dengan kata hatimu, asalkan saja itu tetap membawamu pada jalan kebaikan. Ayah dan bunda mencintaimu, dan tak pernah berhenti mendoakanmu..:)

Makassar, 9 April 2011 - 20:00 wita

kupu-kupu dan jalanan pulang

Maret ini, my lovely Zee...dia sudah berumur dua bulan. Jangan lupa, tiap hari kirimin saya foto terbarunya, sebab hanya itu yang bisa mengobati rinduku pada kalian. Kau hebat, karena selalu menemukan moment yang tepat untuknya, saat ia tersenyum, tertawa, menangis, mengantuk, hingga ekspresi lucu ketika bersin.
Hmm...malam ini saya punya cerita untukmu. Sebentar lagi musim panen tiba, sawah-sawah di belakang kompleks perumahan mulai menguning. Dan semalam, saya menemukan se-ekor kupu-kupu kecil bersayap putih yang terbang menari di kamar mandi. Kau tentu masih ingat, bahwa kita punya kenangan "manis" dengan kupu-kupu putih dari sawah yang baru di panen itu, hahaha....
Saya rindu Zee, tapi saya pikir memang sebaiknya Zee tak ke Makassar dulu, setidaknya hingga musim panen padi usai. Saya tak mau kupu-kupu itu menyakiti Zee, seperti yang telah dilakukannya kepada kita dulu, hampir setahun yang lalu ketika kita terpaksa mengungsi dari rumah, dengan badan yang gatal penuh bentol dan bintik merah. Biasanya kupu-kupu itu cantik dan lucu, seperti pada lagu anak-anak itu, tapi kau tentu sepakat denganku, bahwa kupu-kupu yang satu ini sama sekali tak lucu hehe....
Itu yang pertama, cerita kedua adalah, beberapa malam yang lalu, saya dan Freddy, motor semata wayangku itu terperosok di lubang jalanan dan jatuh dengan "sukses". Mestinya itu tak perlu terjadi, bila saya tak mengantuk. Soal mengantuk ini, saya selalu nyaris tak bisa menahannya, bahkan sekalipun saat tengah menunggangi Freddy.
Jadi, rasanya tak perlu menyalahkan jalanan yang berlubang, toh dari dulu selalu begitu, jalanan pulang kerumah selalu dipenuhi dengan lubang-lubang. Meski setahuku jalanan itu baru saja di perbaiki. Mungkin karena hujan, mungkin karena campuran aspalnya yang kurang, atau bisa jadi karena kedua-duanya.
Saya sebetulnya tak ingin menceritakan ini kepadamu, saya tak ingin membuatmu cemas. Tapi memang rasanya tak ada yang perlu dicemaskan. Saya tak apa-apa, hanya sedikit lecet di telapak tangan. Tapi kasian si Freddy, kaca spion kanannya pecah, dan lepas dari tempatnya.
Malam itu, ada seorang pemuda baik yang menolong saya, ia berhenti dan turun dari motornya, lalu mengankat Freddy yang menindih kaki saya. Pemuda baik itu, saya berterima kasih padanya, meski tak sempat menanyakan nama, bahkan tak ingat wajahnya sama sekali karena jalanan yang gelap.
Pemuda misterius itu, ia membuat saya teringat dengan nasehat seorang teman kuliah dulu, " jangan suka menyakiti orang lain, jangan sampai mereka adalah orang-orang tak dikenal yang pernah menolongmu pada waktu yang lalu atau nanti pada masa yang akan datang".

Makassar, 13 Maret 2011 - 20.30

mata hati

Anakku, engkau telah berusia lebih dari sebulan,kata bundamu,kau sudah punya banyak prestasi, diantaranya sudah bisa mengangkat kepala saat digendong dengan posisi berdiri, bisa nenen tanpa menangis, bisa bobo dengan lebih banyak gaya, hehehe..., dan satu lagi, matamu sudah bisa mendeteksi gerakan dan juga cahaya. Subhanallah, sepertinya ini kabar paling membahagiakan hari ini anakku. Ayah doakan, semoga kau bisa tumbuh sempurna, ini adalah awal dimana kau akan melihat dunia dengan kedua mata indahmu.
Nanti bila kau dewasa anakku, kau harus menggunakan lebih banyak lagi mata untuk melihat dunia, bukan hanya dengan sepasang mata yang sudah kau miliki saat ini. Kau juga harus belajar melihat dunia dengan menggunakan mata hatimu, sebab terkadang mata hati bisa lebih tajam daripada mata telanjang kita. Kelak kau akan mengerti dan bisa membedakan, bagaimana melihat sesuatu dengan mata telanjang dan bagaimana menilainya dengan mata hatimu.
Azeeta putriku, seperti yang ayah pernah sampaikan padamu sebelum ini, sejak kau lahir, akan ada banyak catatan-catatan kecil tentangmu di rumahwaktu ini. Catatan ini penting buat ayah, sebab terkadang ayah tak pandai berkata-kata, atau tak pintar memberikan nasihat, dan ayah berharap catatan-catatan ini bisa mewakili sebagian dari apa yang tak bisa ayah sampaikan secara langsung kepadamu. Ayah sudah berjanji, hanya akan menuliskan hal-hal baik disini, hal-hal yang patut menjadi teladan untukmu. Dan semoga kau tak akan pernah menemukan catatan-catatan tentang kemarahan disini.
Barangkali kau akan berpikir, bahwa semestinya ayah menuliskan semuanya. Yang baik dan juga yang buruk, tentang ayah, tentang bunda, tentang keluarga kita, tentang semua hal yang telah kita lalui. Sebab bukankah manusia akan belajar tentang kebaikan dengan memahami keburukan? Bukankah baik dan buruk adalah dua sisi dari hati manusia yang tak bisa dipisahkan? bukankah Allah mengajarkan kebaikan, tapi juga menunjukkan hal-hal buruk sebagai pelajaran pada manusia?
Tak ada yang salah bila kau berpikir seperti itu anakku, tapi di rumahwaktu ini, ayah tetap hanya ingin bercerita tentang kebaikan kepadamu, biar sisi baik dari hatimu lebih terang, dan sisi burukmu tak pernah mendapat tempat dalam hati dan pikiranmu. Sebab bila kau dewasa nanti, dunia diluar rumah kita, tidak melulu akan menyajikan hal-hal baik kepadamu, mungkin akan lebih banyak hal-hal buruk yang datang kepadamu, bahkan terkadang keburukan itu menyusup melalui pintu-pintu kebaikan. Lalu bagaimana kau bisa menilainya? Kau akan belajar tentang baik dan buruk, tentang benar dan salah, kau akan bisa mengukur kadar kebaikan dan keburukan bila melihatnya dengan mata hatimu.
Hhmm...anggap saja ini sebagai nasihat sederhana dari ayah untukmu, kau boleh menganggapnya sebagai angin lalu, atau membacanya kembali bila suatu saat nanti kau merasa butuh sebuah nasihat.
Kadang ayah berpikir, bagi kebanyakan anak-anak yang mulai beranjak dewasa, mendengarkan nasehat-nasehat orang tua, kerap menjadi sesuatu yang membosankan. Karena anak-anak yang mulai dewasa biasanya merasa lebih tahu dengan apa yang mereka jalani, dengan apa yang mereka lakukan, dan mereka nyaris tak mencemaskan apapun. Tak seperti para orang tua, yang kepada anak-anaknya kadar kecemasannya selalu jauh lebih banyak, bahkan kadang berlebihan. Kau tahu kenapa anakku? itu karena para orang tua telah lebih dahulu melewati apa yang belum kalian lalui.

Makassar, 11 Februari 2011 - 08.42

kau dan zee...

Seharian ini matahari bersinar terang, sepertinya hujan sedang rehat, mungkin nanti akan turun lagi mulai sore hingga malam. Tapi saya mulai terserang flu, sejak kemarin mata dan hidung ini seperti es yang mencair. Lumayan merepotkan, apalagi kalau pas jam siaran, kertas tissue harus siap sedia, menyumpal hidung hingga giliran baca berita tiba.
Empat malam ini saya tak menginap di rumah, ini karena beberapa alasan, dua malam sebelumnya memang tak sempat pulang karena jam kerja over hingga tengah malam, bahkan dini hari. Lalu dua malam terakhir ini karena masalah hujan yang turun tak bosa-bosan. Saya sedang takut bertemu hujan dengan kondisi yang kurang vit seperti ini.
Hhhfff...untung saja kau dan Zee tak disini, sehingga saya tak punya banyak beban saat meninggalkan rumah lama-lama. Apalagi kemarin sore, saat saya pulang untuk bersih-bersih, air di rumah tak mengalir, entah penyebabnya apa, saya tak sempat juga memeriksa pompa air itu, karena buru-buru kabur sebelum hujan deras kembali turun.
Tadi kau mengirim pesan pendek, kau dan Zee melihatku di berita siang, katamu aku terlihat lebih gemuk, tepatnya lebih bulat pipinya, saat siaran siang tadi. Ah, masa sih lebih gemuk? sebenarnya tadi saya ingin meminta tanggapannya Zee, tapi katamu Zee lagi sibuk nenen hehe...
Btw, perasaan celanaku makin longgar, apalagi sejak kau di Surabaya, saya makannya tak teratur, seperti kembali pada siklus jaman kuliah dulu. Tapi tak perlu khawatir, pernyataan ini sama sakali tak bermaksud dengan sengaja ingin membuatmu iba, dan lekas-lekas berkemas bersama Zee ke Makassar hehe...,
Dua hari lagi Zee akan genap berusia sebulan, katamu sekarang Zee makin lincah bergerak, tambah berat kalau digendong, ia juga mulai pintar minum ASI tanpa harus menggunakan alat bantu botol dan dot. Meski karena itu jatah tidurmu makin berkurang, karena selalu terjaga tiap dua jam sekali saat Zee kehausan dan ingin menyusu.
Hmm...doakan sayang, moga sehari dua hari ini ada rejeki lebih, biar saya bisa segera menemuimu dan Zee. Saya benar-benar rindu, dan ingin memeluk kalian lama-lama...:)

Makassar, 7 Februari 2011 - 15.35

kesatria dan bunga

Hari ini bunda mengirim banyak fotomu nak, ada foto saat kau berjemur matahari pagi, fotomu dengan baju baru, lengkap dengan topi yang lucu, dan juga foto gaya tidurmu yang terbaru, kau tidur menyamping selayaknya orang dewasa, padahal usiamu baru dua minggu hehe....Foto-fotomu itu menjadi pengobat rindu. Maafkan ayah karena meningalkanmu dengan bunda di Surabaya, ayah harus pulang ke Makassar karena waktu cuti telah usai. Mari berdoa nak, semoga kita cepat berkumpul lagi dan tak perlu berpisah lama-lama seperti ini.
Semalam ketika tiba di rumah kita, ayah terkejut melihat ratusan, atau bahkan ribuan semut yang membangun banyak sarang didalam rumah, mulai dari ruang tamu hingga ke dapur. Memang selalu seperti ini, semut-semut akan berkumpul, pindah beramai-ramai ke dalam rumah ketika badai dan hujan mulai datang. Apalagi bila rumah kita ditinggal dalam waktu yang lama. Karena itu bundamu menamakan rumah kita dengan sebutan "pak semut"..:).
Ayah tak punya pilihan lain kecuali terpaksa mengusir mereka dengan sapu. Sebetulnya di dapur ada sebotol minyak tanah, ayah bisa saja langsung menyiram ke sela-sela tegel tempat mereka membuat sarang, tapi tak tega ayah melakukan genocida pada keluarga pak semut. Ayah pikir dengan menyapu, akan lebih banyak semut yang selamat. Sama seperti kita, mereka juga mahluk Allah yang membutuhkan rumah sebagai tempat berlindung. Jangan pernah membunuh sesama makhluk ciptaan Allah anakku, sekalipun itu seekor semut, kecuali bila kau terdesak ketika ia telah membahayakan keselamatan jiwamu.
Azeeta anakku, dahulu di Tidore, di halaman rumah kami yang sedikit luas itu, nenekmu, ibu dari ayahmu ini, menanam banyak bunga. Ayah yang belum masuk sekolah dasar ketika itu, sedang bermain meniru-meniru gaya seorang kesatria dalam film kartun yang sering ayah tonton di stasiun Televisi Republik Indonesia (TVRI). Bunga-bunga yang menjadi pagar hidup itu seperti musuh yang harus ayah lawan. Lalu seperti seorang pahlawan pembela kebenaran, bunga-bunga cantik itu ayah babat, bahkan ayah cabut hingga ke akar-akarnya.
Melihat bunga-bunga cantik kesayangannya mati, nenekmu marah besar nak, ayah merasakan ketakutan dan rasa bersalah yang bercampur jadi satu. Dalam pikiran ayah, sebentar lagi paha atau lengan ini akan biru akibat cubitan, atau pukulan rotan, sebuah hukuman standar yang biasa dilakukan orang tua kepada anaknya yang nakal. Tapi nenek tak memukul ayah nak, dalam ingatan ayah, rasa-rasanya nenek tak pernah memukul kami anak-anaknya, hanya dari mulutnya keluar kalimat istiqfar berkali-kali, dengan nada suara yang terdengar seperti kesedihan seorang ibu yang merasa gagal mendidik anaknya.
Dalam kemarahannya, dengan suara bergetar dan mata yang berkaca-kaca, nenek menasehati ayah, kata nenek tanaman itu juga makhluk hidup yang memiliki nyawa, ia akan menangis karena kesakitan bila dilukai. Lalu sejak saat itu nak, ayah tak pernah lagi merusak bunga di halaman rumah. Ayah tak mau menjadi kesatria yang kejam.
Zeeta putriku, itu salah satu kenangan masa kecil yang bisa ayah bagi kepadamu. Tumbuhlah sebagai seorang penyebar kedamaian dan kasih sayang bagi sesama. Ayah dan bunda tak pernah berhenti mendoakanmu. Kami menamakanmu Azeeta Sasmaya, yang berarti bunga mawar yang indah. Bunga mawar itu tanda cinta anakku, orang-orang sering menggunakan mawar untuk mengekspresikan cintanya pada sesuatu. Bunga mawar juga simbol keindahan dan kekuatan, karena selain bunga yang indah, mawar juga memiliki tangkai yang berduri...

Makassar, 24 Januari 2011 - 22.00

"salam sayang dan peluk cium untuk zeeta anakku, ayah rindu...tadi bunda menelpon, katanya kau menangis karena disuntik imunisasi dua kali dipaha mungilmu. Usiamu 15 hari, beratmu naik 3 ons, dari 3,8 kg menjadi 4,1 kg"

pagi ke tujuh...

Ini adalah pagi ke tujuh kita duduk di teras rumah ini sejak kau pulang dari rumah sakit. Kita duduk berdua anakku, dan membiarkan sinar matahari pagi menghangatkan pori-pori kita. Ayahmu ini sudah melewati beribu-ribu pagi nak, tapi tujuh pagi yang terakhir ini terasa jauh lebih indah, itu karena ayah melewatinya bersamamu. Ayah memang sengaja mengajakmu duduk disini, karena sinar matahari pagi sangat baik bagi kesehatan bayi sepertimu.
Tempo hari nak, saat kami akan membawamu pulang dari rumah sakit, dokter sempat melarang, katanya bunda dan ayah boleh pulang, tapi kau harus tinggal lagi sehari "ini bukan penyakit, hanya kuning fisiologis, jadi sebaiknya harus ditahan dulu sehari di rumah sakit untuk tes labolatorium dan disinari ultraviolet". begitu kata dokter. Tapi kami tau mau pulang tanpamu nak, juga tak mau kau di tes macam-macam di labolatorium itu.
Entahlah nak, kadang ayahmu ini sering mencurigai motif para dokter, dengarlah nak, ia mengatakan kuning fisiologis itu bukan penyakit, tapi kau disarankan tetap ditahan sehari di rumah sakit untuk tes labolatorium dan disinari ultraviolet. Bukankah itu pernyataan yang ambigu?. Bisa jadi memang mereka ingin melihatmu sehat, tapi bisa juga supaya rumah sakit mendapatkan pemasukan tambahan dari pasien-pasien yang bertambah jam rawat inapnya.
Ayah membaca beberapa sumber,disebutkan kuning fisiologis ini adalah normal pada pada bayi yang baru lahir. Sekitar 2-4 hari sejak bayi dilahirkan akan terjadi peningkatan pemecahan eritrosit sehingga menimbulkan warna kuning. Keadaan ini akan membaik sendiri dalam beberapa hari. Namun, beberapa hal yang mesti jadi perhatian adalah bila bayi kuning fisiologis namun memiliki kasus seperti bayi yang lahir prematur, lahir dengan vakum, mengalami trauma ketika dilahirkan, terkena infeksi dan bayi yang kekurangan cairan atau kekurangan kalori. Tapi bukankah kau dilahirkan normal dan tidak mengalami hal-hal buruk seperti itu?
Ayah tak membenci dokter nak, dokter itu profesi yang baik dan mulia, sudah banyak nyawa diselamatkan karena jasa para dokter, fakta lainnya adalah eyang putrimu juga seorang dokter dan kau terlahir dengan pertolongan dokter. Tapi nak, saran ayah, kalau kita bisa sehat tanpa berhubungan dengan dokter dan obat-obatan, tentu akan jauh lebih baik nak.
Sekarang ayah boleh berlega hati, setelah tujuh pagi ini, garis-garis kuning dibawah kelopak matamu sudah tak tampak lagi. Sejak berabad-abad yang lampau, cara tradisional menyembuhkan bayi yang kuning dengan cahaya matahari pagi sudah dilakukan orang-orang terdahulu. Penelitian moderen juga membuktikan, sinar matahari akan merangsang kulit untuk memproduksi vitamin D yang penting bagi kesehatan tulang, sistem kekebalan tubuh, dan berbagai proses tubuh lainnya.
Sinar matahari pagi lebih aman dan alamiah untukmu nak, matahari itu ciptaan Allah bukan hanya untuk menyelamatkan bayi-bayi mungil sepertimu, namun juga untuk kelangsungan hidup seluruh makhluk yang berdiam di planet bumi ini. Hebatnya lagi,kita tak perlu membayar sepeserpun untuk semua nikmat yang maha bermanfaat itu, yang perlu kita lakukan adalah banyak-banyak bersyukur, supaya kita tidak kufur atas nikmat Allah...

Surabaya, 18 Januari 2011-09.00

azeeta sasmaya

Saya menulis ini untukmu anakku, dan nanti akan lebih banyak lagi tulisan tentangmu disini. Kelak bila kau dewasa, semoga catatan-catatan ini bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat untukmu, setidaknya kau bisa mengerti betapa kami mencintaimu, dengan cinta yang tak bisa terdefinisikan sama sekali, tapi kau akan selalu merasakannya anakku.
Hari itu anakku, Minggu 9 Januari 2011, pukul 08.36 pagi, tangisan pertamamu melegakan banyak orang yang telah menanti kehadiranmu. Kau lahir normal, dengan berat 3,6 kg, dan panjang 51 cm, dengan tali pusat yang melingkar di tubuh mungilmu. Banyak yang bilang, dengan berat seperti itu kau terlalu besar untuk dilahirkan secara normal, tapi kenyataannya bunda melahirkanmu dengan normal, bukan dengan operasi cecar.
Menyaksikan proses kelahiranmu, adalah pengalaman tak terlupakan bagi ayah, ini adalah pertama kali ayah melihat proses kelahiran seorang bayi. Betapa sekujur tubuh bundamu gemetar, 12 jam lamanya ia berjuang melewati fase demi fase dari proses kelahiranmu, lalu detik-detik kelahiranmu adalah hidup dan mati bagi bundamu. Ayah semakin mengerti, mengapa Rasulullah menyebut surga itu berada di bawah telapak kaki ibu. Kelak bila kau dewasa nak, sayangi dan hormatilah bundamu, karena selain Allah Dzat yang menciptakanmu, tak ada lagi yang melebihi cinta seorang ibu.
Hari ketiga kau lahir, kami akhirnya membawamu pulang dari rumah sakit, sementara ini kau tinggal dulu bersama bunda dan eyang putri di Surabaya, sebab ayah belum berani membawamu ke Makassar dalam usia semuda ini. Kau butuh kekuatan fisik yang lebih baik, lagi pula bundamu akan lebih aman bersama eyang putri selama pemulihan pasca melahirkan.
Tanggal 22 Januari nanti waktu cuti ayah telah usai, Hhfff...entahlah nak, rasa-rasanya tak kuat berpisah lama-lama denganmu. Sejak kau lahir hingga hari ini, ayah banyak menghabiskan waktu hanya dengan memandangimu, melihat senyummu, tangismu, garis-garis wajahmu, jari-jari kecil tangan dan kakimu, setiap kedipan mata dan tarikan nafasmu, lalu semuanya terasa damai saat kau terlelap didekat bundamu.
Bila kau sudah cukup kuat, ayah akan mengajakmu ke tanah kelahiran ayah, di Tidore, sebuah pulau kecil di Maluku Utara. Kata kakek, ayah dari ayahmu ini, meski orang Tidore asli, tapi garis keturunanku berasal dari para pembawa syiar Islam asal Gresik Jawa Timur, yang diundang sultan Tidore sekitar abad ke 14. Para da'i asal tanah Jawa ini, kemudian di sebut orang-orang di Tidore dengan sebutan "Jawa Yuke" atau Jawa terdahulu. Kata kakekmu, para da'i ini kemudian menetap di Tidore dan menikah dengan orang-orang Tidore. Mungkin hanya kebetulan nak, kalau berabad-abad setelah itu ayah dipertemukan dengan bundamu, seorang perempuan berdarah Jawa.
Bundamu nak, ia orang Jawa Timur asli, yang lahir dan besar di Surabaya, dari garis keturunan orang-orang yang mencitai seni, terutama seni tari, kecintaan pada seni itu juga yang telah membawa bundamu melintasi beberapa negara. Nanti, bila kau suka, ayah akan minta bunda mengajarimu menari, semoga saat kau besar nanti bundamu masih tetap lincah memperagakan gerakan-gerakan tari kepadamu...:).
Nanti kita akan menetap di Makassar, sama-sama jauh dari tanah kelahiran ayah dan bundamu. Ayah bekerja disana, tak perlu khawatir nak, Makassar juga kota yang indah , tidak segalak berita-berita di televisi. Ayah sudah belasan tahun tinggal disana, sudah ayah siapkan juga sebuah rumah kecil untukmu, dan pastinya akan lebih bahagia bila bisa melihat pagi bersamamu dari teras rumah itu.
Lekas besar nak, tak ada yang lebih membahagiakan selain melihatmu tumbuh dengan sehat. Kami mencintaimu, dengan cinta yang jauh melebihi apa yang pernah kau pikirkan tentang cinta. Bila ada yang bertanya tentang namamu, katakan pada mereka, namamu "Azeeta Sasmaya" karena engkau adalah sekuntum mawar indah yang tumbuh di taman hati kami. ...

Surabaya, 12 Januari 2011 - 14.26