sisa usia

Petang itu kami tiba tergesa-gesa di Parepare, setelah menempuh sekitar empat jam perjalanan dari Makassar. "harus bisa live di segmen satu kabar petang !!" begitu teriak para jenderal di news room. Dan para prajurit seperti kami yang mengabdi pada pekerjaan semacam ini tak punya pilihan lain, kecuali menekan gas mobil liputan lebih dalam sambil cemas menghitung mundur waktu deadline. Tak peduli belum makan seharian, atau rasa lelah karena pikiran mulai tidak konek dengan tubuh.
Akhirnya last minute setelah kebut-kebutan dan grasak-grusuk di lokasi panti jompo, setelah diganjal berita satu segmen, akhirnya kami bisa menyiarkan laporan langsung itu dengan tergesa-gesa. Saya mencoba menunjukkan ruangan demi ruangan panti jompo , memang kasur-kasur kumuh tak terlihat lagi disana, peralatan-peralatan makan yang berdebu dan kotor juga tak ada, semua sudah dibersihkan dengan cepat.
Tapi secara kebetulan dalam live petang itu, saya menemukan setumpuk pakaian, kain sarung, dan bantal tidur, juga peralatan makan yang kotor dan berdebu, dengan bau busuk yang sangat menyengat. Barang itu milik para lansia panti jompo, disimpan dalam sebuah lemari rusak.
Sebelum ini, kawan kami Rusli Djafar kontributor tvone Parepare, menemukan para lansia dipanti itu tengah risau menanti hidangan lebaran tersaji di meja makan panti, biasanya hari kemenangan selalu dipenuhi dengan keceriaan, tapi itu tak berlaku bagi puluhan lansia penghuni panti jompo binaan Dinas Sosial Propinsi Sulwesi Selatan. Usai sholat ied, mereka hanya duduk di ruang tengah yang kotor, saling menatap satu sama lain, menatap meja makan yang hanya berisi piring dan mangkok plastik yang kosong, menatap ruangan yang sepi, menatap kesunyian usia senja karena terbuang dari keluarga dan diabaikan pemerintah yang tidak amanah.
Kawan kami bukan hanya menemukan meja makan yang sepi hidangan, dengan peralatan makan berbahan plastik yang kosong dan berjamur, tapi ruangan kamar tempat para lansia itu dirawat juga sangat memprihatinkan. Kasur tanpa seprei yang kotor dan jorok, bantal-bantal tidur yang kumuh dan berbau, serta lantai ruangan yang jauh dari kata bersih dan sehat. Wajah-wajah lansia penghuni panti, wajah-wajah pasrah melalui sisa waktu.
Kemarin, saat kami tiba, suasana di panti jompo itu ramai dengan orang-orang pemerintah yang sibuk membenahi banyak hal. Mereka baru tergesa-gesa datang menengok panti jompo ini setelah berita kebobrokan mereka tersebar ke seantero negeri.
Si kepala panti itu, dia menyelewengkan banyak dana sumbangan masyarakat, juga dana alokasi pemerintah untuk mengurus para penghuni panti. Anehnya, ini sudah berlangsung lama, dan orang-orang di pemerintah provinsi mengaku baru tahu kabarnya setelah tvone menayangkan berita panti jompo itu.
Ahh..malas saya mendenga retorika orang-orang pemerintahan ini, kemana saja mereka selama ini? kepala panti itu kan sudah 12 tahun menjabat disitu. Waktu yang terlalu lama untuk membuat para lansia itu hidup dengan segala keprihatinan. Dan satu lagi, kasur-kasur tidur yang tiba-tiba diganti dengan yang baru ketika kami datang, rupanya selama ini kasur itu sengaja disimpan di gudang, tak pernah dikeluarkan, sementara kasur yang dipakai tidur para lansia jorok dan berjamur.
Menatap wajah-wajah lansia ini, saya tiba-tiba rindu ayah, membayangkan wajah ayah yang semakin tua dengan rambut yang memutih. Saya merasa belum melakukan apa-apa untuk ayah. Padahal sekarang hanya ada ayah yang tersisa, setelah ibu lebih dahulu menghadap Sang Pemilik Kehidupan tujuh tahun silam.

Parepare, 1 September 2011 - 22.00

"Terima kasih kepada kawan Rusli Djafar, kontributor tvone Parepare. Liputan kisah tragis para lansia yang merayakan lebaran di Panti Jompo Kresna Werda Mappakasunggu Parepare itu, telah menyentak nurani kita semua. Para lansia itu, terbuang dari anak dan keluarganya, dan menghabiskan sisa usianya dengan tinggal di sebuah panti sosial milik pemerintah yang buruk, kumuh dan tak berperi kemanusiaan."

No comments: