keluarga

percayalah...
seberapapun 'gila'nya pekerjaan ini
keluarga akan tetap jadi segala-galanya....

Makassar, 29 Oktober 2010 - (tengah malam lagi tiba di rumah)

pak menteri dan dua ketiak

Dua perempuan cantik itu mengangkat tangan tinggi-tinggi, ban mobil mereka kempes dijalanan sunyi, mereka melambai-lambaikan tangan pada pengendara mobil yang melintas, kamera close up, tapi fokus bukan pada dua wajah, melainkan pada dua ketiak perempuan cantik itu. Perempuan yang satu ketiaknya putih terawat, dan yang satu ketiaknya hitam tak terawat, begitu kira-kira tafsir semiotik dari iklan produk deodoran itu, meski sebetulnya menurutku dua ketiak itu sama-sama bersihnya, dibanding dengan ketiak kuli bangunan dekat rumah yang pernah saya liat hehe...
Dalam drama iklan itu, pesona perempuan ketiak putih terawat itulah yang menjadi penyelamat, sejumlah mobil berisi laki-laki gagah berhenti mendadak, cara mereka menghentikan mobilpun seperti di film-film action, lalu mereka berlomba-lomba memberikan pertolongan pada kedua perempuan itu. Iklan itu ditutup dengan kemunculan sebuah produk deodoran, yang menegaskan bahwa dengan memakai deodoran itu, bukan hanya sekedar membuat ketiak pemakai menjadi putih dan bersih, dan tapi juga bisa membuat si pemakai terselamatkan dari situasi sulit.
Tak lama setelah iklan dua ketiak itu, muncul iklan tentang swa sembada pangan dalam negeri, dengan puncak drama iklan adalah pekikan pak menteri dengan senyum yang mengembang " petani pahlawan pangan !!!". Dalam iklan itu pak menteri memberikan sebuah prespektif tersendiri, tentang petani yang bahagia, petani yang sejahtera dan petani yang menjadi pahlawan.
Dua iklan itu, seperti sebuah paradoks, antara ketiak putih dan efek yang ditimbulkan hingga seseorang terselamatkan, juga tentang petani pahlawan pangan. Saya teringat dengan 25 juta rumah tangga petani di Indonesia, yang setiap tahunnya sanggup memproduksi pangan hingga mencapai nilai 258 triliun rupiah. Tapi soal kesejahteran, jangan ditanya, kita dengan mudah bisa menemukan petani-petani miskin di desa-desa, dengan lahan yang tergadai, dan hidup prihatin dililit hutang.
Tapi memang begitulah iklan, bukan hanya sekedar memberikan informasi sebuah produk, tapi juga diam-diam menyelipkan sebuah pencitraan semu tentang sesuatu yang lebih dahsyat dari sekedar fungsi pokok sebuah produk. Kedua iklan itu, meski yang satu bersifat komersil dan yang satu iklan layanan masyarakat, tapi keduanya sama-sama menampilkan wajah lain dari kenyataan yang sebenarnya.
Palsu atau asli, sesuai kenyataan atau tidak, jujur atau dusta, iklan selalu menyajikan realitas tersendiri dari sebuah fakta. Saya tersenyum geli menonton dua iklan itu , sebab saya tiba-tiba membayangkan senyum mengembang pak menteri yang disandingkan dengan dua ketiak perempuan itu....

Makassar, 18 Oktober 2010 - 14.00