Mantra Pak Dayak

"...patmaraga sukmaraga..warahuda warahudi..
sang yang salami asita..salami asindau..aku minta kekuatan...."


Begitu mantra-mantra itu dirapalkan dihadapan puluhan orang yang berdiri mengelilinginya, membentuk barisan lingkaran yang tertib. Sesekali ia meniup microphone yang ia pegang hingga menimbulkan suara desis yang khas.
Laki-laki itu memperkenalkan diri "Orang-orang memanggil saya Pak Dayak.." katanya meyakinkan. Ia kemudian bercerita panjang lebar tentang asal-usulnya, datang dari Kutai Barat Kalimantan Timur, saudara kandung dari Panglima Api, salah satu pemuka adat di tanah Dayak, dan sudah melanglang buana ke berbagai penjuru Indonesia, membagi "pengetahuan" dari tanah kelahirnannya.
Seperti biasa, ia juga menyampaikan salam persahabatan kepada semua orang, menegaskan bahwa ia datang hanya untuk menghibur dan membantu sesama, bukan untuk pamer ilmu atau kekuatan. Pak Dayak berbicara dengan retorika yang meyakinkan, percaya tidak percaya dengan apa yang dia katakan, gaya retorika yang khas itu sanggup membuat para penonton rela berlama-lama dalam barisan lingkaran itu.
Selain kemapuan retorika, pak Dayak juga memperagakan sejumlah kebolehannya, seperti kebal senjata setelah memakai kalung keramat, melepaskan diri setelah dikurung dalam karung goni yang telah dijahit, dan atraksi sanggup menjadi penawar racun. Tentu saja, usai semua pertunjukan ini, akan ada penawaran sejumlah obat-obat murah dengan jaminan khasiat yang sangat mumpuni, lalu para penonton akan mengancungkan lembaran-lembaran recehan seribu rupiah untuk mendapatkan obat atau jimat tersebut.
Saya tiba-tiba memustuskan mampir ke tempat itu usai pulang kantor, didepan deretan ruko-ruko di jalan Andi Pangeran Pettarani Makassar, dan ikut serta mengambil posisi diantara para penonton yang membentuk lingkaran. Saya mampir bukan untuk membeli obat, apalagi karena panggilan mantra patmaraga sukmaraga , saya mampir karena kenangan masa kecil yang sekonyong-konyong datang memanggil, untuk menyaksikan lagi atraksi murah meriah dan menghibur itu.
Rasanya sudah bertahun-tahun saya tak pernah menonton atraksi penjual obat. Jaman sekolah dulu di Tidore, para penjual obat ini biasanya ramai pada hari-hari pasar, seperti Selasa dan Jumat. Di pasar Sarimalaha Tidore, saya nyaris tak pernah melewatkan atraksi mereka usai pulang sekolah, biasanya saya akan bertahan diantara rasa penasaran menunggu atraksi ular peliharaan sang penjual obat yang disimpan dalam peti, dan perasaan cemas ingin segera pulang, karena takut dimarahi ayah dan ibu bila terlambat ke masjid untuk sholat Jumat hahaha...
Entahlah sekarang, saya lama tak pulang kampung ke Tidore. Apakah para penjual obat masih bisa ditemui di pasar-pasar? apakah mereka masih tetap menghibur dengan gaya retorika yang khas? entahlah...apalagi setahu saya pasar kenangan itu telah rata dengan tanah akibat kebakaran hebat setahun silam.

Makassar, 13 Juni 2011 - 16.30

No comments: