semut-semut dan lukisan kulit kayu

Kangen rumah, ingin cepat-cepat pulang. Sejak liputan gempa di Manokwari, sudah seminggu ditinggal tanpa penghuni, pasti pada lubang-lubang kecil disela sela tegel itu, sudah penuh dengan semut-semut yang membangun sarang, barangkali hujan membuat mereka lebih suka tinggal didalam sini...
Kadang saya ingin membasmi mereka dengan sekali siraman minyak tanah, atau semprotan racun serangga, tapi sering jadi gak tega juga, apalagi kalau melihat mereka tengah bersusah payah menggotong sekerat roti. Ah, kenapa kalian tak mencari tempat lain saja? diteras depan juga boleh, tepat disisi tiang itu, kita bisa berkompromi, saya tentu dengan senang hati menyisakan sejengkal lahan untuk kalian membangun keluarga disini. Dan kalian tak perlu menggangguku dengan proyek pembangunan sarang didepan pintu kamar ini...
Bila pulang nanti, saya juga ingin segera membingkai dua lukisan kulit kayu dari Papua itu, dan memajangnya di salah satu sudut ruangan. Saya membelinya disebuah toko souvenir di pasar Wosi Manokwari.
Hhmmm...lukisan-lukisan itu akan lebih indah, bila disandingkan dengan dua koteka hitam, yang saya beli saat liputan bentrok berdarah di Universitas Cenderawasih Jayapura tahun 2006 lalu.
Saya sedapat mungkin selalu ingin menciptakan suasana tenang dan nyaman, sebab saya ingin memulai segala sesuatu yang disebut sebagai kebaikan itu dari sini, dari rumah kecil ini....

***

Akhir-akhir ini saya merasa menjadi seperti orang yang semakin keras hati, jadi kurang peka terhadap hal-hal disekelilingku. Saya juga merasa makin jauh dari Allah. Ah, terkadang untuk hal yang satu ini, saya sering kalah berkali-kali. Saat ini saya hanya ingin bersujud dengan lebih lama lagi...tidak seperti kemarin-kemarin, selalu tergesa-gesa....

Makassar, 12 Januari 2009 - 10 : 20

820

Sudah mendekati seribu jiwa, hanya dalam tempo 15 hari ini
820 warga sipil Palestina di Jalur Gaza tewas akibat serangan Israel,
ratusan diantaranya anak-anak tak berdosa...
Mari kita kirim doa keselamatan untuk mereka, para pejuang Palestina di Jalur Gaza, juga kepada anak-anak Palestina yang kehilangan orang tua, dan para ibu yang kehilangan putra-putri mereka...
Perang, oleh siapapun, dan atas nama apapun, akan selalu menyisakan air mata,
juga rasa kehilangan yang sangat menyakitkan...

Makassar, 11 Januari 2009 - 20:00

kembang api di Manokwari

Padahal saya baru tiba dari propinsi termuda di Papua itu, setelah live tahun baru dari Manokwari...Malam ini saya disuruh lagi balik ke sana, setelah tadi pagi gempa dengan kekuatan 7,5 pada skala richter mengguncang Manokwari. Informasi terakhir yang saya terima malam ini, sudah 7 orang yang tewas, salah satunya adalah bocah sepuluh tahun yang tertimpa reruntuhan bangunan. Sementara puluhan lainnya luka-luka.
Saya masih ingat, dimalam pergantian tahun itu, langit kota Manokwari penuh cahaya kembang api, jalan-jalan berkabut asap petasan dan orang-orang yang tumpah ruah dijalan-jalan kota. Malam itu, pak Max, kepala bagian Humas pemprof Papua Barat itu bilang sama saya dengan bangganya :
" saya keluarin duit 100 juta untuk pesta kembang api malam ini..".
Ahh..100 juta, jumlah yang terlalu besar menurutku, untuk beli petasan ditahun baru bagi kota sekecil Manokwari.
Dan malam ini, setelah gempa meruntuhkan rumah-rumah, hilang sudah hiruk pikuk malam pergantian tahun, kembang-kembang api yang berpijar di langit selama dua malam berturut-turut juga redup ditelan gelap, jalan-jalan sepanjang Sanggeng juga sepi, dan mereka kini bersembunyi di bukit-bukit, ketakutan dengan gempa susulan dan issue tsunami. Entahlah, apalagi yang akan dikatakan pak Max, bila ketemu saya di Manokwari nanti, saya tak yakin jika dia masih bercerita tentang harga kembang api di malam tahun baru kemarin....
Hmm...sudah hampir jam 11 malam, saya harus segera bergegas, berjudi di bandara, semoga masih ada tiket tersisa untuk pesawat terakhir ke Manokwari malam ini. Saya harus bisa bertemu Rakhman di Manokwari besok pagi, cameraperson Jakarta yang malam ini ikut rombongan menteri.

Makassar, 4 Januari 2009 - 23:30