ramadhan ke 11

Sebentar lagi ramadhan, bulan yang sangat suci ini selalu menjadi alat ukur bagi saya dalam banyak hal. Tentang seberapa besar kadar kesholehan yang masih tersisa, tentang seberapa banyak noda-noda hati yang mesti saya bersihkan, dan juga tentang seberapa lama saya telah pergi meninggalkan rumah.
11 tahun yang lalu, seingatku itu terakhir kali saya bertemu ramadhan dirumah. Saya tak bisa lagi menyusun ingatan-ingatanku secara utuh, setidaknya tentang bagaimana rasanya sahur disatu meja bersama ayah dan juga almarhumah ibu. Sejak merantau ke Makassar, setiap malam pertama sahur, saya selalu rindu dengan suasana jelang imsak di ruang makan itu. Jarum jam yang dimajukan 10 menit supaya tidak terlambat sahur, ayah yang selalu memberi peringatan kalau imsak sudah dekat, dan sirene siaran radio RRI Ternate yang meraung-raung ribut jika imsak telah tiba.
Pengumuman resmi pemerintah menetapkan 1 ramadhan jatuh pada hari sabtu besok. Tapi hari ini saya sudah mulai berpuasa, bukan ingin mendahului para ulama, hanya saja ada satu hutang puasa ramadhan lalu yang belum saya lunasi.
Kepada semua orang yang ada di sekelilingku, dalam setahun ini pasti banyak salah dan lupa. Saya mohon dari hati yang paling dalam, semoga dibuka semua pintu maaf, biar hati kita kian bersih dan lapang melalui bulan yang penuh rahmat ini, marhaban ya ramadhan....

Makassar, 21 Agustus 2009 - 05.00 dini hari

ulang tahun

banyak doa kebaikan saya kirim hari ini...selamat ulang tahun...
yang ke 67 untuk ayah, dan yang 64 untuk republik ini...:)

Makassar, 17 Agustus 2009 - 07.00

purnama di pucuk siklop

Beberapa hari yang lalu, di Timika, saya melihat melihat seorang perempuan dan dua bocah laki-laki menangis diatas peti jenazah seorang prajurit brimob, yang tewas dalam operasi penumpasan kelompok kriminal bersenjata di PT. Freeport. Saya mengenal sosok dalam peti jenazah itu. Perempuan itu kehilangan suami, dua bocah itu kehilangan ayah, dan sayapun telah kehilangan seorang sahabat.
Kemarin siang, di sebuah rumah di Sentani Jayapura, saya juga melihat seorang laki-laki, bersama dua putrinya, bersimpuh didepan dua peti jenazah. Laki-laki itu kehilangan anak dan istri, dan dua bocah perempuan itu telah kehilangan ibu dan juga saudara.
Saya tak mengenal keluarga itu, tapi saya merasakan betapa kesedihan menyelimuti rumah itu. Mereka adalah salah satu dari keluarga korban jatuhnya pesawat merpati di pegunungan bintang Papua yang tengah berduka.
Pekerjaan ini sering membuat saya bertemu dengan banyak kesedihan, air mata dan juga amarah. Saya berdoa untuk mereka yang telah kehilangan ayah, ibu, saudara dan juga sahabat. Semoga Allah memberikan banyak ketabahan dan juga kekuatan pada mereka...amien..

" ...Dan malam ini, saya melihat purnama yang bertengger indah diatas pucuk gunung Siklop Sentani. Purnama dengan bulatan yang nyaris sempurna itu, sedikit menghapus penat 26 hari menjelajahi tanah Papua, juga membuat saya merasa dikepung rindu. Saya mengingatmu dalam-dalam, juga doa-doa yang selalu kita ucapkan di ujung malam. Semoga Allah selalu menjaga kita hingga tua dan renta, sampai kita tutup usia nanti..."

Sentani-Jayapura, 9 Agustus 2009 - 20.00