Surat Untuk Tuhan

Sudah masuk pertengahan Oktober, bila engkau adalah salah satu diantara mereka yang merindukan hujan, sekarang adalah saatnya, bunga-bunga hujan itu tumbuh diatas tanah basah, meninggalkan bekas pada sendal mungilmu juga roda sepedamu saat kita bersama menyusuri pagi dan sore di jalanan kompleks.
Lihatlah sekumpulan bunga asoka yang kutanam dibawah jendela rumah kita, pada musim penghujan beberapa tahun yang silam, ia hanya sekumpulan tunas-tunas kecil yang muncul dari dalam tanah yang basah. Kini lihatlah, betapa rimbunnya mereka, dari tunas-tunas kecil itu mereka tumbuh dengan indahnya, dengan warna merah merona yang diterpa cahaya senja.
Azeeta Sasmaya putriku, hari ini saya tak bisa mengajakmu melihat sore dari teras rumah kita. Seperti biasa, disetiap hari kamis, saya selalu kebagian tugas masuk siang hingga malam. Saya selalu merasa tak pernah bisa meluangkan banyak waktu denganmu, dan itu sering membuat saya khawatir bila tak bisa melihat dengan seksama setiap detik dari pertumbuhanmu.
Seperti sekumpulan bunga asoka dibawah jendela rumah itu, tiba-tiba saya tersadar, betapa mereka tumbuh dengan cepat hingga menutupi separuh jendela. Saya menanamnya, tapi tak begitu detail memperhatikan mereka tumbuh dengan cepat. Sebagai ayah, saya tiba-tiba merasa telah melewatkan banyak peristiwa penting dari pertumbuhanmu.
Hari ini putriku, saya ingin bercerita kepadamu tentang seorang bocah berusia enam tahun bernama Nadia Syifa Maharani yang menulis surat kepada Tuhan. Ia menulis surat agar Tuhan menanti kedatangan ayahnya di pintu surga. Surat itu ditulis dalam sepotong sobekan kertas buku tulis, hanya satu kalimat "Yaa Allah, semoga Papa diterima di pintu surga". 
Siang itu, potongan surat Nadya diperlihatkan tantenya kepada tim tvone yang sedang meliput pemakaman Brigadir Kepala Anumerta Sudirman, personil Polres Poso Sulawesi Tengah yang gugur dibunuh orang tak dikenal di Dusun Tamanjeka, Desa Masani, Kecamatan Poso Pesisir pada Selasa sore 16 Oktober 2012 lalu. Bribka Sudirman ditemukan tewas dan dikubur dalam satu lubang dengan rekannya Briptu Andi Sapa yang juga dibunuh.
Bripka Sudirman, ia adalah seorang ayah yang tak sempat melihat dua putrinya tumbuh, Nadia Syifa Maharani 6 tahun, dan Naura Al Mafira 4 tahun. Putrinya itu hanya bisa mengantar kepergian ayahnya dengan sepucuk surat yang ia tulis untuk Tuhan.
Seperti yang pernah saya tulis disini putriku, tak hanya cerita bahagia dan membanggakan, betapa pekerjaan ini sering membuat saya berjumpa dengan banyak kesedihan dari mereka yang kehilangan orang yang mereka cintai. Dan semua peristiwa itu semakin membuat saya tak berhenti bersyukur, bahwa sampai detik ini kita masih diberikan anugerah kehidupan yang baik.
Mari kita berdoa untuk Nadia, Naura dan Bundanya, semoga doa dalam sepucuk surat itu sampai kepada Tuhan, semoga Allah menjemput ayah mereka di pintu surga, semoga Allah memberikan kekuatan bagi mereka yang ditinggalkan dan juga menjauhkan kita dari segala kesedihan.

Makassar, 18 Oktober 2012