masa depan


Jika saja kita bisa membaca rahasia masa depan, barangkali tak ada yang harus dicemaskan. Sebab semuanya akan selalu dipersiapkan dengan baik, diantisipasi sedini mungkin. Tapi masa depan akan selalu menjadi rahasia abadi, sebab hidup bukanlah sebuah garis lurus yang sederhana…..
Aku pernah berpikir untuk tidak pernah menjadi dewasa, sebab ada semacam ketakutan, bahwa menjadi dewasa akan membuat hidup semakin keras dan rumit. Dan rasanya akan sangat bahagia jika selalu “menjadi anak-anak yang abadi”…
Jadi teringat masa-masa kecil dulu, rasanya begitu bebas, kami bermain apa saja, kemudian pulang kerumah dengat penat yang membungkus, lalu lelap dalam tidur untuk kemudian menyambut pagi yang benar-benar baru. Ketika itu, rasa-rasanya tak ada yang perlu dicemaskan…sebab bagi anak-anak seperti kami, bermain dan bergembira adalah tugas kami, masalah-masalah yang lain adalah urusan orang-orang dewasa. Segala kerumitan hidup adalah tugas dan tanggungjawab orang-orang dewasa….tugas kami adalah membuat masa kanak-kanak kami menjadi kenangan indah yang abadi…

*****
Belakangan ini hidup seperti bergerak tanpa kendali, kadang terlalu liar, seperti sampah yang terseret arus sungai, tak punya pilihan, selain pasrah mengikuti aliran air. Lalu pada saat-saat seperti ini, terkadang kecemasan itu datang mendera.
Tapi sudahlah, hidup bukanlah sesuatu yang harus selalu dicemaskan, tapi sebaliknya diperjuangkan dengan penuh keyakinan. Kecemasan hanya membuat masa depan tidak menyisakan harapan apa-apa. Padahal harapan-harapan atau cita-cita itulah yang mebuat manusia bisa bertahan melalui setiap krisis.
Sudah, setidanya saya merasa sudah lebih dari cukup dengan semua yang dimiliki saat ini. Secara materi barangkali tidak, tapi dalam tiga tahun terakhir ini, pekerjaan ini membawaku pada banyak peristiwa yang terus mengasah nurani….bahwa hidup adalah sesuatu yang harus lebih dihargai, dihormati, dan menjadikannya sesuatu yang jauh lebih berarti….

Makassar, 19 Juli 2007 – 09 : 50 wita

benang raja

Siang yang mendung, dipelataran gereja Maranatha Ambon, Kanjoly Jacky, bersama beberapa orang lainnya bercerita tentang riwayat RMS di tanah Maluku. Sahabat lama Alex Manuputty ini berujar, RMS dan juga Alex Manuputty, yang disebut-sebut para simpatisan RMS sebagai Paduka Raja tersebut sama sekali tidak punya pijakan yang kuat di bumi manise tersebut. Berbeda dengan gerakan separatis di Aceh dan Papua yang jauh lebih kuat struktur dan lobi politik internasionalnya. RMS sama sekali bukan apa-apa, hanya kendaraan rapuh para petualang-petualang politik asal Maluku di luar negeri untuk mencari simpati internasional agar mendapat suaka politik, dan terselamatkan dari status sebagai imigran gelap.
“para aktivis RMS yang melarikan diri di Belanda dan Amerika itu, mereka terpecah-pecah dan terbagi dalam ratusan faksi yang saling berseberang, tidak solid, dan tidak punya basis pendukung yang jelas. Bahkan terkadang mereka hanya datang dan berfoto didepan gedung PBB, lalu mengirim foto tersebut ke Indonesia sebagai bukti bahwa mereka telah berjuang” Ujar Jacky dengan dialek Ambonnya yang khas.
Perbincangan siang itu, sedikit memberi prespektif yang berbeda bagi saya dalam melihat gerakan separatis RMS di Maluku, semuanya tidak hanya berakar pada sejarah masa lalu, pada periode pasca perang kemerdekaan. Tapi juga terus berakumulasi, dan bahkan bermetamorfosis seiring dengan dinamika politik yang bergerak keras, apalagi ketika kerusuhan social bernuansa SARA pecah beberapa tahun silam, telah memantik api gerakan separatis tersebut menyala kembali. Termasuk didalamnya fakta tersembunyi tentang sebuah “proyek terselubung” yang sengaja dirancang sekelompok orang untuk meraup untung dari derasnya aliran dana pemulihan keamanan dan proyek rekonsiliasi social.
Kota ini telah banyak berubah, sejak terakhir kali saya singgah pada 1997 silam. Sepanjang perjalanan dari bandara Pattimura menuju kota Ambon, melihat sisa-sisa bangunan yang terbakar membuat saya sedikit mencoba membayangkan situasi antara tahun 1999-2000 itu. Kenangan hitam itu jelas masih sangat membekas pada setiap penduduk kota, tapi seiring waktu, satu demi satu setiap sisi kehidupan mulai mereka susun kembali, mencoba mencari ritme dan denyut nadi kehidupan yang pernah hilang.
Dari beberapa perbincangan dengan sejumlah orang, baik itu komunitas islam maupun Kristen, masyarakat di Ambon sedikit banyak telah belajar dari pengalaman kelam masa lalu. Terutama bagaimana membangun komunikasi antara mereka untuk meredam prasangka dan juga upaya-upaya adu domba…

****

Sebelum peristiwa memalukan itu, pada sebuah pagi gerimis dipenghujung Juni. Di pelosok pulau Haruku, Maluku. Anak-anak muda desa Aboru itu mulai berkemas, dengan parang dan salawako, sebab beberapa hari sebelumnya telah tersiar kabar bahwa sang Paduka Raja Alex Manuputty dengan sebuah kapal putih, bersama John Howard dan Gerge W Bush telah menepi di semenanjung Maluku. Hari kemerdekaan telah di depan mata, maka tarian cakalele pun dipentaskan oleh anak-anak muda Aboru, dan benang raja dibentangkan sebagai penyambutan..!!,

Makassar, 10 Juli 2007 – 19 : 30 wita