hari terakhir di tahun 2010

Ini hari terakhir di tahun 2010, tapi bukan soal itu, bukan tentang orang-orang yang sibuk menanti pergantian tahun. Ini adalah hari dimana saya mengingatmu dalam-dalam, semoga engkau di beri umur panjang, kesehatan dan juga banyak cinta untuk kami. Selamat ulang tahun istriku...:)

Makassar, 31 Desember 2010

obrolan kita...

"Bagaimana kabarmu hari ini?" kau bertanya.
"rindu..." jawabku.
Ini Desember sayang, bulan dimana hujan datang tak bosan-bosan,dan saya merasa lelah terus-menerus sembunyi di bawah mantel hujan. Tadi pagi, hingga hari mendekati siang, saya tak bersemangat keluar rumah, dari ruang tengah saya hanya menonton rembesan air hujan yang mengalir lancar di sela-sela dinding. Tembok-tembok rumah mulai lembab dan basah. Tapi tenanglah, nanti akan segera diperbaiki, sebab sayapun tak mau menyambutmu dan ia di rumah ini dengan tontonan hujan yang tak menarik seperti itu.

"sudahkah kau temukan nama yang baik untuknya ?" tanyamu lagi
"telah kutemukan nama yang baik dan indah untuknya". Jawabku.
Nama bukan hanya sebatas pertanda eksistensi diri seorang manusia, tapi lebih dari itu, nama adalah doa. Kita akan memberikan nama yang baik untuknya, agar setiap kali orang menyebut namanya, maka setiap itu pula akan segera menjelma sebagai doa-doa kebaikan untuk hidupnya.

"tadi aku jalan pagi disekitaran rumah.." ujarmu
"hmm...iya, banyak-banyaklah bergerak, biar otot-ototmu terlatih dan kuat saat hari itu tiba, maafkan saya, karena saat ini belum bisa menemanimu"
Saya harus memperhitungkan waktu cuti yang tepat, biar nanti bisa lebih lama menemanimu. Kalau saja kau disini sekarang, kau akan melihatku senyum-senyum sendiri, karena sedang membayangkan disuatu waktu, ia akan mengayuh sepeda kecilnya, menemani kita berjalan-jalan melihat pagi. Sebetulnya saya sedikit galau, bila nanti ia telah ada bersama kita, apakah saya masih bisa berlama-lama menahan rindu seperti saat ini?

"kau akan menjadi ayah..." bisikmu
"Ya, dan ia akan memanggilmu bunda.."
Siapkah kita menjadi orang tua yang baik untuknya?, bisakah kita membimbingnya tanpa membuatnya merasa kita telah mendiktekan pilihan-pilihan hidup untuknya?, apakah kita sanggup menjadi ayah dan ibu nomor satu untuknya?. Bila suatu hari nanti ia berkata "tidak" kepada kita, bisakah kita meyakinkannya bahwa kita mencintainya lebih dari yang ia pernah pikirkan?.

"jangan merisaukan sesuatu yang belum tentu terjadi...percayalah, ia akan menjadi anak yang baik, anak sholeh...sebab kita tak pernah berhenti mendoakannya..." begitu katamu.

Makassar, 27 Desember 2010 - 20.30 wita

operator lift

Di dalam ruangan sempit lift sebuah pusat perbelanjaan, laki-laki muda itu bertanya pada kami "lantai berapa ?" suaranya datar, tak menoleh sedikitpun, ia duduk dikursi plastik kecil, dengan posisi badan yang menghadap pada deretan angka-angka lift. Ada yang menjawab lantai 2, lantai 1, lantai 4, sementara sebagian besar memilih diam, termasuk saya. Barangkali sudah merasa terwakili dengan jawaban dari penghuni lift yang lain.
Laki-laki itu, seorang operator lift, dengan tugas utama memenjet tombol-tobol angka penanda lantai tempat tujuan lift, membuka dan menutup pintu lift, memastikan lift tidak over kapasitas, bekerja dalam ruangan sempit 1,5 x 1,5 meter persegi, itupun harus berbagi dengan sedikitnya sepuluh orang penumpang lift yang berdesak-desak-desakan. Lalu naik turun..naik turun..naik turun..selama beberapa jam.
Sebetulnya setiap kali saya ke tempat itu, saya selalu ingin berbincang dengan si operator lift, tapi saya tak punya moment yang tepat. Saya ingin mendengar ceritanya, tentang suka duka bekerja dalam kotak kecil penuh sesak yang terus bergerak naik turun setiap saat, mengapa ia memilih pekerjaan itu?, berapa jam ia bekerja dalam sehari?, apakah gajinya sebanding?, bagaimana dia mengusir kebosanan dalam lift yang sumpek?, dan banyak lagi yang kalau saya tanyakan semuanya, mungkin bisa membuat saya dituduh "mau tahuuu aja urusan orang lain..!!"
Saya sering mendengar orang-orang mengeluh dan jenuh dengan pekerjaan, sesuatu yang juga kerap saya alami, padahal banyak yang bilang bekerja sebagai jurnalis televisi adalah hal yang menyenangkan, karena ini adalah jenis pekerjaan yang dinamis, yang bisa membawa kita ke tempat-tempat "ajaib" yang tak semua orang berkesempatan mendatanginya, seperti itupun kejenuhan kadang masih datang mendera, dan saya masih kerap mengeluh. Lalu bagaimana jika pekerjaan saya adalah seorang operator lift???.
Saya pernah membaca sebuah tulisan yang sangat inspiratif dari seorang jurnalis televisi senior, tulisan dengan judul "lentara jiwa", sebuah catatan kecil tentang bagaimana seseorang bisa mencintai pekerjaannya, apapun jenis pekerjaan itu. Orang-orang yang bisa bekerja dengan bahagia, adalah mereka yang telah menemukan lentera jiwanya.
Hhmm...apakah saya bahagia dengan pekerjaan yang sudah saya jalani selama enam tahun ini? jawabannya iya, bahkan sangat bahagia. Lalu apakah pekerjaan ini telah menjadi lentera jiwa saya? jawabannya mungkin iya...mungkin juga belum....Saya ingin seperti yang ditulis kahlil gibran, bahwa "kerja adalah cinta yang mengejawantah", ketika saya bisa bekerja dengan hati, dengan cinta, dengan segenap rasa syukur......

Makassar, 21 November 2010 - 13.15 wita

[...........]

Hmmm...baiklah, nanti kita lanjutkan lagi obrolan ini, kalau nanti bangun subuh, ajaklah ia jalan-jalan, biar kalian berdua selalu sehat dan terlindungi.
Salam sayang untukmu, juga untuknya, malaikat kecil kita yang damai di dalam rahimmu. Sampaikan padanya bahwa aku rindu..benar-benar rindu...

Makassar, 14 November 2010

delay

Saya masih diliputi perasaan bersalah, apalagi saat membayangkan bagaimana ia berlari dari gate 3 ke gate 5 ruang tunggu pemberangkatan pesawat, ia berlari dengan kaki yang terpincang-pincang akibat penyakit asam urat yang menggerus usianya yang semakin senja. Bagian lari dengan kaki yang pincang, dengan tiga barang bawaan ditangannya ini tak pernah ia ceritakan padaku, ia hanya menceritakannya pada istriku, " Alhamdulilah, untung Allah masih melindungi kaki ayah " begitu ceritanya.
Kepadaku ayah hanya bilang " Ayah ketinggalan pesawat, ayah tak dengar pengumuman saat pintu pemberangkatan di pindahkan dari pintu 3 ke pintu 5" . Ketika itu saya lemas, seandainya ada pintu kemana saja punya si Doraemon, detik itu juga saya akan berangkat dari bandara Juanda Surabaya menuju ke bandara Makassar. Saya panik, memikirkan ayah yang sendirian di bandara tanpa ada satupun keluarga yang mendampingi. Belakangan saya juga baru tahu dari istriku, bahwa ayah tak dengar panggilan bagi para penumpang, karena sedang sholat dhuhur di musholla bandara.
Ditelepon, suara saya serak karena marah-marah kepada petugas maskapai penerbangan Express Air, saya marah karena pesawat mereka delay terlalu lama hingga saya harus terbang lebih dulu dari Ayah, saya marah karena selama beberapa jam delay, mereka mengacuhkan para penumpang, saya marah karena mereka juga memindahkan ruang keberangkatan dari gate 3 ke gate 5, hingga ayah ketinggalan pesawat, sebab dulu, saya juga punya pengalaman seperti ini, nyaris ketinggalan pesawat karena pihak Express Air memindahkan pintu pemberangkatan penumpang. Saya marah pada seorang kenalan dari Tidore, yang sebelumnya telah berjanji akan mendampingi ayah hingga naik diatas pesawat tapi kemudian ingkar janji. Saya juga marah pada diri sendiri karena tidak disana, saat ayah sendirian dalam situasi seperti itu.
Saya menelpon semua orang yang bisa saya harapkan bantuannya, beruntung teman-teman dikantor berbaik hati menjemput ayah di bandara, mengantar ayah pulang ke rumah, memastikan tiketnya tidak hangus dan bisa ikut dalam penerbangan berikut. Terima kasih untuk Abo dan Ancu atas bantuannya hari itu.

******

Ayah sudah di rumah Tidore, saya menelponnya, menanyakan kabarnya, juga menyampaikan kabar bahwa dokter mengatakan kalau cucunya yang akan lahir nanti, adalah seorang perempuan. Saya memohon doanya, agar cucunya yang ke 7 ini bisa terlahir dalam keadaan sehat lahir batin, dan Allah memberikan keselamatan untuknya dan ibunya.
Kata ayah ia baik-baik saja, ia juga mendoakan keselamatan untuk keluarga kecilku ini. Ayah juga masih bercerita tentang pengalaman ketinggalan pesawat itu, tapi tak pernah ada nada marah, bahkan ia tak pernah marah sejak tertinggal pesawat hari itu. Malah dengan bangga ayah bercerita tentang dirinya yang kemudian sangat dikenal oleh para pagawai Express Air usai peristiwa itu. Kata ayah mereka menyimpan nomor telponnya, juga mengantarkan makan siang diruang tunggu saat ia berangkat di hari kedua.

Makassar, 10 November 2010 - 13.30 wita

sebentar lagi...

November sudah tiba, lalu saya semakin senang memelukmu, sembari meletakkan telapak tangan diatas perutmu yang semakin membesar, dan merasakan gerakan-gerakan kecil dari dalamnya, " hari ini dia banyak bergerak...barangkali lagi asyik bermain ", katamu. Biasanya saya akan segera mendekatkan telinga diperutmu, mencoba mendengar detak jantungnya, dan memanjatkan banyak doa, moga Allah memberi kekuatan, juga kesehatan dan keselamatan bagi kalian berdua.
Sebentar lagi, saya harus segera membawamu pulang ke kota kelahiranmu. Biasanya bagi perempuan yang akan melahirkan anak pertama, selain suami, mereka juga ingin berada didekat ibu mereka, seseorang yang akan membuat mereka merasa lebih lapang saat melalui proses penting itu, sebuah proses yang disebut Rasulullah setara dengan jihad dijalan Allah.
Sedikit banyak, saya sebetulnya mencemaskan sejumlah hal, mungkin saja ini efek psikologis bagi seorang calon ayah. Tapi saya selalu yakin, bahwa Allah telah menyiapkan banyak kebaikan utuk keluarga kecil kita ini. Asalkan kita tak berhenti berdoa, juga tak putus segala usaha. Semoga kita selalu menjadi keluarga yang di ridhai dan dirahmati.

Makassar, 2 November 2010 - 14.00 wita

keluarga

percayalah...
seberapapun 'gila'nya pekerjaan ini
keluarga akan tetap jadi segala-galanya....

Makassar, 29 Oktober 2010 - (tengah malam lagi tiba di rumah)

pak menteri dan dua ketiak

Dua perempuan cantik itu mengangkat tangan tinggi-tinggi, ban mobil mereka kempes dijalanan sunyi, mereka melambai-lambaikan tangan pada pengendara mobil yang melintas, kamera close up, tapi fokus bukan pada dua wajah, melainkan pada dua ketiak perempuan cantik itu. Perempuan yang satu ketiaknya putih terawat, dan yang satu ketiaknya hitam tak terawat, begitu kira-kira tafsir semiotik dari iklan produk deodoran itu, meski sebetulnya menurutku dua ketiak itu sama-sama bersihnya, dibanding dengan ketiak kuli bangunan dekat rumah yang pernah saya liat hehe...
Dalam drama iklan itu, pesona perempuan ketiak putih terawat itulah yang menjadi penyelamat, sejumlah mobil berisi laki-laki gagah berhenti mendadak, cara mereka menghentikan mobilpun seperti di film-film action, lalu mereka berlomba-lomba memberikan pertolongan pada kedua perempuan itu. Iklan itu ditutup dengan kemunculan sebuah produk deodoran, yang menegaskan bahwa dengan memakai deodoran itu, bukan hanya sekedar membuat ketiak pemakai menjadi putih dan bersih, dan tapi juga bisa membuat si pemakai terselamatkan dari situasi sulit.
Tak lama setelah iklan dua ketiak itu, muncul iklan tentang swa sembada pangan dalam negeri, dengan puncak drama iklan adalah pekikan pak menteri dengan senyum yang mengembang " petani pahlawan pangan !!!". Dalam iklan itu pak menteri memberikan sebuah prespektif tersendiri, tentang petani yang bahagia, petani yang sejahtera dan petani yang menjadi pahlawan.
Dua iklan itu, seperti sebuah paradoks, antara ketiak putih dan efek yang ditimbulkan hingga seseorang terselamatkan, juga tentang petani pahlawan pangan. Saya teringat dengan 25 juta rumah tangga petani di Indonesia, yang setiap tahunnya sanggup memproduksi pangan hingga mencapai nilai 258 triliun rupiah. Tapi soal kesejahteran, jangan ditanya, kita dengan mudah bisa menemukan petani-petani miskin di desa-desa, dengan lahan yang tergadai, dan hidup prihatin dililit hutang.
Tapi memang begitulah iklan, bukan hanya sekedar memberikan informasi sebuah produk, tapi juga diam-diam menyelipkan sebuah pencitraan semu tentang sesuatu yang lebih dahsyat dari sekedar fungsi pokok sebuah produk. Kedua iklan itu, meski yang satu bersifat komersil dan yang satu iklan layanan masyarakat, tapi keduanya sama-sama menampilkan wajah lain dari kenyataan yang sebenarnya.
Palsu atau asli, sesuai kenyataan atau tidak, jujur atau dusta, iklan selalu menyajikan realitas tersendiri dari sebuah fakta. Saya tersenyum geli menonton dua iklan itu , sebab saya tiba-tiba membayangkan senyum mengembang pak menteri yang disandingkan dengan dua ketiak perempuan itu....

Makassar, 18 Oktober 2010 - 14.00

angka tiga

Seperti yang sudah-sudah, ulang tahun kali ini, tak ada yang istimewa, kecuali ketika kau menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun, kau membisikkannya pelan-pelan ke telingaku pada detik-detik pergantian hari.
Seingatku, sepertinya saya tak pernah merayakan ulang tahun dengan sebuah acara. Dulu, kata almarhumah ibu, ulang tahun itu mesti dirayakan dengan banyak bertafakkur, banyak berdoa, agar nikmat usia yang panjang, bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat. Bertambahnya usia, seharusnya dibarengi dengan bertambahnya rasa syukur dan juga kebijaksanaan.
Mari berhitung, sepanjang nikmat hidup yang telah diberikan, berapa banyak alokasi waktu yang telah dihabiskan untuk beribadah, berapa untuk bekerja, berapa untuk menuntut ilmu, berapa waktu untuk membantu sesama, dan berapa waktu yang dihabiskan untuk sesuatu yang tidak berarti sama sekali?. Mari kita berhitung lagi...
Oya, katamu, tadi si Ipul anak tetangga sebelah itu datang kerumah, membawa sepiring nasi kuning, " katanya ia juga ulang tahun hari ini, ulang tahun yang ke tiga " katamu tersenyum, menyambutku yang baru sampai di rumah. Saya juga tersenyum, sungguh suatu kebetulan yang menggelikan, saya tiba-tiba merasa sangat tua, membandingan usia si Ipul dan usiaku. Kami hari ini sama-sama mengoleksi angka 3, ipul 3 tahun, tapi saya 31 tahun, sudah lebih dari tiga dasawarsa...:P

Makassar, 25 September 2010 - 19.00 wita

kemenangan...

Hari kemenangan, entahlah...apakah saya telah menjadi pemenang setelah berperang melawan banyak hal dalam sebulan ini, dalam setahun ini. Kalaupun menang, menang dari apa? dari diri sendiri ?. Tapi rasa-rasanya masih banyak noda hati yang melengket, saya masih belum berhasil menjadi orang baik, setidaknya baik untuk keluarga, terutama bagimu, seseorang yang telah dipilih Allah untuk menemaniku melewati siswa waktuku.
Ini lebaran pertama bagi kita, sebagai sebuah rumah tangga baru, bahkan saat menyambut lebaranpun kita sepertinya belum berpengalaman. Apalagi dirumah ini hanya kita berdua, kita sama-sama perantau, jauh dari orang-orang terdekat yang bisa memberi kita banyak nasehat. Kau pasti masih ingat, kemarin saat serombongan anak-anak kecil dikompleks datang kerumah, dan kita kelabakan, karena nyaris tak menyiapkan apa-apa yang mestinya sudah kita siapkan sejak jauh-jauh hari.
Tahun ini kita belum berkesempatan mudik, ada banyak alasan untuk itu, salah satunya karena kita ingin menjaganya dengan baik. Ia masih terlalu muda untuk diajak bepergian jarak jauh. Lagipula, saya hanya ingin menggunakan jatah cuti tahun ini untuk menemanimu di saat-saat penting, saya ingin ada disampingmu tepat saat Ia lahir, dan menjadi orang pertama yang membisikkan doa-doa keselamatan untuknya.
Saya bersyukur, lebaran ini jatuh dihari jumat-sabtu, bertepatan dengan jadwal libur kerjaku, sehingga kita punya banyak waktu berdua. Dengan jenis pekerjaan seperti ini, tanggal merah atau libur nasional apapun tak ada pengaruhnya, yang berlaku hanyalah jadwal shift kerja. Karena itu saya selalu punya mimpi, suatu hari nanti bisa punya banyak rejeki, dan bisa membeli banyak waktu luang, dan pekerjaan ini akan menjadi sekedar hobby.
Hari kemenangan ini, mari kita merayakannya, semoga kau selalu memaafkan semua khilaf dan lupa-ku. Bahwa kalaupun ada yang tak bersesuaian pada beberapa garis hidup yang telah kita tulis, semoga itu tak membuat kita rapuh. Kita harus kuat, jauh lebih kuat dari yang pernah kita pikirkan, karena yang sedang kita lalui bukanlah sebuah garis lurus yang sederhana.

Selamat idul fitri untuk kita semua, aku, engkau, dan ia yang sebentar lagi akan meramaikan rumah kecil kita ini....

Makassar, 12 September 2010 - 09.00

perjalanan pulang....

Demi gengsi dan harga diri sebagai seorang laki-laki (halahh..lebay..:p), saya setengah mati menahan mual, dan pura-pura tak mendengar saat si Ronal, cameraman Jakarta itu berujar kalau ia mual dan kepalanya juga mulai terasa pusing.
Ada banyak tikungan-tikungan tajam, dengan bukit disatu sisi, dan jurang disisi lainnya, jalan-jalan menanjak yang berbatu, juga sesekali becek dan berlumpur. Saya sudah sering melakukan perjalanan liputan dengan melintasi jalur darat trans Sulawesi. Dan kesimpulanku, jalur Gorontalo-Sulawesi Tengah ini adalah salah satu dari beberapa jalur trans Sulawesi yang sebaiknya dihindari bila tidak terpaksa.
Pak Hasan, sopir yang memacu mobilnya tanpa ampun itu, ia mungkin lupa kalau para penumpangnya makin lelah menahan mual. Barangkali pak Hasan sedang berimajinasi tengah mencoba keganasan rally dakar, sebagai rally terganas di dunia. Atau ia memang tipe orang yang tak sayang dengan kendaraannya, dan rela mengambil resiko mengantar kami melewati jalur ini. Tapi kata pak Hasan, "saya tahu bapak-bapak ingin kita tiba lebih cepat".
Kami sedang mengejar waktu, untuk liputan bentrokan warga dengan polisi di Kabupaten Buol Sulawesi Tengah, yang telah menewaskan 8 orang warga, dan melukai belasan lainnya. Bentrokan itu dipicu tewasnya seorang tahanan kasus kecelakaan lalulintas di dalam sel kantor polisi. Bentrokan berdarah ini, sepertinya bukan hanya semata-mata masalah tahanan tewas dalam sel, tapi bisa jadi bentuk akumulasi kekesalan warga dengan perilaku polisi yang kerap semena-mena, "terutama polisi lalulintas, yang suka memalak ratusan ribu uang masyarakat..." begitu kata seorang pemilik warung, saat kami singgah ditempatnya dini hari itu.
Kabupaten Buol, kesan saya setelah empat hari berada didaerah itu adalah, saya sedang mengira-ngira berapa banyak uang daerah yang telah dirampok pejabatnya. Bukan hanya ratusan kilo jalanan luar kota yang kami lewati tadi, tapi jalanan dalam kota juga sama parahnya, berbatu, berlubang, penuh debu, dan banjir disana-sini. Mulai dari Paleleh, Gadung, Lipunoto, Bonobogu, Biau. Padahal kabupaten yang sudah lebih sepuluh tahun berdiri itu memiliki banyak sumberdaya alam, seperti emas, besi dan batu bara. Selain jalan, banyak juga proyek-proyek pemerintah yang terbengkalai.

******

Setelah jumlah korban warga yang tewas menjadi delapan orang, dan sepuluh warga korban luka tembak dirujuk ke rumah sakit yang lebih baik, setelah belasan polisi yang dianggap bertanggung jawab itu dibawa ke Palu. Dan setelah beberapa kali kita saling menelpon menyampaikan rindu....saya akhirnya bisa pulang. Tahukah kau, betapa rasa rinduku pada rumah, telah berhasil mengalahkan rasa kesalku pada ratusan kilo meter jalan rusak itu, rasa rindu juga yang membuat saya tabah, meski harus menghadapi kenyataan, terkatung-katung selama empat jam ditengah hutan sepi, akibat mobil mogok karena kanvasnya jebol.
Malam itu, andai saja kau ada disana, ditengah hutan yang gelap itu, kau akan melihat bagaimana kami beramai-ramai mengangkat tangan tinggi-tinggi mencari sinyal handphone yang timbul tenggelam, untuk meminta bantua evakuasi, dan tentu saja untuk mengabarkan pada orang-orang yang kami cintai, bahwa kami baik-baik saja. Kau juga akan melihat bagaimana pak Hasan memukul-mukul kepala dan menendang apa saja yang ada didekatnya, meratapi nasib mobil rallynya itu....

Gorontalo, 6 September 2010 - 10.00

petang ini...

Tiga hari ini sedikit pilek, hidung seperti es yang mencair. Kalau sudah kayak gini, langkah pertama adalah minum air putih dan makan yang banyak, terutama yang berkuah. Selalu seperti itu jurus andalanku, upayakan sebisa mungkin minum obat flu adalah jalan paling terakhir, ketika suhu tubuh mulai semakin tinggi. Kata orang-orang bijak, sakit akan membuat kita belajar untuk menghargai sesuatu yang bernama sehat.
Hari ini di kabar petang, ada gambar eksklusif situasi puncak gunung Sinabung yang meletus dan membuat ribuan orang mengungsi. Gambar ekslusif itu mengambil hampir satu jam dari slot program berita, juga sekaligus membuat siaran biro-biro molor hingga ke segmen buntut. Syukur-syukur kalau tidak di drop alias gagal siaran.
Sekarang setelah segmen letusan gunung Sinabung usai, tapi tak ada kabar biro-biro akan siaran, topik pembahasan pindah ke penipuan SMS dengan pesan : " tolong isikan mama pulsa 100 ribu, ke nomor 0852344xxxx, ini darurat, hape mama hilang, mama di rumah sakit". Ahh...beberapa hari lalu saya juga dapat sms seperti itu, saya tahu itu SMS penipuan, saya tersenyum getir, si penipu SMS ini pasti tak tahu, bahwa dia telah mengatasnamakan seseorang yang sangat saya cintai dan hormati, yang telah menghadap sang Pemilik Hidup enam tahun lalu.
Hmm...seperti yang sudah saya perkirakan, setelah dibiarkan menunggu sejam lebih, producer bilang biro-biro diperbolehkan turun, sudah over durasi, "sorry banget yaa teman-teman...". begitu suara di panel Jakarta, gak tau suaranya siapa, yang jelas nadanya selalu seolah-olah menunjukkan perasaan bersalah yang mendalam. Baiklah, tak mengapa, demi kesempurnaan show dan rating, kami rela, ikhlas, berbesar hati, dengan penuh ketaatan, tanpa protes (sedikit lebay). Terima kasih juga, setidaknya saya bisa lekas-lekas pulang kerumah, sampe ketemu lagi di kabar petang besok....

Makassar, 29 Agustus 2010 - 19.45

ramadhan kali ini....

Alhamdulilah, hampir seminggu sudah kita menjalani ibadah puasa ramadhan. Ini adalah ramadhan pertama dimana kita menjalaninya sebagai sebuah keluarga, meski komposisi keluarga ini baru beranggotakan dua orang, hanya kita berdua. Semoga kelak kita masih dipertemukan dengan ramadhan berikut, dan disaat itu kita tak hanya berdua, tapi sudah hadir wajah baru yang menghiasi keceriaan kita dirumah kecil ini.
Pernah suatu ketika kau berkata: "selain foto pernikahan itu, kita tak punya lagi foto berdua". Hhmm...sebenarnya kita sudah punya, beberapa foto yang diabadikan ketika pertama kali kita bertemu. Mungkin menurutmu itu tak masuk dalam kategori "foto berdua". Sebab di foto itu, betapa kita tergambar dengan senyum yang kaku. Nanti saja, kita akan foto berdua lagi, dengan senyum yang lebih santai dan bahagia. Meski sebetulnya, saya lebih suka membayangkan saat-saat dimana kita akan foto bertiga, berempat, lalu berlima, dengan komposisi sempurna selayaknya foto-foto keluarga yang biasa kita lihat di pajang orang di rumah-rumah.
Kemarin, setelah berpuasa selama tiga hari, kau dianjurkan dokter untuk tidak berpuasa, dengan alasan medis untuk kebaikan pertumbuhan janin yang ada dalam kandunganmu. Aku melihat kebimbangan dalam matamu, sudahlah...tak perlu dirisaukan, setahuku, Allah memberikan banyak kemudahan dan keistimewaan bagi perempuan-perempuan yang tengah mengandung sepertimu. Allah juga telah menyiapkan sejumlah mekanisme untuk menebus puasa dengan cara berbeda. Sungguh, betapa agama ini mengajarkan berbagai kebaikan dengan cara yang indah, asalkan kita mau melaksakannya dengan segenap keihklasan.

******

Hari ini saya tak bisa pulang cepat, berbuka puasa dikantor dengan beberapa kue, lalu kembali duduk dikursi panas melanjutkan perjuangan hingga program kabar petang selesai. Tadi juga saya sedikit bete, menunggu dia yang berpidato terlalu lama di televisi, dalam rangka menyambut ulang tahun kemerdekaan republik yang ke 65, isi pidatonya tentu saja tentang keberhasilan pembangunan versi pemerintah dalam setahun terakhir.
Entahlah, apakah kita telah mencapai banyak kemajuan atau tidak, tapi kemarin saya menonton berita di televisi tentang Reni Juliana, seorang ibu di Lumajang Jawa Timur, yang tega memaksa dua anaknya minum racun bersama-sama, karena tak tahan ditagih hutang oleh rentenir. Kemiskinan membuat ibu itu gelap mata, dan memilih melepaskan semua beban dengan meneguk racun tikus. Beruntung ibu dan kedua bocah malang itu bisa diselamatkan tetangga-tetangganya.
Beberapa hari lalu, saya juga melihat seorang veteran perang kemerdekaan, yang berjuang melawan nasib, hidup disebuah rumah kumuh berdindin seng bekas, dibantaran sungai dg.sirua. Satu hal yang membuat saya terharu, didepan rumah reot itu, tetap berkibar gagah bendera merah putih, dengan sebuah papan nama kecil bertuliskan " Wakil Ketua Legiun Veteran Ranting Panaikang Makassar".
Kakek Abdul Hamid, Ia sempat bercerita tentang sepetak tanah pemberian pemerintah miliknya yang telah diserobot seorang pengusaha, dan ia tak kuasa mempertahankannya. Bila dulu ia berjuang melawan penjajah belanda, sekarang ia berjuang melawan kemiskinan. Sebuah model penjajahan gaya baru yang tak kuasa dia lawan, sekalipun dengan berbekal medali dan piagam perhargaan sebagai pejuang 45 yang masih ia simpan dalam laci lemari bajunya.
Kepadanya yang sedang berpidato, sudahlah pak, sebaiknya kita mengurangi pidato dan retorika, dan lebih memperbanyak kerja. Kata penyair besar Chairil : "...tapi kerja belum selesai..kita belum bisa memperhitungkan arti empat lima ribu jiwa..."

Makassar, 16 Agustus 2010 - 21.00 wita

empat puluh hari ke tiga

Perubahannya semakin terlihat, kemarin katamu, baju-bajumu satu demi satu mulai semakin sempit, dan kaki dan tanganmu mulai membengkak. Lalu setelah itu kita tergesa-gesa pergi mencari pakaian-pakaian baru yang lebih lentur untukmu. Saya bahagia, meski yang kutahu betapa semua perubahan itu kadang membuatmu kerepotan.
Fotoku didinding ruang tengah itu kau turunkan, lalu diganti dengan sebuah kalender khusus, saya tak keberatan, bahkan sekalipun semua fotoku di dinding rumah kau turunkan. Asalkan, dengan itu kita selalu punya informasi yang akurat tentang perkembangannya setiap mingu-perminggu.
Tadi pagi-pagi sekali, sebelum berangkat ke kantor, saya berdiri menatap kalender itu, membaca dengan seksama, disana tertulis " minggu ke 16, pada akhir minggu ini panjang janin mencapai 15 cm, dan beratnya 200 gram, bulu rambut mulai tumbuh dikepala, begitupun rambut alis dan mata, sendi-sendi tungkai janin sudah dapat digerakkan. Pada usia ini, jenis kelamin janin sudah mulai nampak ".
Lalu siang ini dikantor, saya juga membaca beberapa sumber di internet, sejumlah ulama mengatakan, bahwa pada usia ke 120 hari atau 4 bulan, adalah fase dimana janin ditiupkan ruhnya. Dalam sebuah hadist shahih disebutkan :

إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه في أربعين يوما ثم يكون مثل ذلك علقة ثم يكون مثل ذلك مضغة ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح فيؤمر بأربع كلمات فيكتب رزقه وأجله وعمله وشقي أو سعيد.

...Sesungguhnya salah seorang diantara kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya dalam waktu 40 hari, kemudian menjadi segumpal darah selama 40 hari, kemudian menjadi segumpal daging selama itu juga (40 hari), kemudian diutuslah Malaikat kepadanya dan ditiupkan ruhnya, kemudian diperintahkan untuk menuliskan 4 perkara; rejeki, ajal, amal perbuatan dan nasibnya celaka atau bahagia. (Perawi : Abdullah bin Mas’ud, kitab : Mu’jam Asy-Syuyukh, jilid 2, hal 764, derajat hadits : Shahih)

Jangan pernah berhenti berdoa, mari bersujud dalam-dalam kepada Allah sang pemilik kehidupan, memohon ampun kepada-NYA yang maha berkuasa atas segala sesuatu, dan maha mengetahui rahasia masa depan, semoga kita selalu dijadikan keluarga yang sholeh, dan diberikan keturunan anak-anak yang sholeh, semoga dirimu dan juga ia yang masih terlelap dirahimmu selalu terlindungi, diberikan kesehatan dan juga keselamatan...amien

Makassar, 25 Juli 2010 - 14.45 wita

pesulap tua

Daeng Rate, laki-laki tua dari daerah Pattalassang kabupaten Takalar itu sudah mencoba berbagai macam pekerjaan, mulai dari tukang becak, tukang batu, tukang kayu hingga menjadi tukang parkir. Lalu kemudian ia memutuskan berhenti, dan beralih menjadi seorang tukang sulap keliling. Meski tetap ada embel-embel kata "tukang" didepan pekerjaannya yang terakhir ini, tapi ia mengaku bahagia, karena selain bisa menghasilkan uang, ia juga senang melihat orang lain merasa terhibur.
Tapi dari rekaman gambar itu, saya melihat seraut wajah yang lelah. Lelah mengayuh nasib, melintasi jalan hidup yang penuh liku. Andaikan saja laki-laki tua itu bisa menyulap nasib, tentu ia akan menyulap jalan hidupnya sendiri. Barangkali dengan begitu ia tak perlu lagi berkeliling kemana-mana, dengan menenteng tas yang dipenuhi berbagai peralatan sulap, dan menggantungkan hidup dari saweran para penonton yang menyaksikan pertunjukannya. Kira-kira seperti itu isi pikiranku saat mengedit naskah dan mecermati gambar teman kontributor yang membuat liputan feature tentang balada seorang tukang sulap keliling.
Daeng Rate berkisah, dalam sehari, ia sanggup mendatangi sedikitnya tiga tempat keramaian, untuk mempertunjukan kemampuan sulapnya. Di pasar, di kedai-kedai kopi, warung makan, sekolah, hingga rumah sakit. Kadang jalan kaki, kadang naik angkot. Wajah yang tak lagi muda itu berusaha tetap semangat. Meski ia tahu, bahwa menyulap nasib memang tak semudah saat ia memperagakan bagaimana menghilangkan dan mengadakan kembali bola pimpong yang ia telan.
Seorang Daeng Rate, hanyalah pesulap tua, yang belajar sulap secara otodidak, berkeliling dari satu tempat ramai ke tempat ramai lainnya. Ia hanya memainkan trik-trik sederhana, dan dengan itu orang-orang tak pernah merasa tertipu, melainkan selalu merasa terhibur.
Saya berpikir, negara ini juga banyak memiliki pesulap handal, mereka pesulap kelas tinggi dan berpengalaman, dengan trik-trik luar biasa yang penuh kejutan. Mereka bisa menyulap nasib, menyulap angka-angka statistik, menyulap keadilan, juga tentunya menyulap harga diri. Tapi tak seperti Daeng Rate, aksi mereka sama sekali tak menghibur....

Makassar, 11 Juli 2010 - 16.30

dua hari yang kita tunggu

Malam itu, pukul 22.30 wita, kami mengemas semua perlengkapan, lalu tergesa-gesa meninggalkan Makassar. Tujuan kali ini lumayan jauh, Tana Toraja, sebuah kabupaten di ujung utara Sulawesi Selatan yang juga terkenal diberbagai belahan dunia, sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang eksotis. Tapi ini bukan untuk liputan wisata, melainkan mengejar liputan kerusuhan pemilukada yang telah menewaskan satu orang warga dan melukai 12 orang lainnya.
Hhhfff...soal pemilukada ini, saya ingat komentar seorang guru besar ilmu politik yang sempat kami wawancarai beberapa hari lalu, katanya dari sejumlah penelitian yang ia lakukan, pemilukada tidak banyak memberikan dampak positif bagi kemaslahatan masyarakat. Sebab usai terpilih, banyak kepala daerah yang lupa dengan janji-janji surganya saat kampanye.
Saya terduduk lemas di mobil liputan, teringat perut yang keroncongan karena tak sempat makan malam dan pikiran yang lelah setelah ngebut dikejar setoran berita tematik untuk kabar daerah tiap senin pagi. Saya berangkat tergesa-gesa, nyaris tanpa persiapan sama sekali, kecuali dua lembar seragam, dan dua helai kaos ganti. Itu saja. Selain itu saya hanya memikirkanmu, ini adalah pertama kalinya saya meninggalkanmu sendiri karena urusan kerjaan.

******

Ini hari kamis, saya mungkin terlambat pulang, hari yang sibuk dengan deadline liputan khusus untuk kabar daerah. Tapi besok dan lusa adalah libur kerjaku, dua hari yang selalu kita tunggu, dua hari yang selalu saja terasa pendek saat kita melewatinya bersama. Semoga semuanya baik-baik saja, setidaknya tak ada peristiwa-peristiwa mendesak yang membuat saya harus pergi lagi meninggalkanmu.
Kita sudah punya rencana, sama sepertimu, sayapun tak sabar ingin mendengar lagi detak jantungnya. Tempo hari, ketika dokter itu memberikan penjelasan, saya berusaha menyimaknya dengan baik, saya tak ingin melewatkan sedikitpun kata demi kata yang diucapkannya. Kau mungkin tak tahu, karena matamu tak sedikitpun lepas dari layar monitor kecil itu. Tapi diam-diam mataku berkaca-kaca, ada bahagia bercampur haru, melihatmu dan juga ia yang terlelap dengan posisi sepurna pada usianya yang baru beberapa minggu itu.

Makassar, 1 Juli 2010 - 11.45 wita

minggu pagi...

Setiap hari minggu pagi, biasanya terasa sedikit berat memulai semua aktivitas. Ada sedikit rasa cemburu bila saya tergesa-gesa ke kantor, lalu disepanjang jalan berpapasan dengan orang-orang yang bersepeda dan jogging menikmati weekend. Saya jadi ingin menambah libur sehari lagi, setelah jadwal off shift kerjaku hari jumat dan sabtu.
Beberapa hari hari ini saya sering terlambat bangun, dan bila terlambat, maka rutinitas dipagi hari akan menjadi sangat tergesa-gesa, mulai dari sholat shubuh, mengemas sampah didapur untuk dibuang ketempat sampah besar, mandi, lalu berangkat kantor tepat pukul 07.30 wita, tak boleh lebih dari itu, sebab lebih berarti terlambat.
Tadi terlambat lagi bangun shubuh, karena itu motor semata wayangku si Freddy kupaksa sedikit ngebut, jalanan yang selalu rusak itu membuat body ringkihnya bergetar-getar, dengan bunyi berdenyit yang membuat ngilu persendian. Apalagi diantara sadel dan setirnya kupaksakan masuk segulungan besar gardus-gardus dan juga dua kantong plastik sampah dapur yang akan dibuang ke tempat sampah.
Ah, kasian juga si Freddy, selain mengantarku ke kantor, dia juga harus merangkap tugas menjadi kendaraan pengangkut sampah. Sampah-sampah itu harus dibawah jauh dari rumah, dibuang disebuah tempat penampungan sampah yang sering saya lewati setiap kali menuju kantor. Sepertinya akan selalu begitu, setidaknya sampai nanti ketika Dinas Kebersihan Kota menyediakan sebuah kontainer sampah disekitar kompleks rumah.
Sabarlah Fredd...sebetulnya sampah-sampah dapur ini bisa saja dibuang didekat rumah, ditempat orang-orang biasa "menumpuk" sampah-sampah rumah tangga mereka, tapi bukankah kita sudah sepakat, jika tak bisa membersihkan, maka jangan ikut-ikutan mengotori. Misi khusus mengangkut sampah pagi ini juga telah membuat kuncimu hilang, mungkin copot dari cantolannya akibat desakan tumpukan gardus diantara sadel dan setir. Tapi sabarlah, toh kita masih punya kunci cadangan.
Terkadang saya merasa tak adil kepadamu, pasti kau sudah sering mendengar, betapa Ia kerap menegurku karena membiarkanmu kotor dan berdebu dalam waktu yang lama. Saya berjanji akan memandikanmu dengan jadwal yang teratur, biar kau juga makin ganteng, dan Ia tak lagi menegurku karena tak meperhatikanmu.
Oya Fredd...bila nanti Ia ikut bersama kita di sadel belakangmu, seperti yang sudah kujelaskan kepadamu, jalanan ke rumah selalu penuh lubang yang semakin hari jumlahnya semakin banyak, dan saya kerap mengantuk diterpa angin sepoi-sepoi. Kita harus lebih berhati-hati, meski akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sampai ke rumah. Jangan biarkan Ia merasakan terlalu banyak getaran...kau tau maksudku bukan? sebab kita tak memboncengnya sendiri, bersamanya ada seorang malaikat kecil yang mesti kita jaga dengan baik...:)

Makassar, 20 Juni 2010 - 09.00 wita.

detak...

Subhanallah...tidakkah kau dengar detak jantungnya?
jangan pernah berhenti berdoa..semoga ia terjaga hingga tiba saatnya nanti..:)

Makassar, 6 Juni 2010, - 12.00

mereka dan kita...

Saya hanya sedang berpikir tentang isi kepala para petinggi negara itu, bagaimana bisa mereka mengkalkulasikan semua itu?, metode hitungan seperti apa yang mereka pakai?. Tak mengertilah orang awam macam saya ini, untuk memahami kalkulasi-kalkulasi ekonomi versi pemerintah, dengan segala teori tentang bagaimana mengurangi beban negara, tapi ujung-ujungnya malah membebani rakyat sendiri.
Tahukan kau, bahwa mereka berencana mencabutan subsidi BBM, mereka juga akan melarang pengguna sepeda motor memakai BBM premium, dan harus menggunakan pertamax. Apakah mereka lupa, bahwa harga pertamax jauh lebih mahal, sementara sebagian besar rakyat dengan ekonomi pas pasan menggunakan sepeda motor?
Saya hanya merasa tak adil saja diperlakukan sebagai warga negara, mereka korupsi berjamaah uang rakyat triliunan rupiah, lalu sekarang mereka mau mencabut subsidi untuk hal-hal yang berhubungan langsung dengan kebutuhan dasar rakyat. Ahh...tak mengertilah saya dengan jalan pikiran mereka.
Mungkin petang ini kau sedang tak menonton berita, sebab yang kutahu kau lebih menyukai tayangan-tayangan sederhana tentang hidup, bukan berita-berita yang melulu berisi perdebatan para pemimpin negara yang meributkan kebijakan yang mereka buat sendiri. Liat saja mereka berteriak-teriak atas nama rakyat, seolah-olah rakyat adalah sebuah komunitas yang rumit dan banyak maunya.
Mereka lupa barangkali, kalau yang diinginkan rakyat sebetulnya sederhana. Bisa makan tiga kali sehari, bisa sekolah dengan baik supaya tidak ditipu dan diinjak-injak harkat dan martabatnya, serta bisa berobat dengan murah bila sakit.
Oya, soal berobat ini, saya ingat cerita tentang puskesmas, yang selalu memberikan obat gratis, "sungguh puskesmas yang baik dan demokratis, karena setiap pasien dengan kondisi apapun akan selalu diberikan obat yang sama" begitu kata penyair Wiji Tukul, seorang penyair rakyat yang hilang diculik penguasa orde baru.
Sebentar lagi jam kerja akan berakhir, saya ingin segera pulang. Saya selalu menyukai saat-saat seperti ini, ketika pulang kerumah dengan penat yang membungkus, dan menemukanmu tersenyum, berdiri menantiku didepan pintu. Biasanya setelah itu kau akan bertanya tentang apa saja yang terjadi hari ini, dan tentu saja saya akan segera menceritakan kabar ini kepadamu, kabar tentang cara aneh segelintir orang-orang pintar dipemerintahan yang memikirkan nasib rakyat banyak.
Tapi sudahlah, tak perlu risau dengan itu, hari ini genap sudah dua bulan, kita melalui sedikit dari jalan panjang kehidupan kita yang "baru". Saya tak punya banyak kata untukmu, selain ingin mengatakan bahwa sampai detik ini saya selalu bahagia berada didekatmu, sama bahagianya seperti ketika pertama kali melihatmu, disuatu pagi yang riuh didekat pintu kedatangan terminal bandara.
Dan tentang mereka, biar saja mereka membuat kalkulasi-kalkulasi tentang kita, tapi kita akan punya kalkulasi untuk kehidupan kita sendiri. Kita akan terus berjuang, bukan hanya untuk kita, tapi juga untuk malaikat kecil kita, yang tengah terlelap damai dalam rahimmu itu.

Makassar, 27 Mei 2010- 21.00

petani

Teman kontributor di Bulukumba mengirim berita tentang harga gabah petani yang anjlok pada musim panen kali ini. petani mengeluh, karena para tengkulak membeli gabah dengan harga yang jauh dari harga yang telah ditetapkan pemerintah. Ada Juga kiriman dari kontributor di Polewali Mandar, cerita tentang petani-petani yang beralih profesi menjadi pengumpul batu, karena musim kering yang berkepanjangan.
Saya pernah membaca tentang nasib petani yang tak pernah diuntungkan, dalam sebuah liputan utama harian Kompas. Petani punya kontribusi tinggi di sektor pertanian. Setiap tahunnya, ada 25 juta rumah tangga petani yang memproduksi pangan, seperti padi, jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar, yang nilainya mencapai 258,2 triliun rupiah.
Tapi dalam kenyataanya para petani tetap saja miskin, akibat banyaknya permasalahan, mulai dari harga gabah yang tak seberapa, harga pupuk yang selangit, cuaca yang tak bisa dipercaya, serta lahan-lahan persawahan yang tergadai karena terjepit biaya hidup sehari-hari.
Tempo hari, di sebuah swalayan yang tak jauh dari rumah, kami membeli 5 kg beras dengan harga yang lumayan mahal. Saya menghitung-hitung, ketika dibeli dari para petani, harga perkilo gram beras ini pastinya jauh lebih murah, tapi setelah sampai di swalayan ini, dengan sedikit kemasan eksklusif dan ditambah bumbu pencitraan khas kapitalisme, harganya pun melompat berkali-kali lipat. Lalu para pengusaha akan semakin kaya, dan para petani tetap saja berhutang pada tengkulak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Saat belanja di swalayan itu, kau bilang "sekalian saja kita beli semua kebutuhan dapur, mumpung kita ada disini". Dan saya pikir juga begitu, mumpung ada di swalayan ini, disini juga banyak sayuran segar dengan harga murah, tempat belanjanya juga lebih nyaman, bersih, apalagi dengan hembusan AC yang menyejukkan. Lagi pula, kita tak membeli dalam jumlah banyak kok, hanya untuk kebutuhan berdua saja.
Tapi sebetulnya, diam-diam saat membeli sayuran disitu, sempat terlintas dibenakku wajah penjual sayur keliling, yang tiap pagi tak pernah bosan berteriak-teriak serak di depan rumah kami. Ada semacam perasaan bersalah kepada penjual sayur keliling itu.

******

Pagi ini, saya memasak sendiri, tentu saja sebelum memasak saya menelponmu, menanyakan rumus-rumus masakan sederhana. Kebetulan di kulkas masih banyak persediaan. Minggu lalu kita menebus "rasa bersalah", dengan tidak ke swalayan, tapi beralih ke Pasar Terong, membeli banyak kebutuhan dapur untuk persediaan dalam waktu yang lama.
Saya membuat tumis kangkung, sedikit aneh rasanya, berbeda 180 derajat dengan buatanmu. Tapi saya tetap semangat mencicipinya, soalnya tak ada yang mau menikmatinya selain diriku sendiri hehe...btw, belum cukup seminggu kau pergi, tapi kok rasanya sudah lama sekali, lekas pulang sayang...jangan lama-lama disana,saya tak bisa menahan rindu. Eh, ini serius, bukan lebay...:)

Makassar, 5 Mei 2010 - 10.30

kita di pagi ini

Saya tergesa-gesa menulis catatan ini pagi-pagi, berusaha merampungkannya sebelum pagi ini kita melewati prosesi suci bagi kehidupan kita yang 'baru'. Saya menulis ini untukmu, seseorang yang dipilih Allah untuk menemaniku melewati sisa waktuku.
Seorang teman bertanya, tentang bagaimana kita dipertemukan, saya bilang "baca saja undangan pernikahan yang berbentuk komik itu". Setidaknya secara umum seperti itulah cara Allah mempertemukanku denganmu. Meski sebetulnya, ceritanya tidak sesederhana yang termaktub dikomik itu. Tapi soal itu biar saja hanya kita yang tahu,tentang semua duka bahagia itu, juga tentang doa-doa yang selalu kita lafalkan diam-diam saat gelap mulai datang.
Sebelum berangkat ke kotamu ini, saya sempat bersih-bersih rumah, menyiapkan semua yang bisa saya siapkan untuk menyambutmu nanti.Kau akan datang, lalu dari rumah kecil itu, kita akan belajar melihat dunia dari jendela yang sama. Kita akan mengelola sebuah perusahaan, yang kau sebut sebagai "perusahaan hati", dengan ilmu yang kita pelajari dari sebuah tempat yang bernama sekolah kehidupan.
Tentu tak semudah mengelola perusahaan lain yang sudah lazim kita dengar, seperti juga namanya, kita pun harus mengelolanya dengan hati, karena investasi kita adalah keikhlasan dan kesabaran, dan yang kita produksi adalah kejernihan pikiran.
Pernah aku bertanya, apa yang membuatmu bersedia menemaniku melewati waktu?, "karena kau bisa membimbingku,mengandeng tanganku, kau mau berhenti sejenak saat aku lelah,lalu menyemangatiku untuk berdiri dan meneruskan perjalanan", begitu katamu. Jika aku masih saja terus bertanya,biasanya kau akan bilang "jangan tanya-tanya lagi...nanti aku berubah pikiran..hehe...:)."
Beberapa temanku,sambil bercanda menganjurkan saya untuk sering memperbaharui mantra setiap malam jumat, katanya supaya kau selalu tetap berada disisiku..hehe...saya bilang tak ada mantra, bahkan saya juga tak punya apa-apa, tapi yang jelas akan kulakukan apapun untuk menjagamu disepanjang sisa hidupku.
Mulai pagi ini, semua dalam hidup kita akan terasa berbeda. Barangkali kita akan menemukan kejutan-kejutan dari kebiasaan-kebiasaan kita yang tersembunyi sebelum ini. Semoga Allah melapangkan jalan kita, dan menjadikan kita keluarga yang diridhoi dan dirahmati, hingga nanti ketika kita tiba di ujung waktu amien....

Surabaya, 26 Maret 2010-08.30

salam...

Hanya tersisa beberapa hari lagi...semoga dipanjangkan usia jaman dalam selamat, sejahtera dan sentosa. Kami hanya ingin membagi kebahagiaan ini, mohon doa restunya untuk kami, Budi Zulkifli dan Mezayu Anggia Safitri, yang akan melangsungkan pernikahan pada hari jumat pagi, 26 maret 2010 di Surabaya. Semoga Allah melapangkan jalan bagi kami, menjaga keluarga kami, sampai nanti ketika kami tua dan renta,...sampai nanti bila kami tiba diujung waktu...[budi dan mezayu]

Makassar, 18 Maret 2010 - 19.45 wita

nomor satu

Hari ini lumayan sepi,agak susah mencari liputan yang standar berita nasional. Tadi koordinator peliputan daerah nelpon, katanya biro-biro tidak siaran di kabar siang kali ini. Hhmmm..bagus juga, setidaknya ada sedikit jeda untuk santai-santai barang sejenak..:)
Belakangan ini kerjaan makin bertambah, apalagi sejak ada program "kabar pagi sulsel" yang berdurasi 30 menit, mulai senin hingga jumat, dengan program liputan khusus tematik setiap hari senin. Belum lagi kejar setoran program-program nasional tiap hari. Kadang ingin mengeluh, karena jatah libur sering dipangkas, tapi kami harus selalu terjaga, seperti motto para pemburu berita, " semua orang boleh tertidur, tapi berita tak pernah tidur".
Kalau pada ulang tahun kali ini tagline kami dua tahun nomor satu, karena sebagai stasiun tv yang baru berusia dua tahun, kami mampu mencapai banyak hal. Nanti tahun berikutnya, kami juga harus mejadi tiga tahun nomor satu, lalu empat tahun nomor satu, terus lima tahun nomor satu, sampai bertahun-tahun tetap menjadi nomor satu. Dan itu berarti, para prajurit seperti kami harus tetap bersiaga, supaya tiap hari selalu menjadi nomor satu sebagai pilihan pemirsa.
Kami ini seperti serdadu, kata Iwan Fals : "para serdadu seperti peluru, tekan picu melesat tak ragu...perintah datang karangpun diterjang...". Sejujurnya, kami selalu punya militansi, punya semangat, tentu saja asal kami selalu dalam kondisi sehat walafiat, tak seperti yang dialami Cureq si "bintang tamu" itu, technical director tvone biro Makassar itu sudah dua hari tak masuk kantor karena sakit.
Gosipnya Cureq terkena gejala tipes, tapi informasi dari pak Takbir tadi siang, katanya Cureq mengaku terkena amnesia,hehehe...pasti si bintang tamu itu salah bicara lagi, saya yakin yang dia maksud adalah anemia, bukan amnesia. Barangkali itu akibat kelelahan, usai menjalani live diberbagai tempat beberapa hari terakhir ini. (oya, tentang kenapa Cureq disebut bintang tamu, biar saja hanya Tuhan dan juga orang-orang kantor disini yang tahu hehe...).
Nah, itu cerita tentang Cureq, sementara saya sendiri, dua malam kemarin terbaring menggigil, meriang panas dingin . Sebelum itu, saat liputan bentrokan eksekusi lahan di jalan Pandang Raya, saya setengah mati menahan perih dimata dan sakit kepala minta ampun, akibat terkena gas air mata yang ditembakkan personil brimob saat berupaya menghalau warga yang menyerang polisi.
Ah, tapi itu semua soal kerjaan, sejak pertama kali memutuskan bekerja di bidang ini, saya telah memahami semua konsekuensinya. Sebenarnya yang sedikit membuatku risau adalah, nanti bila tiba waktunya, dan terjadi hal-hal diluar batas kenormalan sebuah pekerjaan, semoga saja kau selalu sabar menungguku pulang, tentu saja dengan senyummu yang paling manis dihari itu. Karena bukan hanya di kantor, tapi dirumah sayapun ingin selalu menjadi nomor satu untukmu....

Makassar, 27 Februari 2010 - 17.00 wita

masa kecil

Foto-foto masa kecilku yang dikirim abang On itu mengaduk-ngaduk kenangan, ia seperti setangkai rindu yang diletakkan pagi-pagi di depan pintu hati. Kalau tak salah, Ayahlah yang mengabadikan kami berempat sore itu dengan kamera pocket andalanya. Kami berpose didekat pohon akasia. Saya, Nana, Imran dan Erlan, kami dipotret Ayah sebagai kenang-kenangan untuk Erlan dan Imran. Teman sepermainanku dan Nana, yang tinggal disebelah rumah kami itu, akan pindah bersama orang tuanya ke kota lain. Ada juga foto kami berempat berbaris rapih, didekat batang pohon jambu yang roboh diterjang angin. Saya tak ingat persis kapan foto itu diambil, yang jelas saya belum sekolah ketika itu.
Selain dua foto itu, ada foto saya memegang bola, "budi kecil..dengan bola yang lebih besar dari dirinya" mungkin itu judul yang pas untuk foto itu, atau yang tak kalah spektakuernya, ada foto dimana si budi kecil yang baru berusia beberapa bulan itu, diletakkan dengan lucunya diatas meja diruang tamu (btw, perasaan saya banyak melihat foto-foto temanku waktu bayi, hampir semuanya ada pose diletakin diatas meja..hehe...).
Foto-foto itu membuat saya terbang jauh kemasa lampau, betapa cerianya kami ketika itu. Suatu ketika saya pernah bercita-cita untuk selalu menjadi anak-anak. Saya takut tak bisa lagi menemukan keceriaan yang sama apabila nanti telah dewasa. Dunia orang dewasa adalah dunia yang rumit, dan terkadang secara sadar atapun tidak, orang dewasa kerap menyisipkan kerumitan-kerumitan itu pada dunia anak-anak. Saya beruntung, terlahir dari keluarga yang baik, tak seperti nasib tiga bocah di Tangerang baru-baru ini, yang tak berhenti menangis karena ditinggal begitu saja oleh orang tuanya, berhari-hari didalam rumah yang terkunci rapat, tanpa makanan dan minuman. Beruntung mereka diselamatkan tetangga sekitar.
Saya mencoba mengingat-ingat, semua kejadian yang ada di foto itu. Hanya ada beberapa yang benar-benar segar dalam ingatan, sebagiannya tidak sama sekali. Tapi sesungguhnya saya menemukan mozaik-mozaik kehidupanku dari foto-foto masa kecil itu. Sebagian dari mozaik-mozaik itu telah saya temukan wujudnya setelah saya dewasa. Subhanallah, betapa kenangan adalah sesuatu yang harus dijaga dalam jiwa anak-anak, karena mereka akan tumbuh dan hidup dengan kenangan masa kecilnya itu. Jangan biarkan hal-hal buruk menodai memori masa kecil mereka.

" Saya pernah membuka album foto masa kecilmu, ada foto ketika kau berpose didalam ember besar dengan wajah cemberut, barangkali saat itu kau menolak dimandikan, karena lebih suka bermain air dalam ember hehe...atau foto saat kau minum sebotol susu dengan lahapnya, tapi jari-jari kecilmu kerepotan memegang botol susu yang kebesaran..:). Tidakkah kau tahu, betapa lucu dan bahagianya kita dalam foto-foto masa kecil itu?. Mari berdoa, semoga kita bisa selalu seperti itu...:)"

Makassar, 7 Februari 2010 - 19.30 wita

kapan pulang...

Musim penghujan ini belum usai, dan saya tak bisa pulang kerumah sesering biasanya. Terlalu dingin untuk menunggangi Freddy bila hari terlampau gelap. Mending disini saja nginap, dikantor ini. Biar tak harus tergesa-gesa bangun untuk masuk shift pagi. Meski sebetulnya, bila dijumlahkan, sepertinya saya masih lebih sering nginap di kantor daripada pulang kerumah.
Kadang itu membuat saya suka berhitung-hitung, bahwa dalam 11 tahun tinggal di Makassar, 4 tahun saya menginap di kampus, 4 tahun menginap di kantor, dan 3 tahunnya itu gabungan dari berbagai tempat persinggahan lainnya yang terlampau banyak untuk di ingat. Lalu seberapa sering pulang dan tidur di rumah semata wayangku itu? rasa-rasanya bila ditotalkan maka jumlahnya belum cukup 30 hari.
Dulu, jaman kuliah, saya memang jarang pulang ke kost atau asrama, hidup nomaden, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, tergantung suasana hati. Makanya dalam tas ranselku itu, semuanya selalu ada disitu,mulai dari kemeja, sepatu (kemeja dan sepatu : untuk mata kuliah PR hehe...), buku kuliah, perlengkapan mandi, dan juga beberapa baju ganti.
Ada pepatah yang bilang "rumahku istanaku", tapi bagi saya ketika itu, "rumahku adalah tas ranselku". Tas ransel itu masih setia hingga kini, meski penuh tambalan disana-sini, ia masih tergantung rapi di dekat jendela belakang. Ransel keramat itu selalu terjaga, ia tak bisa dilupakan begitu saja. Ransel bersejarah itu telah menemaniku melewati berbagai peristiwa, juga melintasi sejumlah negara.
" nanti jadi pulang ke pak semut..?" sesekali kau bertanya seperti itu. Rumah mungil itu selalu kau sebut pak semut, karena memang banyak semut, lantaran terlalu sering ditinggal pergi. Kemarin saya pulang, dan bertemu keluarga pak semut yang membangun sarang di dekat pintu masuk.
Keluarga pak semut telah melanggar kesepakatan dan pindah kedalam, barangkali karena beberapa hari ini hujan dan badai selalu datang. Hhmm...biar semua bahagia,sepertinya harus ada nota kesepahaman baru dengan mereka. Saya akan selalu pulang ke pak semut, dan kita akan berunding dengan mereka, tak lama lagi, tentu saja setelah kau ada disini..:)

Makassar, 17 Januari 2010 - 16.15 wita