kesatria dan bunga

Hari ini bunda mengirim banyak fotomu nak, ada foto saat kau berjemur matahari pagi, fotomu dengan baju baru, lengkap dengan topi yang lucu, dan juga foto gaya tidurmu yang terbaru, kau tidur menyamping selayaknya orang dewasa, padahal usiamu baru dua minggu hehe....Foto-fotomu itu menjadi pengobat rindu. Maafkan ayah karena meningalkanmu dengan bunda di Surabaya, ayah harus pulang ke Makassar karena waktu cuti telah usai. Mari berdoa nak, semoga kita cepat berkumpul lagi dan tak perlu berpisah lama-lama seperti ini.
Semalam ketika tiba di rumah kita, ayah terkejut melihat ratusan, atau bahkan ribuan semut yang membangun banyak sarang didalam rumah, mulai dari ruang tamu hingga ke dapur. Memang selalu seperti ini, semut-semut akan berkumpul, pindah beramai-ramai ke dalam rumah ketika badai dan hujan mulai datang. Apalagi bila rumah kita ditinggal dalam waktu yang lama. Karena itu bundamu menamakan rumah kita dengan sebutan "pak semut"..:).
Ayah tak punya pilihan lain kecuali terpaksa mengusir mereka dengan sapu. Sebetulnya di dapur ada sebotol minyak tanah, ayah bisa saja langsung menyiram ke sela-sela tegel tempat mereka membuat sarang, tapi tak tega ayah melakukan genocida pada keluarga pak semut. Ayah pikir dengan menyapu, akan lebih banyak semut yang selamat. Sama seperti kita, mereka juga mahluk Allah yang membutuhkan rumah sebagai tempat berlindung. Jangan pernah membunuh sesama makhluk ciptaan Allah anakku, sekalipun itu seekor semut, kecuali bila kau terdesak ketika ia telah membahayakan keselamatan jiwamu.
Azeeta anakku, dahulu di Tidore, di halaman rumah kami yang sedikit luas itu, nenekmu, ibu dari ayahmu ini, menanam banyak bunga. Ayah yang belum masuk sekolah dasar ketika itu, sedang bermain meniru-meniru gaya seorang kesatria dalam film kartun yang sering ayah tonton di stasiun Televisi Republik Indonesia (TVRI). Bunga-bunga yang menjadi pagar hidup itu seperti musuh yang harus ayah lawan. Lalu seperti seorang pahlawan pembela kebenaran, bunga-bunga cantik itu ayah babat, bahkan ayah cabut hingga ke akar-akarnya.
Melihat bunga-bunga cantik kesayangannya mati, nenekmu marah besar nak, ayah merasakan ketakutan dan rasa bersalah yang bercampur jadi satu. Dalam pikiran ayah, sebentar lagi paha atau lengan ini akan biru akibat cubitan, atau pukulan rotan, sebuah hukuman standar yang biasa dilakukan orang tua kepada anaknya yang nakal. Tapi nenek tak memukul ayah nak, dalam ingatan ayah, rasa-rasanya nenek tak pernah memukul kami anak-anaknya, hanya dari mulutnya keluar kalimat istiqfar berkali-kali, dengan nada suara yang terdengar seperti kesedihan seorang ibu yang merasa gagal mendidik anaknya.
Dalam kemarahannya, dengan suara bergetar dan mata yang berkaca-kaca, nenek menasehati ayah, kata nenek tanaman itu juga makhluk hidup yang memiliki nyawa, ia akan menangis karena kesakitan bila dilukai. Lalu sejak saat itu nak, ayah tak pernah lagi merusak bunga di halaman rumah. Ayah tak mau menjadi kesatria yang kejam.
Zeeta putriku, itu salah satu kenangan masa kecil yang bisa ayah bagi kepadamu. Tumbuhlah sebagai seorang penyebar kedamaian dan kasih sayang bagi sesama. Ayah dan bunda tak pernah berhenti mendoakanmu. Kami menamakanmu Azeeta Sasmaya, yang berarti bunga mawar yang indah. Bunga mawar itu tanda cinta anakku, orang-orang sering menggunakan mawar untuk mengekspresikan cintanya pada sesuatu. Bunga mawar juga simbol keindahan dan kekuatan, karena selain bunga yang indah, mawar juga memiliki tangkai yang berduri...

Makassar, 24 Januari 2011 - 22.00

"salam sayang dan peluk cium untuk zeeta anakku, ayah rindu...tadi bunda menelpon, katanya kau menangis karena disuntik imunisasi dua kali dipaha mungilmu. Usiamu 15 hari, beratmu naik 3 ons, dari 3,8 kg menjadi 4,1 kg"

No comments: