angka tiga

Seperti yang sudah-sudah, ulang tahun kali ini, tak ada yang istimewa, kecuali ketika kau menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun, kau membisikkannya pelan-pelan ke telingaku pada detik-detik pergantian hari.
Seingatku, sepertinya saya tak pernah merayakan ulang tahun dengan sebuah acara. Dulu, kata almarhumah ibu, ulang tahun itu mesti dirayakan dengan banyak bertafakkur, banyak berdoa, agar nikmat usia yang panjang, bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat. Bertambahnya usia, seharusnya dibarengi dengan bertambahnya rasa syukur dan juga kebijaksanaan.
Mari berhitung, sepanjang nikmat hidup yang telah diberikan, berapa banyak alokasi waktu yang telah dihabiskan untuk beribadah, berapa untuk bekerja, berapa untuk menuntut ilmu, berapa waktu untuk membantu sesama, dan berapa waktu yang dihabiskan untuk sesuatu yang tidak berarti sama sekali?. Mari kita berhitung lagi...
Oya, katamu, tadi si Ipul anak tetangga sebelah itu datang kerumah, membawa sepiring nasi kuning, " katanya ia juga ulang tahun hari ini, ulang tahun yang ke tiga " katamu tersenyum, menyambutku yang baru sampai di rumah. Saya juga tersenyum, sungguh suatu kebetulan yang menggelikan, saya tiba-tiba merasa sangat tua, membandingan usia si Ipul dan usiaku. Kami hari ini sama-sama mengoleksi angka 3, ipul 3 tahun, tapi saya 31 tahun, sudah lebih dari tiga dasawarsa...:P

Makassar, 25 September 2010 - 19.00 wita

kemenangan...

Hari kemenangan, entahlah...apakah saya telah menjadi pemenang setelah berperang melawan banyak hal dalam sebulan ini, dalam setahun ini. Kalaupun menang, menang dari apa? dari diri sendiri ?. Tapi rasa-rasanya masih banyak noda hati yang melengket, saya masih belum berhasil menjadi orang baik, setidaknya baik untuk keluarga, terutama bagimu, seseorang yang telah dipilih Allah untuk menemaniku melewati siswa waktuku.
Ini lebaran pertama bagi kita, sebagai sebuah rumah tangga baru, bahkan saat menyambut lebaranpun kita sepertinya belum berpengalaman. Apalagi dirumah ini hanya kita berdua, kita sama-sama perantau, jauh dari orang-orang terdekat yang bisa memberi kita banyak nasehat. Kau pasti masih ingat, kemarin saat serombongan anak-anak kecil dikompleks datang kerumah, dan kita kelabakan, karena nyaris tak menyiapkan apa-apa yang mestinya sudah kita siapkan sejak jauh-jauh hari.
Tahun ini kita belum berkesempatan mudik, ada banyak alasan untuk itu, salah satunya karena kita ingin menjaganya dengan baik. Ia masih terlalu muda untuk diajak bepergian jarak jauh. Lagipula, saya hanya ingin menggunakan jatah cuti tahun ini untuk menemanimu di saat-saat penting, saya ingin ada disampingmu tepat saat Ia lahir, dan menjadi orang pertama yang membisikkan doa-doa keselamatan untuknya.
Saya bersyukur, lebaran ini jatuh dihari jumat-sabtu, bertepatan dengan jadwal libur kerjaku, sehingga kita punya banyak waktu berdua. Dengan jenis pekerjaan seperti ini, tanggal merah atau libur nasional apapun tak ada pengaruhnya, yang berlaku hanyalah jadwal shift kerja. Karena itu saya selalu punya mimpi, suatu hari nanti bisa punya banyak rejeki, dan bisa membeli banyak waktu luang, dan pekerjaan ini akan menjadi sekedar hobby.
Hari kemenangan ini, mari kita merayakannya, semoga kau selalu memaafkan semua khilaf dan lupa-ku. Bahwa kalaupun ada yang tak bersesuaian pada beberapa garis hidup yang telah kita tulis, semoga itu tak membuat kita rapuh. Kita harus kuat, jauh lebih kuat dari yang pernah kita pikirkan, karena yang sedang kita lalui bukanlah sebuah garis lurus yang sederhana.

Selamat idul fitri untuk kita semua, aku, engkau, dan ia yang sebentar lagi akan meramaikan rumah kecil kita ini....

Makassar, 12 September 2010 - 09.00

perjalanan pulang....

Demi gengsi dan harga diri sebagai seorang laki-laki (halahh..lebay..:p), saya setengah mati menahan mual, dan pura-pura tak mendengar saat si Ronal, cameraman Jakarta itu berujar kalau ia mual dan kepalanya juga mulai terasa pusing.
Ada banyak tikungan-tikungan tajam, dengan bukit disatu sisi, dan jurang disisi lainnya, jalan-jalan menanjak yang berbatu, juga sesekali becek dan berlumpur. Saya sudah sering melakukan perjalanan liputan dengan melintasi jalur darat trans Sulawesi. Dan kesimpulanku, jalur Gorontalo-Sulawesi Tengah ini adalah salah satu dari beberapa jalur trans Sulawesi yang sebaiknya dihindari bila tidak terpaksa.
Pak Hasan, sopir yang memacu mobilnya tanpa ampun itu, ia mungkin lupa kalau para penumpangnya makin lelah menahan mual. Barangkali pak Hasan sedang berimajinasi tengah mencoba keganasan rally dakar, sebagai rally terganas di dunia. Atau ia memang tipe orang yang tak sayang dengan kendaraannya, dan rela mengambil resiko mengantar kami melewati jalur ini. Tapi kata pak Hasan, "saya tahu bapak-bapak ingin kita tiba lebih cepat".
Kami sedang mengejar waktu, untuk liputan bentrokan warga dengan polisi di Kabupaten Buol Sulawesi Tengah, yang telah menewaskan 8 orang warga, dan melukai belasan lainnya. Bentrokan itu dipicu tewasnya seorang tahanan kasus kecelakaan lalulintas di dalam sel kantor polisi. Bentrokan berdarah ini, sepertinya bukan hanya semata-mata masalah tahanan tewas dalam sel, tapi bisa jadi bentuk akumulasi kekesalan warga dengan perilaku polisi yang kerap semena-mena, "terutama polisi lalulintas, yang suka memalak ratusan ribu uang masyarakat..." begitu kata seorang pemilik warung, saat kami singgah ditempatnya dini hari itu.
Kabupaten Buol, kesan saya setelah empat hari berada didaerah itu adalah, saya sedang mengira-ngira berapa banyak uang daerah yang telah dirampok pejabatnya. Bukan hanya ratusan kilo jalanan luar kota yang kami lewati tadi, tapi jalanan dalam kota juga sama parahnya, berbatu, berlubang, penuh debu, dan banjir disana-sini. Mulai dari Paleleh, Gadung, Lipunoto, Bonobogu, Biau. Padahal kabupaten yang sudah lebih sepuluh tahun berdiri itu memiliki banyak sumberdaya alam, seperti emas, besi dan batu bara. Selain jalan, banyak juga proyek-proyek pemerintah yang terbengkalai.

******

Setelah jumlah korban warga yang tewas menjadi delapan orang, dan sepuluh warga korban luka tembak dirujuk ke rumah sakit yang lebih baik, setelah belasan polisi yang dianggap bertanggung jawab itu dibawa ke Palu. Dan setelah beberapa kali kita saling menelpon menyampaikan rindu....saya akhirnya bisa pulang. Tahukah kau, betapa rasa rinduku pada rumah, telah berhasil mengalahkan rasa kesalku pada ratusan kilo meter jalan rusak itu, rasa rindu juga yang membuat saya tabah, meski harus menghadapi kenyataan, terkatung-katung selama empat jam ditengah hutan sepi, akibat mobil mogok karena kanvasnya jebol.
Malam itu, andai saja kau ada disana, ditengah hutan yang gelap itu, kau akan melihat bagaimana kami beramai-ramai mengangkat tangan tinggi-tinggi mencari sinyal handphone yang timbul tenggelam, untuk meminta bantua evakuasi, dan tentu saja untuk mengabarkan pada orang-orang yang kami cintai, bahwa kami baik-baik saja. Kau juga akan melihat bagaimana pak Hasan memukul-mukul kepala dan menendang apa saja yang ada didekatnya, meratapi nasib mobil rallynya itu....

Gorontalo, 6 September 2010 - 10.00