Jalan-Jalan

Kami mengajakmu jalan-jalan melihat Fort Rotterdam, salah satu jejak masa lampau yang masih dijaga dengan baik di kota ini. Benteng ini dibangun oleh raja Gowa ke 9 pada tahun 1545 yang bergelar Imanrigau Daeng Bonto Karaeng lakiung Tumpa'risi' Kallonna.
Nama asli benteng ini adalah benteng Ujung Pandang, atau benteng Panyua karena desain arsitekturnya yang bergaya eropa itu bila dilihat dari udara berbentuk seperti se-ekor penyu yang sedang merangkak.
Filosofinya, seperti se-ekor penyu yang bisa hidup di daratan maupun lautan, begitu pula kerajaan Gowa yang berjaya di darat maupun dilautan.
Kini benteng ini lebih dikenal dengan nama Fort Rotterdam, setelah kerajaan Gowa dipaksa VOC menandatangani perjanjian Bongayya. Nama Rotterdam ini diambil dari nama kota kelahiran Cornelis Speelman, yang saat itu berkuasan sebagai perwakilan VOC di Makassar.
Kami sengaja membawamu kesini putriku, setidaknya jalan-jalan kita kali ini bisa memberimu sedikit prespektif yang berbeda, dari sekedar pemandangan di pusat-pusat perbelanjaan yang kerap kita datangi setiap akhir pekan.
Kami memang lebih sering membawamu ke Mall, kau tentu lebih sering melihat deretan produk dengan berbagai godaan kemudahan belanja, mulai dari diskon, cicilan dengan bunga nol persen, hingga banyak lagi model marketing yang membuat kita lupa pada garis batas antara keinginan dan  kebutuhan.
Bila kita mulai tak bisa membedakan yang mana kebutuhan dan yang mana keinginan, maka kita akan lebih sering memakai ego daripada logika. Kita manjadi budak kapitalisme dengan ideologi konsumerisme yang akut.
Hmmm...sepertinya mulai berat pembahasan kita putriku, maklumlah...ayahmu ini tiba-tiba terkenang dengan bacaan-bacaan jaman kuliah dulu, tentang kapitalisme versus sosialisme, tentang pendidikan yang membebaskan, bahkan tentang perdebatan kami di kordor kampus mengenai dimanakah sebetulnya Tuhan berada, apakah Tuhan ada di rumah-rumah ibadah atau justru di kampung-kampung kumuh, atau sebetulnya Tuhan itu ada pada tatapan mata anak-anak langit yang mengemis di perempatan lampu merah.
Entah jaman dengan logika seperti apa yang akan kau hadapi bila kau dewasa nanti, hari ini saja, sudah banyak hal-hal miris yang membuat kami cemas. Untuk mendidikmu dengan baik, kamipun harus menjadi yang lebih baik, sebab sebaik-baiknya nasihat itu bukanlah kata-kata, tetapi contoh teladan yang baik.
Kami harus menjadi yang terbaik, sebelum membimbingmu ke jalan-jalan kebaikan. Azeeta Sasmaya putriku, bunga mawar yang indah, kami menamakanmu seperti itu, sebab engkau adalah tanda cinta kami, engkau adalah bunga yang tumbuh di taman hati kami.

Makassar, 12 Mei 2012- 02.00 dini hari

5 comments:

eeduyhaw said...

senadainya Zee (Azeeta Sasmaya) udeh bisa ngomong... saya membayangkan... kira2 ini bapak-anak ngobrol apa ya temax? hahahaha...

eeduyhaw said...

bud... suka sekali tulisanx... ^_^

budi said...

hehe..itumi bro...saya tiba-tiba sadar, ternyata Zee lebih banyak melihat Mall, dan menurutku Mall itu bukan "sekolah kehidupan" yang baik....

darmawati alimuddin said...

kak budii,zee itu yg difoto?yg pake baju pink??

budi said...

Darma : iyaaa...itu zee..:)