para menteri

Obrolan di teras mesjid sekelompok bapak-bapak, tentang harapan mereka kepada para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II yang terpilih, telah sukses mengacaukan ke-khusyuan sholat magribku. Salah seorang diatara mereka berujar "...itu si Jasaraharja...dia juga masih terpilih sebagai menteri...". Dan sayapun nyaris saja tertawa di raka'at kedua, barangkali yang dimaksud si bapak itu : Hatta Rajasa, menteri kordinator bidang perekonomian, Kabinet Indonesia Bersatu II, yang baru dilantik siang ini oleh Presiden SBY. Nah kalau Jasaraharja itukan perusahan asuransi..hehehe...
Untuk mengingat nama-nama menteri di jaman sekarang ini, sepertinya tak semudah jaman saya kecil dulu, ketika nyaris semua menteri di kabinet pembangunan-nya Soeharto sudah dihafal luar kepala. Mulai dari Harmoko, Moerdiono, Habibie, Sudomo, Cosmas Batubara dan lain-lain. Dan bukan hanya menghafal nama, tapi juga mengingat ciri khas dari para menteri, seperti menteri penerangan Harmoko yang kalau bicara selallu ada kata " menurut petunjuk bapak presiden ", atau menteri sekretaris negara Moerdiono, yang kalau bicara selalu ada kata " Eee....Eeee...Eee...". dan membuat para wartawan harus sabar menunggu, apa inti komentar yang ia berikan.
Masa kanak-kanan saya, sekitar tahun 80-an hingga awal 90-an, semua nama-nama penting di kekuasaan selalu cepat diingat, apalagi bagi anak-anak sekolah dasar seperti saya, pada masa dimana hegemoni negara begitu kuat, maka selain menghafal butir-butir pancasila dan pembukaan UUD 45, menghafal nama-nama menteri di jaman Soeharto juga adalah "kewajiban" seluruh anak-anak Indonesia. Kadang bila dalam pelajaran di kelas, ada perasaan seperti dianggap tolol, jika tak bisa mengingat nama salah satu menteri yang ditanya oleh bapak-ibu guru.
Sekarang tentu sangat jauh berbeda, ketika reformasi menggedor-gedor setiap pintu kekuasaan, menghafal nama-nama orang berkuasa di negeri ini bukan lagi suatu kewajiban. Bila diharuskan menghafal, barangkali anak-anak sekolah dasar akan kerepotan, sebab buku pelajaran sekolah barangkali tak lagi mencantumkan nama-nama menteri seperti dulu, dan dinding-dinding kelas mulai jarang dihiasi foto-foto para menteri dengan jas dan kebaya yang rapi.

*****

Siang ini para menteri terhormat yang dipilih oleh Presiden SBY baru saja dilantik. Masyarakat akhirnya tahu, kepada siapa saja kelak mereka titipkan harapan-harapan yang kian menumpuk dalam lemari kepala mereka. Harapan tersedianya lapangan pekerjaan, harga-harga yang terjangkau, ataupun harapan tentang biaya sekolah dan rumah sakit yang bersahabat dengan mereka.
Obrolan-obrolan pinggiran sekelompok bapak-bapak di teras masjid itu barangkali hanya akan menjadi sekedar obrolan, segera akan hilang dibawa angin begitu mereka pulang kerumah masing-masing, dan yang tertinggal hanya sesuatu yang berbentuk kecemasan dalam kepala mereka. Tapi sesungguhnya obrolan-obrolan pinggiran seperti itu, adalah suara jujur yang tulus dari rakyat, suara yang berdendang tentang kerinduan, pada sesuatu bernama kesejahteraan untuk semua....

Makassar, 22 Oktober 2009 - 19.00 wita

4 comments:

Victor Sosang said...

kak bud, tulisan ta' ini mengingatkan saya akan k budi yang saya temui dulu waktu saya maba, khususnya waktu rajin-rajinnya saya menghadiri, menyaksikan dan sedikit menyimak qta' tampil di side project ta' sendiri......sekolah rakyat.

budhie said...

wah itu dulu...saat seluruh ion-ion dalam tubuh masih mengandung motif hehehe...kalo sekarang malah jadinya biasa-biasa saja...rasa-rasanya kalo makin sibuk kerja, maka makin terasing juga jadinya dengan dunia sosial diluar kerja....

Harwan said...

sekolah rakyat itu jadi ruang awal bagi saya untuk mencintai buku dan diskusi...saat itu ko budhi menjadi kepala sekolah kami...saya selalu rindu saat-saat itu...Maaf ko bud...saya numpang komentar di sini...skalian lepas kangen...

budhie said...

wah..itu sekolah rakjat, sekolah kita semua. kita semua jadi murid, kita semua juga jadi guru...itu sekolah kehidupan....