keluarga mononage

Dua jasad pasangan suami istri itu terbujur kaku, sementara disisi kedua petih jenazah tersebut empat orang anak mereka yang masih belia tak kuasa menahan kesedihan. Ledakan bom di pasar khusus penjualan daging babi Palu Sulawesi Tengah terebut telah merenggut keutuhan keluarga kecil terebut.
Yopi Mononage dan Memeiso, kedua jenazah yang terbujur kaku di peti jenazah tersebut, adalah penjual babi di pasar Maesa Palu. Menurut Wawan, salah seorang putra Yopi dan Memeiso, ada kemungkinan bom tersebut tepat berada dibawah meja tempat kedua orang tuanya berjualan. Yopi dan Meiso, meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit dengan kondisi tubuh yang hancur pada bagian kaki dan perut.
Sungguh, aku benar-benar diselimuti kesedihan, saat mengabadikan peristiwa pemakaman keduanya dibalik lensa kameraku. Aku berpikir tentang keluarga itu, tentang ke empat anak Yopi dan Memeiso yang masih belia, tentang hari-hari yang mereka lalui selanjutnya. Sungguh peledakan bom di pasar tersebut adalah sebuah kebiadaban.
Ledakan tersebut merenggut tujuh korban jiwa dan puluhan lainnya mengalami luka-luka. Bahkan sebagian diantara korban luka tersebut harus pasrah saat dokter memfonis, bahwa untuk keselamatan jiwa mereka, tak ada jalan lain, kaki mereka harus diamputasi!.
Banyak diantara mereka yang harus kehilangan orang-orang yang mereka cintai. Korban lain yang juga pasangan suami istri adalah seorang prajurit TNI yang bernama Tasman dan Istrinya, keduanya meninggal di tempat kejadian, dan meninggalkan dua putra yang masih anak-anak.
Kekerasan di Sulawesi Tengah seperti tak pernah menemukan ujung pangkalnya, mulai dari kasus bom Tentena, pemenggalan dan penembakan siswa SMU di Poso dan yang terakhir adalah ledakan bom di pasar Maesa Palu. Entah siapa yang harus diminta pertanggung jawabannya, sebab teror diilayah ini bergerak seperti hantu….

Palu, Januari 2006

No comments: