Aku Telah Sampai


Kita bangun lebih cepat pagi itu, ingin segera melihat pemandangan matahari terbit dari timur pulau Halmahera. Kita bisa menontonnya dari dermaga pelabuhan Indonesiana Tidore, hanya perlu jalan kaki 10 menitan dari rumah. Pemandangan matahari terbit ini adalah sesuatu yang jarang bisa kita nikmati secara bersama-sama.

Pemandangan matahari terbit dari ufuk Halmahera ini sama mempesonanya dengan pemandangan matahari terbenam yang sering kita lihat di pantai dekat rumah kita di Makassar. Hmm...seperti matahari yang indah saat terbit dan syahdu ketika terbenam, semoga kelak alur kehidupan kitapun seperti itu, indah pada awal dan akhirnya.
Ketika pertama kali tiba, saya sedikit cemas menatap wajahmu dan bunda, menunggu reaksi kalian saat tubuh kita mulai dihempaskan ombak yang memukul speedboat yang melaju kencang dari pelabuhan penyeberangan Bastiong Ternate menuju Rum Tidore. Ini tentu pengalam yang baru bagimu dan bunda, tapi rupanya kalian tenang-tenang saja, semoga kalian terbiasa dengan lautan, sebab nanti kita akan sering datang kesini.
Kawasan ini, pada berabad-abad lampau telah menjadi magnet bagi para pengelana asing dari Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda untuk datang "bertamu" dan memulai sebuah fase sejarah yang kemudian kita kenal sebagai awal dari imperialisme di Indonesia.
Kenapa para pengelana asing itu begitu tertarik datang ke jazirah Maluku Kie Raha?, mereka sedang memburu rempah-rempah maluku, pala dan cengkeh, sebuah komoditi termahal dalam lalulintas perdagangan dunia pada abad 15 hingga18. Awalnya mereka datang menawarkan misi perdagangan, tapi kemudian lambat laun keserakahan membuat mereka mulai menanamkan kuku imperialismenya.
Tapi dalam catatan sejarah, para sultan di Maluku Kie Raha, terutama sultan Nuku di Tidore yang bergelar Sayidul Jehaad Muhammad El Mabus Kaicil Paparangan, ia tak pernah sudi menyerahkan tanah leluruh ini kepada penjajah asing.
Sultan Nuku kemudian membuat jazirah Maluku Kie Raha menjadi medan perang yang tak ramah bagi para pengelana asing itu, mereka diusir keluar dari seluruh wilayah kesultanan Tidore yang membentang mulai dari Halmahera, Seram Timur, hingga ke pulau-pulau di Raja Ampat Papua. VOC yang putus asa itu lalu menjuluki Nuku sebagai Prins Rebel, Pangeran Pemberontak dan Bajak Laut Yang Agung.
Ini hanyalah sedikit dari catatan sejarah Tidore yang saya ceritakan padamu putriku, agar engkau paham tentang asal usulmu, sebab kau akan lebih mengenal dirimu apabila kau mengenal sejarahmu sendiri. Bab tentang sejarah tanah leluhurmu ini tentu saja masih panjang, nanti kita akan bahas dilain waktu.
Inilah Tidore putriku, tanah kelahiran ayahmu, sebuah pulau eksotis di jazirah Maluku Kie Raha. Senang rasanya bisa mengajakmu dan bunda ke sini. Nama Tidore berasal dari gabungan tiga rangkaian kata bahasa Tidore, yaitu : To Ado Re, artinya, ‘Aku Telah Sampai’. Seperti arti kata pulau ini, kitapun telah sampai disini. Kau dan bunda kini boleh berkata : "To Ado Re...!!!"  :)

10 September 2012


1 comment:

pasarcidu said...

to ado re!! kedua perempuan itu beruntung telah tiba pada lelaki yang tepat! salah satu putra kebanggan Tidore :) .. Nice post, fella..