kenangan

Aku selalu menemukanmu dalam kesediahan yang mendekap. Rasanya-rasanya, tak sedikitpun jeda yang bisa membuatmu melepaskan sedikit beban-beban itu, meski hanya sejenak. Ingin kukatakan padamu, tentang kesedihan itu, ia seperti dingin yang membungkus hatimu, beku, hingga hari-harimu seperti sebuah kesunyian panjang yang gelap.
Apakah masih lekat dalam ingatanmu tentang perbincangan kita pada suatu senja yang sunyi?usai kau membaca buku Paolo Cheolho yang penuh inspirasi itu. Kau bercerita padaku, tentang sesuatu yang disebut sebagai pertanda, sesuatu yang akan menuntun setiap kita pada takdir masing-masing, sebuah takdir hidup yang memang kita inginkan. Pertanda-pertanda itu, hanya bisa kita temukan jika kita mengerti bahasa dunia, bahasa universal yang akan menghubungkan kita dengan alam semesta dan juga dengan Dia Yang Maha Berkehendak.
Menurutku, kehidupan adalah sesuatu yang selalu bergerak maju, sebab satu detik yang telah terlewati tak akan pernah kembali. Hidup ini, juga bukanlah sebuah garis lurus yang sederhana. Kita hanya akan merasakan indahnya sebuah kebahagiaan, setelah belajar dari kesedihan yang pernah kita lewati.
Tentang masa lalu, benarkah kita dan juga hidup kita, tersusun dari potongan-potongan kenangan? Seperti yang pernah kau katakan, bahwa kau selalu mencintai kenangan, sebab kenangan kita tentang sesuatu, akan membangun jalan untuk meniti setiap jejak hidup yang kita tapaki.
Akupun mencintai kenangan, bahkan semuanya selalu tersimpan rapi dalam lemari memoriku, hanya saja tidak selamanya kenangan itu akan menuntun kita pada kehidupan yang lebih baik. Kita memang perlu untuk mengenang masa lalu, seberapa getirpun itu, karena masa lalu adalah sesuatu yang pantas dikenang, tapi bukan untuk dijadikan beban yang kelak akan membunuh masa depan kita sendiri.
Kelak suatu hari nanti, waktu akan membuka semua rahasia, barangkali setiap kita akan mengerti bahwa selalu ada yang terbaik yang direncanakan oleh Yang Maha Berkehendak. Aku selalu yakin, bahwa Allah selalu mencintai setiap kita, meski terkadang dengan cara yang tak pernah kita mengerti. Hanya karena kita tak bisa melihat masa depan……

Makassar, 04 Februari - 00 : 45 wita

1 comment:

Unknown said...

kenangan, tuan budi; terbuat dari apakah "ia"? mengapa ia tetap tegak dalam waktu yg terasa berputar kian cepat.. meski coba kita mengabaikannya, ia tetap ada; diam-diam dan tiba-tiba saja menyergap kita dalam melankoli...

tapi hidup memang haru jalan terus, tak bisa mundur meski dengan segulung lekat kenangan di hati. menurutku, kita memang hanya memegang karcis satu jurusan, tak lebih, tak bisa kembali...